Social Bar

Popunder

Wednesday, January 24, 2018

PERTAMBANGAN - DAMPAK DAN SOLUISINYA DI KAKI LERENG GUNUNG KELUD JATIM

Pertambangan - dampak
dan soluisinya

(Kepedulian Kasus di Zona Merah Gunung Kelud)


  
DISUSUN OLEH :
R. TRY P. NOEGROHO,S.SOS


DI PERUNTUKKAN :
UNTUK KALANGAN SENDIRI
UMUM (**)




#AYO Selamatkan Bumi Kita
#RAMAH Sumber Daya Alam
#SAVE Our Environment
#CHANGE KEDIRI For BHUMI-Kadhiri






KEDIRI - JATIM
2018





KEDIRI ICON

 Simpang Lima Gumul

Ranu  / Danau Kelud



DAFTAR  ISI :

HALAMAN JUDUL
KEDIRI ICON
DAFTAR ISI
DAFTAR LAPIRAN
MOTTO
KATA PENGANTAR

PENDAHULUAN

SELAYANG PANDANG

A.    Pengertian pertambangan .
B.     DAMPAK.
1.      DAMPAK PERTAMBANGAN TERHADAP LINGKUNGAN.
a.      Cara Pengelolaan Pembangunan Pertambangan.
b.      Kecelakaan di Pertambangan.
c.       Penyehatan Lingkungan Pertambangan, Pencemaran, dan Penyakit” yang Timbul.
d.      Pencapaian tujuan penyehatan lingkungan.
e.       Penyediaan Air Bersih Dan Sanitasi.
f.       Kerusakan Lingkungan di Pertambangan.
1)      Pembukaan Lahan Secara Luas.
2)      Menipisnya Sumber Daya Alam Yang Tidak Bisa Diperbaharuhi.
3)      Masyarakat Dipinggir Area Pertambangan Menjadi Terganggu.
4)      Pembuangan Limbah Pertambangan Tidak Sesuai Tempatnya.       
5)      Pencemaran Udara.
6)      Industri.
7)      Keracunan Bahan Logam/Metaloid pada Industrialisasi.
8)      Keracunan Bahan Organis pada Industrialisasi.
9)      Perlindungan Masyarakat Sekitar Perusahaan Industri.
10)  Dampak Lingkungan Industri.
11)  Pertumbuhan Ekonomi dan Lingkungan Hidup Terhadap Pembangunan Industri.
2.      Analisis Mengenai Dampak Lingkungan.
a)      Tinjauan Tentang Aspek Integrasi dan Disintegrasi.
1)   Pengertian Integrasi.
2)   Pengertian Disintegrasi.
b)     Tinjauan Aspek Hubungan Masyarakat dengan Pemerintah.
1)      Masyarakat.
2)      Pemerintah.
3)      Pemerintah Daerah.
c)      Tinjauan Dari Segi Aspek Teori Sosial.
3.      ANALISA PERSEPEKTIF DOGMATIS.
Tafsir Ayat-ayat Al-Quran Tentang Kelestarian Lingkungan Hidup.
C.    Konflik Pertambangan.
1.      Pengertian Konflik.
2.      Konflik Dalam Pertambangan.
D.    Teori Penyebab Konflik.
1.         Teori Hubungan Masyarakat.
2.         Teori Negoisasi Prinsip.
3.         Teori Identitas.
4.         Teori Kesalahpahaman.
5.         Teori Transformasi Konflik.
6.         Teori Kebutuhan Manusia.
E.     RESOLUSI KONFLIK.
1.      Interaksi  (inretaction).
2.      Sumber-Sumber Konflik (source).
3.      Pihak-Pihak yang Berkonflik (stakeholder).
F.     PROBLEMATIK KONFLIK PERTAMBANGAN.
1.      Tahap Penyelidikan Umum.
2.      Tahap Eksplorasi.
3.      Tahap Eksploitasi.
4.      Tahapan Tutup Tambang.
G.    PEMETAAN KONFLIK.
1.      Konflik Data.
2.      Konflik Kepentingan.
3.      Konflik hubungan antar manusia.
4.      Konflik Nilai.
5.      Konflik Struktural.
a.      Salah Urus Pengelolaan Tambang.
b.      Pengingkaran Hak Rakyat Atas Penguasaan Dan Pengelolaan Tanah.
c.       Daya Rusak Sektor Tambang.
H.    MENAKAR KONFLIK PERTAMBANGAN.
1.      Menakar Makna dan Akar Konflik.
2.      Studi Kasus Perbandingan (comperative of case).
I.       ACUAN REFERENSI Penelitian.
J.      SOLUSI Menyelesaikan Konflik Pertambangan.
K.    RAWAN PRAKTEK KORUPSI.
L.     LANGKAH FINALTY.
M.   UPAYA PENGEMBALIAN.
N.    PEMBERDAYAAN MASYARAKAT KE KOMODITAS / AKTIVITAS EKONOMI YANG RAMAH LINGKUNGAN DAN BERMASA DEPAN.
O.    KOMPENSASI PT. ESPAS (dan kroni-kroninya) TERHADAP ALAM.
1.      HUKUM.
2.      KOMPENSASI PT. ESPAS dan kroninya, terhadap Sumber Daya Alam dan Ekosistem Lingkungan.
P.     KESIMPULAN.
Q.    DATA-DATA LAMPIRAN PENDUKUNG
R.    PUSTAKA.









 



DAFTAR LAMPIRAN :


A.    ISTILAH-ISTILAH DANP ENGERTIAN DALAM PERTAMBANGAN.

B.     DELIK MATERIL TINDAK PIDANA LINGKUNGAN.

C.    PETA KEDIRI.











































 









There is no easy walk to freedom anywhere, and many of us will have to pass through the valley of the shadow of death. Again and again before we reach the mountain top of our desires.  (Nelson Mandela)
Tidak ada jalan mudah menuju kebebasan, dan banyak dari kita akan harus melewati lembah gelap menyeramkan. Lagi dan lagi sebelum akhirnya kita meraih puncak kebahagiaan.

Qaala Rasulullah Saw :
"Iyyaakum Wazhzhanna Fa Innazhzhanna Akdzabul Hadiistsi Walaa Tahassasuu Walaa Tajassasuu Walaa Tanaa Jasyuu Walaa Tahaasadul Walaa Tabaaghaduu Walaatadaabarruu Wakuunuu Ibaadallaahi Ikhwaanan". (HR. Abu Daud dari Abdullah bin Maslamah).
Artinya :
Sabda Rasulullah Saw :
"Jauhilah olehmu purbasangka, sesungguhnya purbasangka itu pendusta benar (sedusta-dusta pembicaraan). Dan janganlah kamu mendengar rahasia orang, jangan mengintip aib orang, jangan tambah menambahi harga untuk menipu, jangan saling mendengki, benci membenci dan jangan pula bermusuhan. Jadilah kamu hamba Allah yang bersaudara". (HR. Abu Daud dari Abdullah bin Maslamah).

"Dadi wong iku kudu iso nguwongke wong sing hakikate wis dadi wong"
(Menjadi manusia itu harus bisa memanusiakan manusia yang pada hakikatnya sudah menjadi manusia)
#KH. R. Chaidar Muhaimin Affandi.














KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan segala puja dan puji kehadlirat Tuhan Yang Maha Esa.
Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam. Hampir disetiap daerah atau Kabupaten/Kota terdapat kekayaan sumber daya alam. Kekayaan tersebut mulai dari minyak bumi, batu bara, timah, emas, pasir dan mineral lainnya. Semua kekayaan yang ada tersebut dikuasai oleh negara untuk kesejahtaeraan rakyatnya. Semua itu sudah terkandung dalam Pasal 33 UUD 1945. Dengan mengoptimalkan sumber daya alam, baik  yang ada didarat atau pun dilaut, hal itu akan memungkinkan peningkatan ekonomi masyarakat untuk lebih baik lagi. Sebab, dimata dunia memang sudah memandang bahwa Indonesia mempunyai kekayaan alam yang sangat berpotensi untuk kemajuan dan peningkatan ekonomi.
Potensi pertambangan Galian C terutama (sirtu) di Damarwulan Kecamatan Puncu disekitaran kaki lereng curah dan laharan Gunung Kelud Kabupaten Kediri dan masuk di zona perkebunan PTPN XII cukup besar, namun potensi tersebut dikelola secara srampangan serta membabi buta dan tidak mengidahkan ramah lingkungan. Hasil dari pertambangan Galian C tersebut diharapkan dapat menambah kehidupan ekonomi masyarakat sekitar dilakukan secara manual diarea laharan Sungai Serinjing yang sebelumnya berusaha di bidang perkebunan, peternakan, perikanan, irigasi, penghasil listrik PLTA (small scupe) untuk lingkungan wilayah PTPNXII di Damarwulan Kecamatan Puncu kabupaten Kediri dan sektor usaha lainnya. Teknologi yang digunakan dalam mengelola potensi pertambangan Galian C di Damarwulan Kecamatan Puncu kabupaten Kediri dirasakan sangat amat merusak lingkungan karena pengelolaan explorasi / exploitasi pertambangan Galian C yang besar-besaran dan membabi buta yang didukung oleh para kapitalis murka (pokoke bathi /yang penting untung) dan didukung oleh para penguasa yang murka (Bethorokolo) tanpa mengindahkan amanah negara, bangsa serta rakyat dalam hal ini rakyat ditipu para investor yang bekerjasama dengan penguasa untuk merusak Sumber Daya Alam yang tidak dapat diperbaharui (unresoneble) dan memusnahkan ekosistem habitat lingkungan juga mutual siklus ekosistem, dengan mengunakan alat-alat berat dengan tidak memikirkan kelestarian alam, dan alam lingkungan. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, Pemerintah Propinsi Jawa Timur dalam hal ini yang melegalisasi semua perijinan sesuai UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA yang berkaitan dengan  memberikan peluang kepada para investor (penambang) untuk melakukan usaha pertambangan Galian C yang berada di Damarwulan Kecamatan Puncu wilayah perkebunan PTPN XII kabupaten Kediri. Perijinan yang dikeluarkan tersebut diharapkan akan dapat membantu meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat di wilayah tersebut dan ramah lingkungan (normalisasi laharan di Sungai Sarinjing) dengan memperhatikan kelestarian alam, ekosistem lingkungan dizona tersebut yang telah di wariskan oleh pemerintah Hindia Belanda yang notabene sebagai pilot project rancangan untuk tata ruang dan lingkungan industri (RUTL/I) pada era itu dan sampai sekarang dengan master plant dan rule model industri perkebunan tersebut masih relevan dengan jaman sekarang.   Namun pada pelaksanaannya justru menimbulkan konflik antara investor (penambang PT. ESPAS)  dengan masyarakat lokal yang hidup di penambangan Galian C di lereng, kaki Gunung Kelud tersebut terutama di Damarwulan kecamatan Puncu wilayah perkebunan PTPN XII kabupaten Kediri. Adanya keresahan masyarakat dan PTPN XII disebabkan oleh karena tidaknya ada ganti rugi, mata pencarian penduduk lokal yang hilang sebagai pekerja perkebunan dan yang disewakan oleh PTPN XII untuk masyarakat yang dalam sumbernya informasi dari pihak  staff ADM perkebunan PTPN XII seluas 300 HA untuk digarapkan kepada masyarakat sekitar sebagai rasa ikut partisipasi dalam mengangkat kehidupan ekonomi karena penduduknya disekitar Damarwulan tidak banyak maka masing KK mendapat kurang lebih 1HA setiap KK.
Terjadinya pencemaran, kerusakan Sumber Daya Alam dan ekosistem lingkungan hidup (biota hidup). Konflik yang muncul antara investor dengan masyarakat lokal perlu dimediasi (dalam hal ini Gerakan Masyarakat Perangi Korupsi / GMPK) lembaga yang independent mengawal serta pendampingan untuk menyelesaikan konflik antara investor, masyarakat lokal, PTPN XII dan pemerintah daerah. Resolusi konflik pertambangan Galian C di Damarwulan Kecamatan Puncu kabupaten Kediri menemui beberapa kendala antara lain tidak temukannya titik terang penyelesaian konflik antara investor dengan masyarakat lokal, PTPN XII hal ini diindikasikan dengan adanya penambang / PT.ESPAS, melakukan explorasi/exploitasi yang ngawur dan membabi buta unjuk manajemen power, mengadu domba dan cara lain untuk melanggengkan penambangannya untuk memuaskan profit (koyok merah/recehan pundi-pundi rupiah) tanpa mengindahkan SDA serta ekosistem lingkungan. Meskipun langkah-langkah penyelesaian konflik telah dilakukan dengan melibatkan pihak Pemerintah Daerah kabupaten Kediri, DPRD kabupaten Kediri, Kepolisian, TNI, Departemen Kementrian dan Lembaga negara Republik Indonesia yang terkait . Berdasarkan uraian pada tinjauan teori di atas, maka dapat disusun kerangka pemikiran sebagai berikut:
Ø  Kerangka Pikir Penelitian.
Ø  Sumber data dan referensi diolah peneliti secara literatur dan lapangan.
Ø  Konflik Penambangan.
Ø  Menimbulkan keresahan dan kegaduhan :
v  Tidak ada ganti rugi (lost value of money).
v  Mata pencarian yang hilang (perkebunan dan peternakan).
v  Perusakan SDA dan ekosistem lingkungan.
v  Penambangan Galian C oleh PT. ESPAS di Damarwulan Kecamatan Puncu disekitaran kaki lereng curah dan laharan Gunung Kelud Kabupaten Kediri show of force untuk mempertahankan bisnis pertambangannya sehingga masalah konflik terus berkepanjangan hingga detik ini (konflik horizontal).







