PASANG SURUT BATAK
Mengapa pejelajah dan penjajah menyebut Karo sebagai Batak? Ratusan tahun sebelum ditulis pertama kali sebagai Karau-Karau oleh William Marsden thn 1783, dilanjutkan oleh John Anderson 1823. Sebelum itu praktis semua disebut Batak saja. Itu berlangsung berabad-abad lamanya. Dunia ini berkembang peradaban manusia juga tak ketinggalan. Populasi meningkat, pengetahuan bertambah, migrasi manusia semakin jauh, dan perbedaan semakin melebar.
Batak sedia-kala dipahami hanya satu, kemudian berkembang menjadi Karo, Toba, Pakpak, Simalungun dan Mandailing/Angkola. Awalnya Kluet, Singkel, Gayo sempat digolongkan sebagai Batak, namun sultan Aceh yg dominan mempengaruhi budaya di sana dan merga-merga disana tidak berkembang spt di wilayah Batak lainnya
Kian jauh perjalanan waktu, Batak yg lima kemudian satu-satu malah ingin keluar dengan nada 'sedikit' kecewa karena dewasa ini Batak identik dengan Toba dan Toba tenggelam ditelan oleh Batak. Orang Toba lebih familiar menyebut diri sebagai Batak ketimbang Toba, sehingga yg lain merasa 'dikacangin' sehingga mundur satu-satu. Awalnya dilakukan Mandailing thn 1922 karena persoalan tanah kuburan. Karo juga mulai merasa diusik soal budayanya. Di acara Berpacu Dalam Melodi Koes Hendratmo dibilang lagu Oh Turang lagu Batak. Banyak yg protes itu lagu Karo. Di tambah lagi tahura di Tongkeh mau diberi nama Tahura SM Raja, makin ramai Karo yang protes. Akhirnya muncul semacam gerakan Karo Bukan lagi Batak di awal tahun 2000-an.
Pak-pak juga demikian merasa terasing di Tanah ulayat sendiri. Kasus pelecehan suku baru-baru ini meluas menjadi demo. Stiker di salah satu minimarket juga dicopoti merasa tidak susuai dengan kearifan lokal. Entah di Simalungun, namun segelintir org di media sosial memang sdh lantang menyatakan diri bukan Batak. Barangkali sengketa Tanah Ulayat di kabupaten Simalungun sempat mencuat hingga petinggi tokoh masyarakat Simalungun berkomentar, tidak ada tanah Ulayat di Simalungun, semua milik raja, katanya.
Tinggal Toba sendiri yg dengan nada 'bangga' senantiasa memperkenalkan diri sebagai Batak. Sehingga lagu Batak, bahasa Batak, adat Batak, aksara batak, ulos Batak, Tano Batak semua mengacu ke Toba. Malah Toba hilang ditelan Batak.
Padahal dedengkot Jong Batak Bond adalah orang-orang dari Mandailing, gereja terbesar di Karo masih terdaftar di Depdagri dan Depag masih menggunakan kata Batak. Gereja Simalungun dan Pakpak merupakan mekar dari HKBP. Namun pelan-pelan rumpun di Batak merasa tak satu rasa lagi. Aku begini engkau begitu, biarkanlah... Au ah gelap....
Karo Batakman
Koleksi perpustakaan KITLV, Leiden.
0 comments:
Post a Comment