(Penyusun)
Kediri / Januari
2018





PENDAHULUAN

SELAYANG PANDANG

A.    Pengertian pertambangan
Pertambangan secara umum adalah merupakan suatu kegiatan dan aktivitas yang berlangsung dengan memakai methode dan cara teknologi, dan bisnis yang berkaitan dengan industri pertambangan mulai dari prospeksi, eksplorasi, evaluasi, penambangan, pengolahan, pemurnian, pengangkutan, sampai pemasaran. Pertambangan juga rangkaian kegiatan dalam rangka upaya pencarian, penambangan (penggalian), pengolahan, pemanfaatan dan penjualan bahan galian (mineral, batubara, panas bumi, migas). Pertambangan adalah salah satu jenis kegiatan yang melakukan ekstraksi mineral dan bahan tambang lainnya dari dalam bumi. Penambangan adalah proses pengambilan material yang dapat diekstraksi dari dalam bumi. Tambang adalah tempat terjadinya kegiatan penambangan.
Pertambangan menurut HAVID AMRAN'S yaitu :
Pertambangan adalah rangkaian kegiatan dalam rangka upaya pencarian, penambangan (penggalian), pengolahan, pemanfaatan dan penjualan bahan galian (mineral, batubara, panas bumi, migas) .
Pengertian Pertambangan Sesuai UU Minerba No.4 Tahun 2009, Pasal 1, Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan Pertambangan adalah sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam rangka penelitian, pengelolaan dan pengusahaan mineral atau batubara yang meliputi penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta kegiatan pascatambang.
Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam. Hampir disetiap daerah atau Kabupaten/Kota terdapat kekayaan sumber daya alam. Kekayaan tersebut mulai dari minyak bumi, batu bara, timah, emas, pasir dan mineral lainnya. Semua kekayaan yang ada tersebut dikuasai oleh negara untuk kesejahtaeraan rakyatnya. Semua itu sudah terkandung dalam Pasal 33 UUD 1945. Dengan mengoptimalkan sumber daya alam, baik  yang ada didarat atau pun dilaut, hal itu akan memungkinkan peningkatan ekonomi masyarakat untuk lebih baik lagi. Sebab, dimata dunia memang sudah memandang bahwa Indonesia mempunyai kekayaan alam yang sangat berpotensi untuk kemajuan dan peningkatan ekonomi.
Seiring dengan meningkatnya pertambahan jumlah penduduk maka meningkat pula kebutuhan manusia terhadap kegiatan sehari hari seperti kebutuhan sandang, pangan, papan, air bersih dan energi. Banyaknya peningkatan kebutuhan manusia tersebut maka mengakibatkan eksploitasi terhadap sumber daya alam semakin tinggi dan cenderung mengabaikan aspek-aspek lingkungan hidup. Pertambahan jumlah penduduk dengan segala konsekuensinya akan memerlukan lahan yang luas untuk melakukan aktivitas dan memanfaatkan sumber daya alam untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Eksploitasi sumber daya alam yang berlebihan akan berdampak pada penurunan kelestarian sumber daya alam dan fungsi lingkungan. Salah satu bentuk eksploitasi sumberdaya alam adalah kegiatan penambangan. Kegiatan penambangan banyak terjadi di wilayah Indonesia, salah satunya di Kabupaten Kediri.
Dan seiring meningkatnya pembangunan di era sekarang maka kebutuhan akan pasir atau sirtu ikut meningkat. Sehingga penambangan terhadap pasir baik yang sifatnya legal atau illegal juga terus meningkat.
UUD 1945 Pasal 33 ayat (3) menyebutkan : “Bumi air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar besarnnya kemakmuran rakyat”. Dikuasai oleh Negara memaknai Hak Pengusaan Negara atas asset kekayaan alam. Digunakan untuk sebesar besarnya kemakmuran rakyat dimaknai Hak kepemilikan yang sah atas kekayaan alam adalah rakyat Indonesia. Kedua makna itu merupakan kesatuan. Hak penguasaan Negara merupakan instrument sedangkan “sebesar besarnya kemakmuran rakyat” adalah tujuan akhir pengelolaan kekayaan alam.
Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33 ayat (3) menegaskan bahwa bumi, dan air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Mengingat mineral dan batubara sebagai kekayaan alam yang terkandung di dalam bumi merupakan sumber daya alam yang tak terbarukan, pengelolaannya perlu dilakukan seoptimal mungkin, efisien, transparan, berkelanjutan dan berwawasan lingkungan, serta berkeadilan agar memperoleh manfaat sebesar-besar bagi kemakmuran rakyat secara berkelanjutan.
Dalam Pertambangan di Indonesia menurut UU No.11 Tahun 1967, bahan tambang tergolong menjadi 3 jenis, yakni Golongan A (yang disebut sebagai bahan strategis), Golongan B (bahan vital), dan Golongan C (bahan tidak strategis dan tidak vital).
Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1980 menjelaskan secara rinci bahan-bahan galian apa saja yang termasuk dalam gologan A, B dan C.
Ø  Bahan Golongan A merupakan barang yang penting bagi pertahanan, keamanan, dan strategis untuk menjamin perekonomian negara dan sebagian besar hanya diizinkan untuk dimiliki oleh pihak pemerintah, contohnya minyak, uranium dan plutonium. Sementara,
Ø  Bahan Golongan B dapat menjamin hidup orang banyak, contohnya emas, perak, besi dan tembaga.
Ø  Bahan Golongan C adalah bahan yang tidak dianggap langsung mempengaruhi hayat hidup orang banyak, contohnya garam, pasir, marmer, batu kapur, tanah liat, dan asbes.
Guna memenuhi ketentuan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 tersebut, telah diterbitkan UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan. Undang-undang tersebut selama lebih kurang empat dasawarsa sejak diberlakukannya telah dapat memberikan sumbangan yang penting bagi pembangunan nasional. Dalam perkembangan lebih lanjut, undang-undang tersebut yang materi muatannya bersifat sentralistik sudah tidak sesuai dengan perkembangan situasi sekarang dan tantangan di masa depan. Di samping itu, pembangunan pertambangan harus menyesuaikan diri dengan perubahan lingkungan strategis, baik bersifat nasional maupun internasional. Tantangan utama yang dihadapi oleh pertambangan mineral dan batubara adalah pengaruh globalisasi yang mendorong demokratisasi, otonomi daerah, hak asasi manusia, lingkungan hidup, perkembangan teknologi dan informasi, hak atas kekayaan intelektual serta tuntutan peningkatan peran swasta dan masyarakat.
Untuk menghadapi tantangan lingkungan strategis dan menjawab sejumlah permasalahan tersebut, perlu disusun peraturan perundang-undangan baru di bidang pertambangan mineral dan batubara yang dapat memberikan landasan hukum bagi langkah-langkah pembaruan dan penataan kembali kegiatan pengelolaan dan pengusahaan pertambangan
mineral dan batubara.
Undang-Undang ini mengandung pokok-pokok pikiran sebagai berikut:
Ø  Mineral dan batubara sebagai sumber daya yang tak terbarukan dikuasai oleh negara dan pengembangan serta pendayagunaannya dilaksanakan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah bersama dengan pelaku usaha.
Ø  Pemerintah selanjutnya memberikan kesempatan kepada badan usaha yang berbadan hukum Indonesia, koperasi, perseorangan, maupun masyarakat setempat untuk melakukan pengusahaan mineral dan batubara berdasarkan izin, yang sejalan dengan otonomi daerah, diberikan oleh Pemerintah dan/atau pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya masing-masing.
Ø  Dalam rangka penyelenggaraan desentralisasi dan otonomi daerah, pengelolaan pertambangan mineral dan batubara dilaksanakan berdasarkan prinsip eksternalitas, akuntabilitas, dan efisiensi yang melibatkan Pemerintah dan pemerintah daerah.
Ø  Usaha pertambangan harus memberi manfaat ekonomi dan sosial yang sebesar-besar bagi kesejahteraan rakyat Indonesia.
Ø  Usaha pertambangan harus dapat mempercepat pengembangan wilayah dan mendorong kegiatan ekonomi masyarakat/pengusaha kecil dan menengah serta mendorong tumbuhnya industri penunjang pertambangan.
Ø  Dalam rangka terciptanya pembangunan berkelanjutan, kegiatan usaha pertambangan harus dilaksanakan dengan memperhatikan prinsip lingkungan hidup, transparansi, dan partisipasi masyarakat.

B.     DAMPAK
1.       DAMPAK PERTAMBANGAN TERHADAP LINGKUNGAN.
Kegiatan penambangan akan menimbulkan dampak terhadap lingkungan sekitarnya adalah kegiatan penggalian  atau pengerukan  atau penambangan, pengangkutan dan reklamasi lahan bekas penambangan adalah sebagai berikut: Pengerukan atau penambangan, akibat pengerukan atau penambangan adalah terbentuknya cekungan-cekungan bekas penambangan. Dengan cara menerapkan tata cara penambangan yang baik dan benar serta mempertimbangkan aspek lingkungan tidak akan menimbulkan dampak negatif. Kualitas udara, dampak terhadap kualitas udara adalah peningkatan konsentrasi debu (partikulat) akibat aktivitas pengerukan atau penambangan dan pengangkutan, terutama berlangsung pada musim kemarau. Kuantitatif dampak relative kecil, hanya di sekitar Lokasi penggalian dan jalur transportasi yang dilalui dan berlangsung hanya untuk sementara waktu selama oprasi. Kualitas air, dampak terhadap kualitas air adalah perubahan sifat fisik, kimia serta biologi perairan. Perubahan tata guna lahan, dampak bersifat lokal dalam skala kecil dan bersifat sementara. Kebisingan, ditimbulkan oleh suara mesin alat berat (backhoe and truck hercules) yang menunjang aktifitas pengerukan/penambangan. Pengangkutan, beberapa komponen lingkungan yang diperkirakan akan terkena dampak dari kegiatan ini adalah ketenagakerjaan dan pendapatan. Kegiatan ini berdampak positif bagi penduduk di sekitar Lokasi kegiatan, kerena dapat membuka kesempatan kerja, memacu pertumbuhan sekitar sektor ekonomi masyarakat. Permasalahan Lingkungan Dalam Pembangunan Pertambangan Energi. Menurut jenis yang dihasilkan di Indonesia terdapat antara lain pertambangan minyak dan gas bumi ; logam – logam mineral antara lain seperti timah putih, emas, nikel, tembaga, mangan, air raksa, besi, belerang, dan lain-lain dan bahan – bahan organik seperti batubara, batu-batu berharga seperti intan, dan lain- lain.
Pembangunan dan pengelolaan pertambangan perlu diserasikan dengan bidang energi dan bahan bakar serta dengan pengolahan wilayah, disertai dengan peningkatan pengawasan yang menyeluruh. Pengembangan dan pemanfaatan energi perlu secara bijaksana baik itu untuk keperluan ekspor maupun penggunaan sendiri di dalam negeri serta kemampuan penyediaan energi secara strategis dalam jangka panjang. Sebab minyak bumi sumber utama pemakaian energi yang penggunaannya terus meningkat, sedangkan jumlah persediaannya terbatas. Karena itu perlu adanya pengembangan sumber-sumber energi lainnya seperti batu bara, tenaga air, tenaga air, tenaga panas bumi, tenaga matahari, tenaga nuklir, dan sebagainya.
Pencemaran lingkungan sebagai akibat pengelolaan pertambangan umumnya disebabkan oleh faktor kimia, faktor fisik, faktor biologis. Pencemaran lingkungan ini biasanya lebih daripada diluar pertambangan. Keadaan tanah, air dan udara setempat di tambang mempunyai pengarhu yang timbal balik dengan lingkunganya. Sebagai contoh misalnya pencemaran lingkungan oleh CO sangat dipengaruhi oleh keaneka ragaman udara, pencemaran oleh tekanan panas tergantung keadaan suhu, kelembaban dan aliran udara setempat. Suatu pertambangan yang lokasinya jauh dari masyarakat atau daerah industri bila dilihat dari sudut pencemaran lingkungan lebih menguntungkan daripada bila berada dekat dengan permukiman masyarakat umum atau daerah industri. Selain itu jenis suatu tambang juga menentukan jenis dan bahaya yang bisa timbul pada lingkungan. Akibat pencemaran pertambangan batu bara akan berbeda dengan pencemaran pertambangan mangan atau pertambangan gas dan minyak bumi. Keracunan mangan akibat menghirup debu mangan akan menimbulkan gejala sukar tidur, nyeri dan kejang – kejang otot, ada gerakan tubuh diluar kesadaran, kadang-kadang ada gangguan bicara dan impotensi. Melihat ruang lingkup pembangunan pertambangan yang sangat luas, yaitu mulai dari pemetaan, eksplorasi, eksploitasi sumber energi dan mineral serta penelitian deposit bahan galian, pengolahan hasil tambang dan mungkin sampai penggunaan bahan tambang yang mengakibatkan gangguan pad lingkungan, maka perlu adanya prioritas perhatian dan pengendalian terhadap bahaya pencemaran lingkungan dan perubahan keseimbangan ekosistem, agar sektor yang sangat vital untuk pembangunan ini dapat dipertahankan kelestariannya.
Dalam pertambangan dan pengolahan minyak bumi misalnya mulai eksplorasi,eksploitasi, produksi, pemurnian, pengolahan, pengangkutan, serta kemudian menjualnyatidak lepas dari bahaya seperti bahaya kebakaran, pengotoran terhadap lingkungan oleh bahan-bahan minyak yang mengakibatkan kerusakan flora dan fauna, pencemaran akibat penggunaan bahan-bahan kimia dan keluarnya gas-gas/ uap-uap ke udara pada proses pemurnian dan pengolahan.
Dalam rangka menghindari terjadinya kecelakaan pencemaran lingkungan dan gangguan keseimbangan ekosistem baik itu berada di lingkungan pertambangan ataupun berada diluar lingkungan pertambangan, maka perlu adanya pengawasan lingkungan terhadap :
a)      Cara Pengelolaan Pembangunan Pertambangan.
Sumber daya bumi di bidang pertambangan harus dikembangkan semaksimal mungkin untuk tercapainya pembangunan. Dan untuk ini perlu adanya survey dan evaluasi yang terintegrasi dari para alhi agar menimbulkan keuntungan yang besar dengan sedikit kerugian baik secara ekonomi maupun secara ekologis. Penggunaan ekologis dalam pembangunan pertambangan sangat perlu dalam rangka meningkatkan mutu hasil pertambangan dan untuk memperhitungkan sebelumnya pengaruh aktivitas pembangunan pertambangan pada sumber daya dan proses alam lingkungan yang lebih luas. Segala pengaruh sekunder pada ekosistem baik local maupun secara lebih luas perlu dipertimbangkan dalam proses perencanaan pembangunan pertambangan, dan sedapatnya evaluasi sehingga segala kerusakan akibat pembangunan pertambangan ini dapat dihindari atau dikurangi, sebab melindungi ekosistem lebih mudah daripada memperbaikinya. Dalam pemanfaatan sumber daya pertambangan yang dapat diganti perencanaan, pengolahan dan penggunaanya harus hati-hati se-effisien mungkin. Harus tetap diingat bahwa generasi mendatang harus tetap dapat menikmati hasil pembangunan pertambangan ini.
b)     Kecelakaan di Pertambangan
Usaha pertambangan adalah suatu usaha yang penuh dengan bahaya. Kecelakaan-kecelakaan yang sering terjadi, terutama pada tambang-tambang yang lokasinya jauh dari tanah. Kecelakaan baik itu jatuh, tertimpa benda-benda, ledakan-ledakan maupun akibat pencemaran atau keracunan oleh bahan tambang. Oleh karena itu tindakan – tindakan penyelamatan sangatlah diperlukan, misalnya memakai pakaian pelindung saat bekerja dalam pertambangan seperti topi pelindung, but, baju kerja, dan lain – lain. Contoh sederhana karena kecelakaan kerja adalah terjadinya lumpur lapindo yang terdapat di Porong, sidoarjo. Tragedi semburan lumpur lapindo yang terjadi beberapa tahun silam, setidaknya menjadi bukti adanya kelalaian pekerja tambang minyak yang lupa menutup bekas lubang untuk mengambil minyak bumi. Semburan di Porong, sidoarjo bukan fenomena baru di kawasan Jawa Timur. Fenomena yang sama terjadi di Mojokerto, Surabaya, Gunung Anyar, Rungkut, Purwodadi, jawa Tengah serta kota-kota yang notabene banyak bermunculnya industri pertambangan juga pabrik-pabrik perindustrian . Bila melihat empat lokasi tersebut, Porong ternyata berada pada jalur gunung api purba. Gunung api ini mati jutaan tahun yang lalu dan tertimbun lapisan batuan dengan kedalaman beberapa kilometer dibawah permukaan tanah saat ini. Tinjauan aspek geologi dan penelitian sempel material lumpur di laboratorium yang dilakukan Tim Ahli Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) sejak juni hingga pertengahan juli menunjukkan, material yang dikeluarkan ke permukaan bumi memang berasal dari produk gunung berap purba.
c)      Penyehatan Lingkungan Pertambangan, Pencemaran, dan Penyakit” yang Timbul.
Program Lingkungan Sehat bertujuan untuk mewujudkan mutu lingkungan hidup yang lebih sehat melalui pengembangan system kesehatan kewilayahan untuk  menggerakkan  pembangunan  lintas   sektor   berwawasan  kesehatan
Adapun kegiatan pokok untuk mencapai tujuan tersebut meliputi:
1). Penyediaan Sarana Air Bersih dan Sanitasi Dasar.
2). Pemeliharaan dan Pengawasan Kualitas Lingkungan.
3). Pengendalian dampak risiko lingkungan.
4). Pengembangan wilayah sehat.
d)     Pencapaian tujuan penyehatan lingkungan merupakan akumulasi berbagai pelaksanaan kegiatan dari berbagai lintas sektor, peran swasta dan masyarakat dimana pengelolaan kesehatan lingkungan merupakan penanganan yang paling kompleks, kegiatan tersebut sangat berkaitan antara satu dengan yang lainnya yaitu dari hulu berbagai lintas sector ikut serta berperan (Perindustrian, KLH, Pertanian, PU dll) baik kebijakan dan pembangunan fisik dan Departemen Kesehatan sendiri terfokus kepada hilirnya yaitu pengelolaan dampak kesehatan.
e)      Penyediaan Air Bersih Dan Sanitasi. Adanya perubahan paradigma dikade ini didalam pembangunan sektor air minum dan penyehatan lingkungan dalam penggunaan prasarana dan sarana yang dibangun, melalui kebijakan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan yang ditandatangani oleh Bappenas, Departemen Kesehatan, Departemen Dalam Negeri serta Departemen Pekerjaan Umum sangat cukup signifikan terhadap penyelenggaraan kegiatan penyediaan air bersih dan sanitasi khususnya di daerah. Strategi pelaksanaan yang diantaranya meliputi penerapan pendekatan tanggap kebutuhan, peningkatan sumber daya manusia, kampanye kesadaran masyarakat, upaya peningkatan penyehatan lingkungan, pengembangan kelembagaan dan penguatan sistem monitoring serta evaluasi pada semua tingkatan proses pelaksanaan menjadi acuan pola pendekatan kegiatan penyediaan Air Bersih dan Sanitasi. Direktorat Penyehatan Lingkungan sendiri guna pencapaian akses air bersih dan sanitasi diperkuat oleh tiga Subdit Penyehatan Air Bersih, Pengendalian Dampak Limbah, Serta Penyehatan Sanitasi Makanan dan Bahan Pangan juga didukung oleh kegiatan dimana Pemerintah Indonesia bekerjasama dengan donor agency internasional, seperti : ADB, KFW German, WHO, UNICEF, dan World Bank yang diimplementasikan melalui kegiatan CWSH, WASC, Pro-Air, WHO, WSLIC-2 dengan kegiatan yang dilaksanakan adalah pembinaan dan pengendalian sarana dan prasarana dasar pedesaan masyarakt miskin bidang kesehatan dengan tujuan meningkatkan status kesehatan, produktifitas, dan kualitas hidup masyarakat yang berpenghasilan rendah di pedesaan khususnya dalam pemenuhan penyediaan air bersih dan sanitasi. Menurut pengamatan dan realita industri  pertambangan memang sangat berperan penting bagi jaman sekarang. Soalnya smua kehidupan di bumi ini menggunakan bahan-bahan yang ada di pertambangan. Contohnya :
1)      Biji   besi    digunakan  sebagai   bahan   dasar   membuat    alat-alat  rumah tangga, mobil, motor, dll.
2)      Alumunium digunakan sebagai bahan dasar membuat pesawat.
3)      Emas digunakan untuk membuat kalung, anting, cincin.
4)      Tembaga digunakan sebagai bahan dasar membuat kabel
5)      Dan   masih  banyak   lagi   seperti   perak,  baja,    nikel,    batu bara,timah, pasir kaca, dll.
f)       Kerusakan Lingkungan di Pertambangan.
Seperti yang dikatakan bahwa dimana ada suatu aktivitas pasti disitu ada kerusakan lingkungan. Dan kerusakan lingkungan di pertambangan adalah :
1)      Pembukaan Lahan Secara Luas.
Dalam masalah ini biasanya investor membuka lahan besar-besaran,ini menimbulkan pembabatan hutan di area tersebut. Di takutkan apabila area ini terjadi longsor banyak memakan korban jiwa.
2)      Menipisnya SDA Yang Tidak Bisa Diperbaharuhi.
Hasil petambangan merupakan Sumber Daya yang Tidak Dapat diperbarui lagi. Ini menjadi kendala untuk masa-masa yang akan datang. Dan bagi generasi penerus atau anak cucu kita.
3)      Masyarakat Dipinggir Area Pertambangan Menjadi Terganggu. Biasanya pertambangan membutuhkan alat-alat besar yang dapat memecahkan telinga. Dan biasanya kendaraan berlalu-lalang melewati jalanan warga. Dan terkadang warga danmasyarakat menjadi kesal.
4)      Pembuangan Limbah Pertambangan Tidak Sesuai Tempatnya.        Dari sepenggetahuan saya bahwa ke banyakan pertambangan banyak membuang limbahnya tidak sesuai tempatnya. Biasanya mereka membuangnya di kali,sungai,ataupun laut. Limbah tersebut tak jarang dari sedikit tempat pertambangan belum di filter. Hal ini mengakibatkan rusaknya di sector perairan.
5)      Pencemaran Udara.
Di saat pertambangan memerlukan api untuk meleburkan bahan mentah,biasanya penambang tidak memperhatikan asap yang di buang ke udara. Hal ini mengakibatkan rusaknya ozon. Sejauh mana Kita mengetahui tentang cara pengelolaan pembangunan Pertambangan ?. Dari petinjauan saya,bahwa pengelolaan pembangunan pertambangan membutuhkan dana dari investor,tenaga kerja yang terlatih, alat-alat pertambangan, dan area pertambangan. Dari survey saya, pertambangan di Indonesia ada dua jenis, yang pertama lewat jalan illegal,yang kedua non-ileggal. Biasanya yang membedakan illegal dan non-illegal adalah hak pertambangan meliputi pajak negara. Penanaman modal untuk pertambangan terhitung milyaran ataupun trilyunan. Sedangkan area pertambangan di Indonesia tersebar dimana-mana. Investor-investor yang menanamkan modalnya biasanya takut bangkrut,dikarenakan rupiah sangat kecil nilainya. Dari pengalaman yang terjadi, di area pertambangan biasanya tertimbun dalam area tersebut. Ini biasanya dikarenakan gempa atau retaknya lapisan tanah. Adapun kecelakaan dikarenakan lalai atau ceroboh disaaat bekerja. Hal ini sering terjadi di area pertambangan,dan tak ada satu orang pun yang tewas karena hal seperti itu. Biasanya dapat dilihat bahwa dari sisi keamanan belum terjamin keselamatannya. Hal ini menjadi bertambahnya angka kematian di area pertambangan. Memang jelas berbeda dari pertambangan yang terdapat di negara meju. Negara mereka menggunakan alat-alat yang lebih canggih lagi dari pada negara kita. Dan tingkat keselamatan jauh lebih aman dari pada di negara ini.
6)      Industri.
Permasalahan Lingkungan Dalam Pembangunan Industri Lingkungan merupakan suatu topik yang tidak akan pernah mati untuk dibahas. Lingkungan adalah kombinasi antara kondisi fisik yang mencakup keadaan sumber daya alam seperti tanah, air, energi surya, mineral, serta flora dan fauna yang tumbuh di atas tanah maupun di dalam lautan, dengan kelembagaan yang meliputi ciptaan manusia seperti keputusan bagaimana menggunakan lingkungan fisik tersebut. Lingkungan terdiri dari komponen abiotik dan biotik. Komponen abiotik adalah segala yang tidak bernyawa seperti tanah, udara, air, iklim, kelembaban, cahaya, bunyi. Sedangkan komponen biotik adalah segala sesuatu yang bernyawa seperti tumbuhan, hewan, manusia dan mikro-organisme (virus dan bakteri). Kita sebagai salah satu makhluk hidup di dunia tidak akan bisa terpisah dari lingkungan. Lingkungan ini banyak di manfaatkan oleh seluruh makhluk hidup, salah satunya oleh manusia lingkungan di jadikan kerabat untuk melakukan kegiatan pembangunan  industri. Namun di balik semua kegiatan pembangunan industri terdapat banyak masalah yang harus di tindak lanjuti. Misalnya saja pencemaran lingkungan sebagai dampak dari proses pertambangan umumnya disebabkan oleh bahan yang dapat berupa faktor kimia, fisika dan biologi. Pencemaran ini biasanya terjadi di dalam dan di luar pertambangan yang dapat  berbeda antara satu jenis pertambangan dengan jenis pertambangan lainnya. Contoh Pertambangan minyak bumi yang mempunyai aktivitas mulai dari eksplorasi, produksi, pemurnian, pengolahan, penganngkutan, dan penjualan tidak lepas dari berbagai bahaya.
7)      Keracunan Bahan Logam/Metaloid pada Industrialisasi.
Manusia bukan hanya menderita sakit karena menghirup udara yang tercemar, tetapi juga akibat mengasup makanan yang tercemar logam berat. Sumbernya sayur-sayuran dan buah-buahan yang ditanam di lingkungan yang tercemar atau daging dari ternak yang makan rumput yang sudah mengandung logam berat yang sangat berbahaya bagi kesehatan manusia. Akhir-akhir ini kasus keracunan logam berat yang berasal dari bahan pangan semakin meningkat jumlahnya. Pencemaran logam berat terhadap alam lingkungan merupakan suatu proses yang erat hubungannya dengan penggunaan bahan tersebut oleh manusia. Pencemaran lingkungan oleh logam berat dapat terjadi jika industri yang menggunakan logam tersebut tidak memperhatikan keselamatan lingkungan, terutama saat membuang limbahnya. Logam-logam tertentu dalam konsentrasi tinggi akan sangat berbahaya bila ditemukan di dalam lingkungan (air, tanah, dan udara). Sumber utama kontaminan logam berat sesungguhnya berasal dari udara dan air yang mencemari tanah. Selanjutnya semua tanaman yang tumbuh di atas tanah yang telah tercemar akan mengakumulasikan logam-logam tersebut pada semua bagian (akar, batang, daun dan buah). Ternak akan memanen logam-logam berat yang ada pada tanaman dan menumpuknya pada bagian-bagian dagingnya. Selanjutnya manusia yang termasuk ke dalam kelompok omnivora (pemakan segalanya), akan tercemar logam tersebut dari empat sumber utama, yaitu udara yang dihirup saat bernapas, air minum, tanaman (sayuran dan buah-buahan), serta ternak (berupa daging, telur, dan susu). Sesungguhnya, istilah logam berat hanya ditujukan kepada logam yang mempunyai berat jenis lebih besar dari 5 g/cm3. Namun, pada kenyataannya, unsur-unsur metaloid yang mempunyai sifat berbahaya juga dimasukkan ke dalam kelompok tersebut. Dengan demikian, yang termasuk ke dalam kriteria logam berat saat ini mencapai lebih kurang 40 jenis unsur. Beberapa contoh logam berat yang beracun bagi manusia adalah: arsen (As), kadmium (Cd), tembaga (Cu), timbal (Pb), merkuri (Hg), nikel (Ni), dan seng (Zn).
Ø  Arsen
Arsen (As) atau sering disebut arsenik adalah suatu zat kimia yang ditemukan sekitar abad-13. Sebagian besar arsen di alam merupakan bentuk senyawa dasar yang berupa substansi inorganik. Arsen inorganik dapat larut dalam air atau berbentuk gas dan terpapar pada manusia. Menurut National Institute for Occupational Safety and Health (1975), arsen inorganik bertanggung jawab terhadap berbagai gangguan kesehatan kronis, terutama kanker. Arsen juga dapat merusak ginjal dan bersifat racun yang sangat kuat.
Ø  Merkuri
Merkuri (Hg) atau air raksa adalah logam yang ada secara alami, merupakan satu-satunya logam yang pada suhu kamar berwujud cair. Logam murninya berwarna keperakan, cairan tak berbau, dan mengkilap. Bila dipanaskan sampai suhu 3570C, Hg akan menguap. Selain untuk kegiatan penambangan emas, logam Hg juga digunakan dalam produksi gas klor dan soda kaustik, termometer, bahan tambal gigi, dan baterai.
Walaupun Hg hanya terdapat dalam konsentrasi 0,08 mg/kg kerak bumi, logam ini banyak tertimbun di daerah penambangan. Hg lebih banyak digunakan dalam bentuk logam murni dan organik daripada bentuk anorganik. Logam Hg dapat berada pada berbagai senyawa. Bila bergabung dengan klor, belerang, atau oksigen, Hg akan membentuk garam yang biasanya berwujud padatan putih. Garam Hg sering digunakan dalam krim pemutih dan krim antiseptik.
Ø  Timbal
Logam timbal (Pb) merupakan logam yang sangat populer dan banyak dikenal oleh masyarakat awam. Hal ini disebabkan oleh banyaknya Pb yang digunakan di industri nonpangan dan paling banyak menimbulkan keracunan pada makhluk hidup. Pb adalah sejenis logam yang lunak dan berwarna cokelat kehitaman, serta mudah dimurnikan dari pertambangan. Dalam pertambangan, logam ini berbentuk sulfida logam (PbS), yang sering disebut galena. Senyawa ini banyak ditemukan dalam pertambangan di seluruh dunia. Bahaya yang ditimbulkan oleh penggunaan Pb ini adalah sering menyebabkan keracunan.
8)      Keracunan Bahan Organis pada Industrialisasi.
Kemajuan industri selain membawa dampak positif seperti meningkatnya pendapatan masyarakat dan berkurangnya pengangguran juga mempunyai dampak negatif yang harus diperhatikan terutama menjadi ancaman potensial terhadap lingkungan sekitarnya dan para pekerja di industri. Salah satu industri tersebut adalah industri bahan – bahan organik yaitu  metil alkohol, etil alkohol dan diol. Tenaga kerja sebagai sumber daya manusia adalah aset penting dari kegiatan industri, disamping modal dan peralatan. Oleh karena itu tenaga kerja harus dilindungi dari bahaya – bahaya lingkungan kerja yang dapat mengancam kesehatannya. Metil alkohol dipergunakan sebagai pelarut cat, sirlak, dan vernis dalam sintesa bahan – bahan kimia untuk denaturalisasi alkohol, dan bahan anti beku. Pekerja – pekerja di industri demikian mungkin sekali menderita keracunan methanol. Keracunan tersebut mungkin terjadi oleh karena menghirupnya, meminumnya atau  karena absorbsi kulit. Keracunan akut yang ringan ditandai dengan perasaan lelah, sakit kepala, dan penglihatan kabur, Keracunan sedang dengan gejala sakit kepala yang berat, mabuk , dan muntah, serta depresi susunan syaraf pusat, penglihatan mungkin buta sama sekali baik sementara maupun selamanya. Pada keracunan yang berat terdapat pula gangguan pernafasan yang dangkal, cyanosis, koma, menurunnya tekanan darah, pelebaran pupil dan bahkan dapat mengalami kematian yang disebabkan kegagalan pernafasan. Keracunan kronis biasanya terjadi oleh karena menghirup metanol ke paru – paru secara terus menerus yang gejala – gejala utamanya adalah kabur penglihatan yang lambat laun mengakibatkan kebutaan secara permanen. Nilai Ambang Batas (NAB) untuk metanol di udara ruang kerja adalah 200 ppm atau  260 mg permeterkubik udara. Etanol atau etil alkohol digunakan sebagai pelarut, antiseptik, bahan permulaan untuk sintesa bahan -bahan lain. Dan untuk membuat minuman keras. Dalam pekerjaan – pekerjaan tersebut keracunan akut ataupun kronis bisa terjadi oleh karena meminumnya, atau kadang – kadang oleh karena menghirup udara yang mengandung bahan tersebut, Gejala – gejala pokok dari suatu keracunan etanol adalah depresi susunan saraf sentral. Untunglah di Indonesia minum minuman keras banyak di hindari oleh pekerja sehingga ”problem drinkers” di industri – industri tidak ditemukan, NAB di udara ruang kerja adalah 1000 ppm atau 1900 mg permeter kubik. Keracunan – keracunan oleh persenyawaan – persenyawaan tergolong alkohol dengan rantai lebih panjang sangat jarang, oleh karena makin panjang rantai makin rendah daya racunnya. Simtomatologi , pengobatan, dan pencegahannya hampir sama seperti untuk etanol. Seperti halnya etanol, persenyawaan – persenyawaan  yang tergolong diol mengakibatkan depresi susunan saraf pusat dan kerusakan – kerusakan organ dalam seperti ginjal, hati dan lain – lain. Tanda terpenting keracunan adalah anuria dan narcosis. Keracunan akut terjadi karena meminumnya, sedangkan keracunan kronis disebabkan penghirupan udara yang mengandung bahan tersebut. Pencegahan – pencegahan antara lain dengan memberikan tanda – tanda  jelas kepada tempat – tempat penyimpanan bahan tersebut. Keracunan toksikan  tersebut di atas tidak akan terjadi manakala lingkungan kerja tidak sampai melebihi  Nilai Ambang Batas dan pemenuhan standar dilakukan secara ketat.
9)      Perlindungan Masyarakat Sekitar Perusahaan Industri.
Masyarakat sekitar suatu perusahaan industri harus dilindungi dari pengaruh-pengaruh buruk yang mungkin ditimbulkan oleh industrialisasi dari kemungkinan pengotoran udara, air, makanan, tempat sekitar dan lain-lain oleh sampah, air bekas dan udara dari perusahaan-perusahaan industri.
Semua perusahaan industri harus memperhatikan kemungkinan adanya pencemaran lingkungan, dimana segala macam hasil buangan sebelum dibuang harus betul-betul bebas dari bahan yang bisa meracuni.
Untuk maksud tersebut, sebelum bahan-bahan tadi keluar dari suatu industri harus diolah dahulu melalui proses pengolahan. Cara pengolahan ini tergantung dari bahan apa yang dikeluarkan. Bila gas atau uap beracun bisa dengan pembakaran atau dengan cara pencuciaan melalui proses kimia sehingga uap/ udara yang keluar bebas dari bahan-bahan yang berbahaya. Untuk udara atau air buangan yang mengandung partikel/bahan beracun, bisa dengan cara pengendapan, penyaringan atau secara reaksi kimia sehingga bahan yang keluar tersebut menjadi bebas dari bahan-bahan yang berbahaya.
Pemilihan cara ini pada umumnya didasarkan atas faktor-faktor :
Ø  Bahaya tidaknya bahan-bahan buangan tersebut.
Ø  Besarnya biaya agar secara ekonomi tidak merugikan perusahaan
Ø  Derajat efektifnya cara yang dipakai.
Ø  Kondisi lingkungan setempat.
Selain oleh bahan-bahan buangan, masyarakat juga harus terlindungi dari bahaya-bahaya oleh karena produk-produknya sendiri dari suatu industri. Dalam hal ini pihak konsumen harus terhindar dari kemungkinan keracunan atau terkenanya penyakit oleh hasil-hasil produksi.
10)  Dampak Lingkungan Industri.
Kita telah menciptakan kerusakan bagi ekosistem kita sendiri. Bumi kita memiliki banyak sekali keanekaragaman jenis dan sumber daya alam. Manusia, atau yang disebut kita sendiri, terdiri dari triliunan sel. Sel-sel tersebut menjalani sebuah proses yang berhubungan dengan kehidupan. Itu mengindikasikan bahwa manusia adalah bagian dari alam yang memiliki posisi sangat penting. Intelektual manusia, yang menyebabkan bumi ini diambang kehancuran.
Peningkatan taraf hidup bangsa Indonesia harus terus diusahakan melalui pertumbuhan ekonomi yang pesat dengan cara memajukan pembangunan. Salah satu unsur penting dalam pembangunan tersebut adalah pembangunan di bidang industri. Namun dalam kegiatan industri akan diikuti dengan dampak negatif industri terhadap lingkungan hidup manusia.
Selain memberikan dampak-dampak positif, pengembangan Kawasan Industri juga memiliki dampak-dampak yang negatif. Dampak yang negatif/kerugian ini kebanyakan berkaitan dengan aspek lingkungan. Limbah industri yang toksik akan memperburuk kondisi lingkungan, meningkatkan penyakit pada manusia, dan kerusakan pada komponen lingkungan lainnya. Limbah cair industri paling sering menimbulkan masalah lingkungan seperti kematian ikan, keracunan pada manusia dan ternak, kematian plankton, akumulasi dalam daging ikan dan molusca, terutama bila limbah cair tersebut mengandung racun seperti: As, CN, Cr, Cd, Cu, F, Hg, Pb, atau Zn. Akumulasi racun dalam tubuh pada konsentrasi yang tidak dapat ditoleransi bisa melumpuhkan organ bahkan mematikan fungsi kerja otak.
11)  Pertumbuhan Ekonomi dan Lingkungan Hidup Terhadap Pembangunan Industri.
Masyarakat sekitar suatu perusahaan industri harus dilindungi dari pengaruh-pengaruh buruk yang mungkin ditimbulkan oleh industrialisasi dari kemungkinan pengotoran udara, air, makanan, tempat sekitar dan lain sebagainya yang mungkin dapat tercemari oleh limbah perusahaan industri.
Semua perusahaan industri harus memperhatikan kemungkinan adanya pencemaran lingkungan dimana segala macam hasil buangan sebelum dibuang harus betul-betul bebas dari bahan yang bisa meracuni.
Untuk maksud tersebut, sebelum bahan-bahan tadi keluar dari suatu industri harus diolah dahulu melalui proses pengolahan. Cara pengolahan ini tergantung dari bahan apa yang dikeluarkan. Bila gas atau uap beracun bisa dengan cara pembakaran atau dengan cara pencucian melalui peroses kimia sehingga uadara/uap yang keluar bebas dari bahan-bahan yang berbahaya. Untuk udara atau air buangan yang mengandung partikel/bahan-bahan beracun, bisa dengan cara pengendapan, penyaringan atau secara reaksi kimia sehingga bahan yang keluar tersebut menjadi bebas dari bahan-bahan yang berbahaya.
Pemilihan cara ini pada umumnya didasarkan atas faktor-faktor :
Ø  Bahaya tidaknya bahan-bahan buangan tersebut.
Ø  Besarnya biaya agar secara ekonomi tidak merugikan.
Ø  Derajat efektifnya cara yang dipakai.
Ø  Kondisi lingkungan setempat.
Selain oleh bahan bahan buangan, masyarakat juga harus terlindungi dari bahaya-bahaya oleh karena produk-produknya sendiri dari suatu industri. Dalam hal ini pihak konsumen harus terhindar dari kemungkinan keracunan atau terkenanya penyakit dari hasil-hasil produksi. Karena itu sebelum dikeluarkan dari perusahaan produk-produk ini perlu pengujian telebih dahulu secara seksama dan teliti apakah tidak akan merugikan masyarakat.
Perlindungan masyarakat dari bahaya-bahaya yang mungkin ditimbulkan oleh produk-produk industi adalah tugas wewenang Departeman Perindustrian, PUTL, Kesehatan dan lain-lain. Dalam hal ini Lembaga Konsumen Nasional akan sangat membantu masyarakat dari bahaya-bahaya ketidakbaikan hasil-hasil produk khususnya bagi para konsumen umumnya bagi kepentingan masyarakat secara luas.
Berdasarkan data dari Biro Pelatihan Tenaga Kerja, penyebab kecelakaan yang pernah terjadi sampai saat ini adalah diakibatkan oleh perilaku yang tidak aman sebagai berikut K3 :
Ø  Sembrono dan tidak hati-hati
Ø  Tidak mematuhi peraturan
Ø  Tidak mengikuti standar prosedur kerja.
Ø  Tidak memakai alat pelindung diri
Ø  Kondisi badan yang lemah
Persentase penyebab kecelakaan kerja yaitu 3% dikarenakan sebab yang tidak bisa dihindarkan (seperti bencana alam), selain itu 24% dikarenakan lingkungan atau peralatan yang tidak memenuhi syarat dan 73% dikarenakan perilaku yang tidak aman. Cara efektif untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja adalah dengan menghindari terjadinya lima perilaku tidak aman yang telah disebutkan di atas.
Ada dua sebab utama terjadinya suatu kecelakaan.
Ø  Tindakan yang tidak aman.
Ø  Kondisi kerja yang tidak aman .
Orang yang mendapat kecelakaan luka-luka sering kali disebabkan oleh orang lain atau karena tindakannya sendiri yang tidak menunjang keamanan kecelakaan sering terjadi yang diakibatkan oleh lebih dari satu sebab. Kecelakaan dapat dicegah dengan menghilangkan hal – hal yang menyebabkan kecelakan
Beberapa contoh tindakan yang tidak aman:
Ø  Memakai peralatan tanpa menerima pelatihan yang tepat
Ø  Memakai alat atau peralatan dengan cara yang salah
Ø  Tanpa memakai perlengkapan alat pelindung, seperti kacamata pengaman, sarung tangan atau pelindung kepala
Ø  Bersendang gurau, tidak konsentrasi, bermain-main dengan teman sekerja atau alat perlengkapan lainnya.
sikap tergesa-gesa dalam melakukan pekerjaan dan membawa barang berbahaya di tenpat kerja
Ø  Membuat gangguan atau mencegah orang lain dari pekerjaannya atau mengizinkan orang lain mengambil alih pekerjaannya, padahal orang tersebut belum mengetahui pekerjaan tersebut.

2.      Analisis Mengenai Dampak Lingkungan.
Lingkungan hidup yang merupakan harta warisan yang harus dijaga keutuhannya dari tangan tangan yang tidak bertanggung jawab, tampaknya tidak dapat dipertahankan lagi keutuhannya, sebagai akibat kerakusan manusia dalam memenuhi kebutuhan ekonominya. Pemenuhan kebutuhan ekonomi tampaknya adalah segalanya meskipun hanya mengorbankan kepentingan lingkungan yang sebenarnya merupakan kepentingan seluruh bangsa didunia pada umumnya dan bangsa Indonesia pada khususnya.
Menurut Pasal 1 ayat  (1) PP No.27 Tahun  1999 dibedakan antara istilah AMDAL dan ANDAL. Analisis Mengenai dampak Lingkungan (AMDAL) adalah kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan atau kegiatan yang direncanakan, pada lingkungan hidup, yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan uasaha atau kegiatan. Sedangkan ANDAL kepanjangan dari Analisis dampak lingkungan adalah : telah secara cermat dan mendalam, tentang dampak besar dan penting suatu rencana usaha dan atau kegiatan.
Djanius Djamin, (2007:5) pengkajian AMDAL mendahului suatu aktivitas atau usaha untuk mengetahui seberapa besar kemungkinan dampak atau kerusakan pada kawasan tertentu sebagai akibat aktivitas suatu usaha, pabrik atau industribaik menggunakan teknologi yang tapat untuk pencegahan dan meminimumkan dampak yang timbul.
AMDAL berkaitan erat dengan perijinan lingkungan karena AMDAL adalah bagian dari prosedur perijinan, dalam praktiknya AMDAL lebih mengarah pada penonjolan ketentuan administrasinya. Pemenuhan persyaratan AMDAL sebetulnya lebih banyak di dorong karena merupakan kewajiban yang diperintahkan Undang Undang bukan karena kesadaran ekologis.
Pasal 16 UULH berbunyi sebagai berikut : “ Setiap rencana yang diperkirakan mempunyai dampak penting terhadap lingkungan wajib dilengkapi dengan analisis mengenai dampak lingkungan yang pelaksanaanya diatur dengan Peraturan Pemerintah ”. pada dasarnya semua usaha dan kegiatan pembangunan menimbulkan dampak terhadap lingkungan hidup. Perncanaan awal suatu usaha atau kegiatan pembangunan sudah harus memuat perkiraan dampaknya yang penting terhadap lingkungan hidup, guna dijadikan pertimbangan apakah untuk rencana tersebut perlu dibuat analisis mengenai dampak lingkungan.
a.        Tinjauan tentang aspek Integrasi dan Disintegrasi :
1)      Pengertian Integritas
Istilah integrasi sosial menurut Ogbrun dan Ninkoff, merupakan suatu ikatan sosial berdasarkan pada nilai dan norma yang disepakati bersama dan memberi tuntunan tentang bagaimana individu berperikau (Mengutip buku Suminar yang berjudul Integrasi dan Disintegrasi Dalam Perspektif Budaya, 2003:3) Integrasi berhasil apabila :
Ø  Anggota masyarakat merasa bahwa mereka berhasil mengisi kebutuhan satu sama lain.
Ø  Tercapai semacam konsensus mengenai norma norma dan nilai nilai sosial.
Ø  Norma norma cukup lama konsisten dan tidak berubah-ubah. Unsur terpenting dalam pengorganisasian dan solidaritas kelompok antara laian kemargaan, perkawinan, persamaan agama, persamaan bahasa dan adat, kesamaan tanah, wilayah, tanggung jawab atas pekerjaan sama, tanggung jawab dalam dalam mempertahankan eksistensi, ekonomi, ikatan lembaga yang sama, pertahanan bersama, dan pengalaman, kerja sama/bantuan sama, dan pengalaman, tindakan dan kehidupan bersama.
Integrasi berasal dari bahasa Inggris “integration” yang berarti kesempurnaan atau keseluruhan. Dalam hal ini integrasi social dimaknai sebagai proses penyesuaian diantara unsur-unsur yang saling berbeda dalam kehidupan masyarakat sehingga menghasilkan pola kehidupan masyarakat yang memiliki keserasian fungsi. Sedangkan definisi lain dari integrasi adalah suatu keadaan dimana kelompok-kelompok etnik beradaptasi terhadap kebudayaan mayoritas masyarakat, namun masih tetap mempertahankan kebudayaan mereka masing-masing. Sehingga integrasi memiliki dua pengertian, yaitu:
Pengendalian terhadap konflik dan penyimpangan sosial dalam suatu sistem sosial tertentu.
Upaya integrasi sosial dapat dilakukan dengan sebagian menghilangkan  berbagai faktor penyebab disintegrasi dan menciptakan atau membangun faktor faktor integrasi. Artinya dengan integrasi ini persatuan dan kesatuan struktur masyarakat akan terjalin lebih kuat dan tidak rawan perpecahan ”disintegrasi”. Dan apabila integrasi ini tidak tercipta akibatnya mengarah pada rawannya konflik konfik sosial yang akan terjadi. Maka dari itu penting kiranya bagi masyarakat dan pemerintah untuk senantiasa menjaga integrasi dalam berbagi hal, termasuk untuk mengambil kebijakan publik terutama dalam bidang kesejahteraan rakyat.
Yang bisa menjadi faktor integrasi bangsa adalah semboyan kita yang terkenal yaitu bhineka tunggal ika, dimana kita terpisah-pisah oleh laut tetapi kita mempunyai ideologi yang sama yaitu pancasila. Dengan kata lain yang dapat menjadi faktor integrasi bangsa Indonesia adalah:
Ø  Pancasila.
Ø  Bhineka Tunggal Ika.
Ø  Rasa Cinta Tanah Air.
Ø  Perasaan Senasib Sepenanggungan.
Dengan menyadari keadaan bangsa Indonesia yang majemuk itu, setiap warga negara harus waspada agar jangan sampai melakukan hal-hal negatif yang dapat memperlemah persatuan dan kesatuan bangsa. Karena sikap integrasi diwaktu sekarang ini sangatlah miris. Factor factor integrasi bangsa sering sekali diabaikan demi kepentingan pribadi. Unsur unsur masyarakat juga diabaikan, akibatnya konflik horizontal sering terjadi berujung pada perpecahan/disintegrasi. Ketidaksesuaian unsur antara pemimpin dan yang dipimpin (rakyat) menjadi pemicu utama lunturnya intergrasi bangsa. Perlu adanya kesesuaian dari kedua pihak untuk lebih mengutamakan kebersamaan dan kepentingan bersama demi terwujudnya persatuan dan kesatuan bangsa yang utuh. Adapun faktor-faktor internal dan eksternal yang dapat mempengaruhi integrasi dalam masyarakat, antara lain sebagai berikut:
Ø  Faktor internal: kesadaran diri sebagai makhluk social, tuntutan kebutuhan, dan semangat gotong royong.
Ø  Faktor eksternal: tuntutan perkembangan zaman, persaman kebudayaan, terbukanya kesempatan, berpartisipasi dalam kehidupan bersama, persamaan visi, dan tujuan, sikap toleransi, adanya consensus nilai, dan adanya tantangan dari luar. Untuk mencapai integrasi dalam masyarakat diperlukan setidaknya dua hal berikut untuk menjadi solusi atas perbedaan yang terdapat dalam masyarakat:
v Pada setiap diri individu masing- masing harus mengendalikan perbedaan/ konflik yang ada pada suatu kekuatan bangsa dan bukan sebaliknya.
v Tiap warga masyarakat merasa saling dapat mengisi kebutuhan antara satu dengan yang lainnya. Sehingga dalam masyarakat tercipta keharmonisan dan saling memahami antara satu sama lain, maka konflik pun dapat dihindarkan.
v Maka dari itu ada empat sistem berikut untuk mengurangi konflik yang terjadi, antara lain:
ü  Mengedepankan identitas bersama seperti sistem budaya yang berasaskan nilai- nilai Pancasila dan UUD 1945.
ü  Menerapkan sistem sosial yang bersifat kolektiva sosial dalam masyarakat dalam segala bidang.
ü  Membiasakan sistem kepribadian yang terintegrasi dengan nilai-nilai sosial kemasyarakatan yang terwujud dalam pola- pola penglihatan (persepsi), perasaan (cathexis), sehingga pola-pola penilaian yang berbeda dapat disamakan sebagai pola-pola ke-Indonesiaan.
Mendasarkan pada nasionalisme yang tidak diklasifikasikan atas      persamaan ras, melainkan identitas kenegaraan. Berdasarkan diskipsi  diatas maka dapat disimpulkan bahwa Integrasi adalah merupakan pembauran warga masyarakat menjadi satu kesatuan  yang utuh dan bulat kedalam satu kesatuan sosial. Sebagai dasar Negara Pancasila telah menciptakan kestabilan nasional dan mengatasi  kemajemukan masyarakat Indonesia. Rasa cinta tanah air memungkinkan  digalangnya persatuan dan kesatuan sehingga mampu mengatasi  kemajemukan dengan mengacu kepada prinsip Bhineka Tunggal Ika.
2)      Pengertian Disintegrasi.
Sedangakan pengertian disintegrasi sendiri menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah suatu keadaan tidak bersatu padu atau keadaan terpecah belah; hilangnya keutuhan atau persatuan; perpecahan. Disintegrasi merupakan faktor terpenting yang dilancarkan imperialisme untuk mendominasi pemerintahan suatu negara sehingga pembangunan masyarakatnya diorientasikan pada corak Barat. (Suminar dalam buku yang berjudul Integrasi dan Disintegrasi Dalam Perspektif Budaya, 2003:3) Disorganisasi sebagai fase kehidupan yang mendahului disintegrasi sosial diperkirakan sebagai dampak dari perbedaan pandangan tentang tujuan kelompok, nilai dan norma sosial, dan tindakan dalam masyarakat. Apabila sistem hukum atau sanksi terhadap perbedaan pemahaman sistem norma dan nilai, sistem tindakan/perilaku anggota kelompok tidak ketat, maka dengan sendirinya langkah pertama menuju disintegrasi telah dicapai. Dengan demikian, gejala disorganisasi dan disintegrasi sosial dipengaruhi oleh faktor faktor O’Brien, Schrag dan Martin ( 1964:2) antara lain :
Ø  Ketidak sesuaian anggota kelompok mengenai tujuan kehidupan sosial kemasyarakatan yang telah disepakati.
Ø  Norma dan nilai sosial yang ada sudah tidak mampu lagi membantu anggota masyarakat dalam mencapai tujuan individu dan kelompok.
Ø  Norma dan nilai kelompok yang telah disepekati anggota kelompok bertentangan satu sama lainnya.
Ø  Sangksi sudah menjadi lemah bahkan tidak dilaksanakan dengan konsekuen.
Ø  Tindakan anggota masyarakat telah bertentangan dengan norma dan nilai kelompok. Menurut Ogbrun dan Nimkoff (1960: 107) Konflik dan pertentangan sebenarnya terdiri dari dua fase, yakni fase disorganisasi dan fase disintegrasi.
Karena kehidupan sosial kemasyarakatan sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor, maka konflik akan berkisar pada penyesuaian diri atau penolakan dari faktor faktor sosial tersebut. Beberapa faktor yang akan mempengaruhi kehidupan sosial menuju disintegrasi atau menuju ke integrasi (mengutip buku Suminar, 2003:2) yaitu:
Ø  Tujuan dari kelompok ( goals and objectives ).
Ø  Sistem sosial ( Social system ).
Ø  Sistem tindakan/tingkah laku ( action system ).
Ø  Sistem sanksi ( sanction system/law enforcement ).
Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa integrasi masyarakat dapat diartikan adanya kerjasama dari seluruh anggota masyarakat, mulai dari individu, keluarga, lembaga, dan masyarakat secara keseluruhan sehingga menghasilkan satu kesatuan yang utuh berupa adanya konsesus nilai-nilai yang sama-sama dijunjung tinggi. Sedangkan disintegrasi suatu keadaan tidak bersatu padu atau keadaan terpecah belah, hilangnya keutuhan atau persatuan, perpecahan  yang pada umumnya disintegrasi merupakan faktor terpenting yang dilancarkan imperialisme untuk mendominasi pemerintahan suatu negara sehingga pembangunan masyarakatnya diorientasikan pada corak Barat. Untuk mencegah ancaman disintegrasi bangsa harus diciptakan keadaan stabilitas keamanan yang mantap dan dinamis dalam rangka mendukung integrasi bangsa serta menegakkan peraturan hukum sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

b.  Tinjauan Aspek Hubungan Masyarakat dengan Pemerintah.
1)            Masyarakat.
Indonesia negara yang berbhineka dari berbagai aspek, misal dari segi etnik, adat istiadat, kepercayaan yang perlu dihormati eksistensinya dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sentralisasi dalam segala aspek termasuk di dalam kebudayaan ditangani pemerintah pusat telah menjadi pilihan terbaik oleh para pendiri negara kesatuan (founding fathers). Keputusan ini juga mendapat dukungan dari rakyat karena ia merupakan dialog panjang yang berakar dari latar sejarah negara bangsa, oleh sebab itu indonesia yang terbenteng dari titik paling berat dengan kota sabang hingga keujung paling timur dengan kota merauke merupakan kekayaan khasanah budaya nusantara yang bhineka dalam segala aspek yang harus dihormati.
Menurut Soetandyo Wignjosoebroto, masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu system adat istiadat tertentu yang bersifat kontinyu dan yang terkait oleh suatu rasa identitas bersama. Ada pendapat lain tentang konsep masyarakat menurut M.M. Djojodigoeno dalam bukunya Azas-azas Sosiologi yang juga dikutip oleh Koentjaraningrat, bahwa ia membedakan dua konsep tentang masyarakat yaitu “ masyarakat dalam arti luas dan masyarakat dalam arti sempit”. “Masyarakat dalam arti luas” dapat dicontohkan masyrakat Indonesia, yang memiliki kesatuan wilayah, kesatuan adat istiadat, rasa identitas komunitas, dan rasa loyalitas terhadap komunitas sendiri. Sedangkan “masyarakat dalam arti sempit” adalah masyarakat dari suatu desa atau kota tertentu, masyarakat yang terdiri dari warga suatu kelompok kekerabatan seperti dadia, marga, atau suku .
Istilah masyarakat dalam pengertian yang  seluas luasnya adalah sekelompok manusia yang  terikat oleh suatu kebudayaan yang mereka anggap sama . Ciri-ciri yang ada didalam suatu masyarakat itu sangat beraneka ragam, sesuai  dengan aktivitas kelompoknya.
Hal-hal yang membedakan antara satu kelompok masyarakat dengan kelompok lainnya antara lain:
Ø  Adanya suatu wilayah tertentu.
Ø  Memiliki semacam kesepakatan, aturan atau norma tertentu adanya suatu wilayah tertentu.
Ø  Adanya upaya untuk menaati dan mempertahankan aturan atau norma tersebut.
Ø  adanya perasaan bangga untuk berada didalamnya.
Ø  adanya tujuan tertentu yang ingin dicapai bersama.
Ø  adanya kesamaan nasib, keadaan dan perjuangan.
Ø  adanya rasa  aman dan perlindungan dari pemimpinnya.

Istilah Masyarakat atau society adalah merupakan sekelompok orang yang membentuk sebuah sistem semi tertutup (atau semi terbuka), dimana sebagian besar interaksi adalah antara individu-individu yang berada dalam kelompok tersebut. Kata "masyarakat" sendiri berakar dari kata dalam bahasa Arab, musyarak. Lebih abstraknya, sebuah masyarakat adalah suatu jaringan hubungan - hubungan antar entitas - entitas. Masyarakat adalah sebuah komunitas yang interdependen (saling tergantung satu sama lain). Umumnya, istilah masyarakat digunakan untuk mengacu sekelompok orang yang hidup bersama dalam satu komunitas yang teratur.
Menurut Nasikun struktur masyarakat Indonesia ditandai oleh dua cirinya yang bersifat unik. Secara horizontal, ia ditandai oleh kenyataan adanya  kesatuan-kesatuan social berdasarkan perbedaan-perbedaan suku bangsa, perbedaan-perbedaan agama, adat serta perbedaan-perbedaan kedaerahan. Secara vertical struktur masyarakat Indonesia ditandai oleh adanya perbedaan-perbedaan vertical antara lapisan atas dan lapisan bawah yang cukup tajam.  Maka dari itu kemudian muncul ciri-ciri suatu masyarakat pada umumnya sebagai berikut :
Ø  Manusia yang hidup bersama sekurang-kurangnya terdiri atas dua orang.
Ø  Bergaul dalam waktu cukup lama. Sebagai akibat hidup bersama itu, timbul sistem komunikasi dan peraturan-peraturan yang mengatur hubungan antar manusia.
Ø  Sadar bahwa mereka merupakan satu kesatuan.
Ø  Merupakan suatu sistem hidup bersama. Sistem kehidupan bersama menimbulkan kebudayaan karena mereka merasa dirinya terkait satu dengan yang lainnya.
Ø  Masyarakat yang mempunyai struktur kekuasaan yang luwes mempunyai ciri ciri berikut :
v  Pemisahan antara berbagi struktur kekuasaan.
v  Kesempatan untuk membentuk asosiasi volunter.
v  Mobilitas dalam struktur kelas kelas atau kelas-kelas okupasional.
v  Masyarakat dengan struktur kekuasaan yang ketat ditandai oleh  adanya ciri berikut :
v  Konsolidasi struktur kekuasaan pada pusat kekuasaan tunggal.
v  Larangan membentuk  asosiasi yang mandiri
v  Mobilitas sosial yang sangat terbatas.
Ø  Simmel, (1908:5) Masyarakat merupakan suatu proses dinamis, yang ditentukan oleh apa yang dilakukan oleh anggotanya, suatu ”Geschehen” (happening, kejadian), yang berlangsung terus selama mereka masih bersedia untuk memberi dukungan aktif kepada itu. Seandainya suatu masyarakat membubarkan semua struktur sosialnya, dan tiap tiap anggota mulai memakai isyaratnya sendiri mencari jalanya sendiri, membuat peraturannya sendiri, sehingga pada akhirnya  tidak tinggal apapun yang masih dibagi bersama, masyarakat itu berhenti ada (dan individu berhenti juga ada). Masyarakat adalah bentuk kehidupan bersama yang diusahakan para anggotanya.
Ø  Menurut Furnivall, masyarakat indonesia pada masa Hindia-Belanda  adalah merupakan suatu masyarakat yang majemuk (plural societies), yakni suatu masyarakat yang terdiri atas dua atau lebih  elemen yang hidup sendiri-sendiri tanpa ada pembauran satu sama lain didalam suatu kesatuan politik. Sebagai masyarakat majemuk, masyarakat Indonesia disebut sebagai suatu tipe masyarakat daerah tropis dimana mereka yang berkuasa dan mereka yang dikuasai memiliki perbedaan ras (mengutip buku Nasikun, 1984:31).
Ø  Menurut Pareto, hampir seluruh kehidupan masyarakat terdiri dari perbuatan perbuatan nonlogis. Antara lain ia menyebut proses pengambilan keputusan oleh hakim. Untuk sebagian besar keputusan keputusannya dipengaruhi oleh kepentingan dan setimen-sentimen yang sedang berbengaruh didalam masyarakat. Hal sama harus dikatakan tentang hamir semua tindakan dan kegiatan politik pembangunan masyarakat, kesehatan, pendidikan, ekonomi, dan lain lain yang diresapi unsur-unsur yang nonlogis.
Ø  K.j. Veger,  (1985:91) masyarakat terdiri dari jaringan relasi-relasi antara orang, yang menjadikan mereka bersatu. Masyarakat bukan badan fisik, juga bukan bayangan saja di dalam kepala orang, melainkan sejumlah pola perilaku yang disepakati dan ditunjang bersama.
Ø  Masyarakat adalah karya ciptaan manusia sendiri. Hal ini ditegaskan oleh Toennies dalam kata pembukaan bukunya. Masyarakat bukan organisme yang dihasilkan oleh proses proses biologis. Juga bukan mekanisme yang terdiri dari bagian bagian individual yang masing masing berdiri sendiri, sedangkan mereka didorong oleh naluri spontan yang bersifat menentukan bagi manusia. Masyarakat adalah usaha manusia untuk mengadakan dan memelihara relasi relasi timbal balik yang mantap. Kemauan manusia itulah yang mendasari masyarakat.
2.      Pemerintah
Pemerintahan sebagai sekumpulan orang-orang yang mengelola kewenangan kewenangan, melaksanakan kepemimpinan dan koordinasi pemerintahan serta pembangunan masyarakat dari lembaga-lembaga dimana mereka ditempatkan. Pemerintahan merupakan organisasi atau wadah orang yang mempunyai kekuasaaan dan lembaga yang mengurus masalah kenegaraan dan kesejahteraan rakyat dan negara.
Definisi pemerintah secara Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah sebuah sistem yang menjalankan wewenang dan kekuasaan yang mengatur kehidupan sosial, ekonomi, dan politik suatu negara atu bagian bagian; sekelompok orang yang secara bersama sama memikul tanggung jawab terbatas untuk menggunakan kekuasaan; penguasa suatu negara atau bagian negara; dan badan yang tertinggi dari yang memerintah suatu negara seperti kabinet dalam sistem pemerintahan indonesia, yaitu DPR, MPR dan Presiden.
Definisi pemerintah secara luas dapat diartikan sebagai sekumpulan orang-orang yang mengelola kewenangan dan kebijakan dalam mengambil keputusan dan melaksanakan kepemimpinan dan kordinasi pemerintah serta pembangunan masyarakat dan wilayahnya yang membentuk sebuah lembaga dimana mereka ditempatkan. Pemerintah merupakan sebuah wadah orang orang yang mempunyai kekuasaan didalam lembaga yang disebut negara dan mengurusi masalah kenegaraan dan kesejahteraan rakyat. Pemerintah dalam sebuah negara minimal terdiri atas tiga bentuk lembaga yang berbeda yang mempunyai kedudukan yang sama dalam menentukan kebijakan sebuah negara. Lembaga tersebut bernama, lembaga legeslatif, lembaga eksekutif dan lembaga yudikatif.
Merujuk pada definisi pemerintah maka kita harus mendefinisikan pula arti kata pemerintahan. Pemerintahan adalah urusan yang dilakukan pemerintah dalam sebuah negara dalam rangka menyelenggarakan kesejahteraan rakyat dan menjalankan kepentingan umum yang bersifat kenegaraan. Pemerintah juga mempunyai kekuasaan untuk membuat perundang undangan serta hukum diwilayah tertentu dalam negaranya. Jadi pemerintah mempunyai kekuasaan untuk menerapkan hukum serta undang-undang yang telah dirumuskan diwilayah tertentu didalam negara.
3.      Pemerintah Daerah
Mengingat Negara Indonesia terdiri dari pulau-pulau dan memiliki daerah yang sangat luas, Pemerintah Pusat mengadakan alat-alat perlengkapan setempat yang disebarkan ke seluruh wilayah Negara yang terdapat di daerah, ini disebabkan Pemerintah Pusat tidak dapat menangani secara langsung urusan-urusan yang ada di daerah. Namun bukan berarti pemerintah pusat melepaskan tanggung jawabnya. Pemerintahan Daerah menurut Ketentuan Pasal 1 ayat 2 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah :
Penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) menurut Asas Otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945. Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati atau Walikota dan Perangkat Daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah.
HAW Widjaja, (2007: 140) Pemerintah Daerah adalah kepala daerah beserta perangkat daerah otonom yang sebagai badan eksekutif daerah. Artinya, lembaga eksekutif terdiri dari kepala daerah beserta perangkat daerah otonom yang lain dan pelaksanaan fungsi-fungsi pemerintah daerah dilakukan oleh lembaga pemerintah daerah yaitu pemerintah daerah dan Dewan Perwakilan rakyat (DPRD). Pemerintah daerah adalah Gubernur, Bupati atau Walikota dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. Dengan demikian peran pemerintah daerah adalah segala sesuatu yang dilakukan dalam bentuk cara tindak baik dalam rangka melaksanakan otonomi daerah sebagai suatu hak, wewenang dan kewajiban pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Mustopadidjaja (2003) menyatakan bahwa pemerintah sangat ditentukan oleh tiga hal yaitu aparatur pemerintah, organisasi birokrasi, dan procedure tata laksananya, karena itu apabila operasionalisasi suatu kebijakan ingin dapat berjalan secara optimal dan sebagai mana mestinya perlu dilakukan sosialisasi dan pemberdayaan terhadap aparatur pemerintah agar prosedur ketatalaksanaan dan bentuk organisasi birokrasinya sesuai dengan kebutuhan dan tuntunan dari misi yang akan dicapai. Karena pada dasarnya pemerintah merupakan  satu kesatuan unsur dari atasan sampai pada tingkat bawahan. Kebijakan lahir dari aparatur pemerintah guna mengatur tata kehidupan rakyat agar tidak melaanggar batasan hukum. Kebijakan kebijakan yang dihasilkan pemerintah daerah berupa perda yang harus ditaati dan dijalankan oleh semua lapisan masyarakat yang mendiami daerah tersebut.
HAW Widjaja, (2007: 140) hubungan antara Pemerintah daerah dan DPRD merupakan hubungan kerja yang kedudukannya setara dan bersifat kemitraan. Kedudukan setara bermakna bahwa diantara lembaga pemerintahan daerah memiliki kedudukan yang sama dan sejajar, artinya tidak saling membawahi. Hal ini tercermin dalam membuat kebijakan daerah bahwa pemerintah daerah dan DPRD  adalah sama sama mitra sekerja dalam membuat kebijakan daerah untuk melaksanakan otonomi daerah sesuai dengan fungsi masing masing sehingga antar kedua lembaga itu membangun suatu hubungan kerja sifatnya saling mendukung bukan merupakan lawan ataupun pesaing satu sama lain dalam melaksanakan fungsi masing-masing.
Kebijakan apapun yang dihasilkan oleh pemerintah daerah harus senantiasa sejalan dengan struktur masyarakat yang mendiaminya. Unsur masyarakat menjadi sangat penting dalam mempengaruhi setiap kebijakan daerah yang akan diambil. Pemerintah daerah merupakan lingkup pemerintah yang lebih kecil dari tatanan nasional, oleh karena itu pemerintah daerah lebih  dianggap dekat dengan masyarakat dibanding pemerintah pusat. Kebijakan yang sifatnya memicu konflik antara pemerintah daerah dengan masyarakat harusnya bisa dihindari dengan cara pendekatan pendekatan pada masyarakat yang sifatnya social. Karena masyarakat merupakan unsur social jadi pemerintah daerah harus mampu mengatur masyarakat yang mendiami suatu daerah dengan tanpa mengedepankan kekuasaan tetapi mengedepankan kepentingan kebersamaan guna tercapainya kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat.
M.J. Herskovits, menyatakan “ kedudukan sebagai pemimpin diperoleh karena kualitas tertentu yang dimilikinya, dan bukan karena kekuasaannya terhadap berbagai sumber daya” (mengutip buku Seorjono Soekamto yang berjudulMasyarakat dan Kekuasaan, 187:19). Artinya pemeritah berkuasa karena dipilih oleh rakyatnya jadi kesejahteraan rakyat tentunya lebih diperhatikan. Termasuk dengan membuat kebijakan kebijakan yang sekiranya tidak bertentangan dengan kepentingan rakyatnya. Karena pada dasarnya para pemimpin pada suatu struktur kekuasaan tertentu beserta keluarga dan pengikutnya, lazim bertanggung jawab untuk mempertahankan integrasi komuniti, mencakupi pangan, maupun menjamin kedamaian.
c.  Tinjauan Dari Segi Aspek Teori Sosial.
Masyarakat dan pemerintah merupakan satu kesatuan unsur yang saling mempengaruhi dan tidak bisa dipisahkan. Hubungan pemimpin (yang mengatur)  dan rakyat (yang diatur) merpakan bagian dari fenomena praktik kenegaraan. Hubungan ini sering sekali bertentangan jika lahir suatu kebijakan baru dari aparatur pemerintah yang sifatnya sepihak. Sepihak dalam hal ini adalah hanya melihat dari satu pihak saja tanpa mempedulikan pihak pihak lain yang sebenarnya terlibat, namun tidak dianggap. Ini berari kebijakan yang ada hanya menguntungkan pihak tertentu saja. Fenomena seperti ini lah yang kemudian mengakibatkan adanya konflik antara penguasa dengan rakyat. Karena sering sekali masyarakat yang sifatnya marginal pendapatnya tidak didengarkan oleh para pemegang kekuasaan. Dan akibatnya tujuan Negara untuk memberikan kemakmuran dan kesejahteraan pada rakyatnya tidak dapat tercapai. Kemudian munculah permasalahan yang sifatnya konfik. Hal ini sangatlah berbahaya jika sampai berlanjut selama bertahun-tahun, karena bisa memicu konflik yang berkepanjangan.
Dari diskripsi fenomena diatas maka diperlukan suatu teori yang bisa mengurai permasalahan yang ada. Masyarakat adalah makhlik social dan pemerintah juga harus mengdepankan pendekatan social terhadap masyarakat. Maka dari itu diperlukan adanya teori social untuk mengaitkannya. Menurut Christopher Lloyd dalam bukunya Teori social adalah setiap bentuk yang  abstrak tentang sifat masyarakat manusia, ekonomi, dan tindakan social . Dewasa ini tidak ada teori sosial yang secara terbuka menghendaki integrasi social yang melulu disandarkan pada kekuatan. Tetapai jika integrasi social saat ini secara luas disadari sebagai keperluan pokok termasuk dalam masyarakat yang kurang lebih sekuler, maka integrasi social itu secara ideal juga diharapkan berisi pemikiran sekuler. Masalah pokoknya  dalam teori social modern sampai sejauh mana pandangan yang merupakan harapan bijaksana itu bisa termaktub dalam kenyakinan yanga dianggap benar dan sampai seberapa jauh hal itu harus takluk pada kenyakinan yang sebenarnya palsu.
Teori sosial melekat pada masyarakat yang tidak setara adalah konflik kepentingan yang tidak terhindari antara kelas dominan dengan kelas subordinat. Struktur ketidak setaraan ini terus dipelihara melalui barbagai  cara. Pertama, struktur itu dipelihara jika orang orang yang tidak beruntung dicegah jangan sampai memandang diri mereka tidak beruntung atau dirugikan. Kedua, meskipun diakui mereka harus diiming-imingi bahwa kondisi tersebut cukup adil, bahwa ketidaksetaraan itu benar, abasah, dan adil. Kemudian Adam Smith  mengungkapkan bahwa “ dengan mewujudkan kepentingannya sendiri dia sering kali memajukan kepentingan social secara lebih efektif disbanding ketika dia benar-benar bermaksud hanya dengan memajukan kepentingan sosial tersebut. Ini artinya mereka yang tergolong kaum dominan selalu memakai nama kepentingan umum demi mewujudkan kepentingan pribadinya. Hal ini yang kemudian membuat masyarakat yang merasa dirugikan menuntuk pada kaum dominan dalam hal ini penguasa untuk selalu senantiasa  mengepantingkan kepentingan bersama. Ada nilai lain yang terkait erat dengan pelandasan teori social pada tindakan proporsif individu. Dalam jenis upaya  ilmiah tertentu, termasuk etika, filsafat moral, filsafat politik, ekonomi, dan hukum, teori didasarkan pada citra manusia sebagai pelaku yang bertujuan dan bertanggungjawab. Artinya adalah stiap manusia memiliki maksud dan tujuan yang sifatnya berbeda. Namun maksud dan tujuan tersebut harus berlandaskan peraturan yang ada dengan menitik beratkan pada kepentingan bersama sehingga segala bentuk perwujudan yang sifatnya kebijakan mampu dipertanggung jawabkan didepan dinamika sosial masyarakat yanag ada. 

3.      ANALISA PERSEPEKTIF DOGMATIS.
Tafsir Ayat-ayat Al-Quran Tentang Kelestarian Lingkungan Hidup.
Kelestarian alam harus dijaga. Manusia dalam menjalani hidup sangat bergantung pada keadaan alam. Jika alam sekitar baik, manusia akan nyaman dalam menjalani hidup, sedangkan jika rusak akan merasa terancam. Alam semesta juga telah memenuhi segala kebutuhan hidup manusia. Semua yang dibutuhkan manusia, bahkan juga makhluk-makhluk Allah lainnya, telah tersedia di alam ini. Dengan demikian, menjaga kelestarian alam memang sangat penting.
Ø  Surah Ar-Rum Ayat 41-42 tentang Kerusakan Alam oleh Manusia

ظَهَرَ ٱلۡفَسَادُ فِي ٱلۡبَرِّ وَٱلۡبَحۡرِ بِمَا كَسَبَتۡ أَيۡدِي ٱلنَّاسِ لِيُذِيقَهُم بَعۡضَ ٱلَّذِي عَمِلُواْ لَعَلَّهُمۡ يَرۡجِعُونَ ٤١ قُلۡ سِيرُواْ فِي ٱلۡأَرۡضِ فَٱنظُرُواْ كَيۡفَ كَانَ عَٰقِبَةُ ٱلَّذِينَ مِن قَبۡلُۚ كَانَ أَكۡثَرُهُم مُّشۡرِكِينَ ٤٢
1.Terjemahan.
(41) Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusi, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar). (42) Katakanlah: "Adakanlah perjalanan di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang terdahulu. Kebanyakan dari mereka itu adalah orang-orang yang mempersekutukan (Allah)" (Q.S. Ar-Rum: 41-42)
2. Isi Kandungan Surah Ar-Rum Ayat 41-42
Setiap manusia mengemban tugas mulia dari Allah swt., yaitu sebagai khalifah di bumi. Manusia diberi tugas untuk mengurus dan melestarikan alam. Manusia diperintahkan mengambil manfaat dari alam, tetapi harus tetap menjaga kelestariannya.
Ø  Dalam ayat 41 Surah ar-Rum Allah swt. menjelaskan bahwa kerusakan yang terjadi di darat dan laut akibat ulah tangan manusia. Kerusakan alam yang terjadi di muka bumi merupakan buah dari perbuatan manusia. Manusia mengeksploitasi kekayaan alam tanpa memikirkan akibatnya. Hal ini dapat kita temukan dari berbagai kasus, misalnya hutan yang gundul, pencemaran air, pencemaran udara, dan matinya satwa-satwa di alam.
Hutan menjadi gundul karena keserakahan manusia. Manusia menebang pepohonan di hutan tanpa mau menanamnya kembali. Demikian juga jika membuang sampah ke sungai atau selokan dapat menyumbat air. Hutan yang gundul dan sungai yang tersumbat akan menyebabkan banjir dan tanah longsor. Bencana banjir dan tanah longsor ini pasti merugikan manusia, baik moril maupun materiil. Puluhan bahkan ratusan jiwa dapat melayang karena bencana ini.
Kerusakan tidak hanya terjadi di darat. Akan tetapi, kerusakan juga di laut. Air laut yang seharusnya bersih dapat berubah menjadi kotor karena limbah yang mencemarinya. Akibatnya, ikan-ikan dan binatang lain yang sangat tergantung pada kelestarian air laut menjadi terancam.
Hal-hal yang diuraikan di depan berupa kerusakan secara fisik. Selain itu, ada juga kerusakan berupa moril. Perilaku yang bertentangan dengan syariat-Nya merupakan contoh kerusakan berupa moril. D emikian juga perbuatan melampaui batas dan melanggar larangan-Nya. Sikap-sikap yang dianggap rusak ini juga sering dilakukan oleh umat manusia.
Bencana yang terjadi di muka bumi merupakan kehendak Allah swt. agar manusia merasakan akibat perbuatannya dan kembali ke jalan yang benar. Dengan adanya bencana seharusnya menjadi pelajaran bagi manusia agar selalu menjaga kelestarian bumi. Kerusakan di bumi harus segera dihentikan. Hal ini dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti merawat bumi dengan baik, tidak mengeksploitasi lingkungan, dan menunjukkan akhlak yang baik terhadap sesama manusia dan makhluk-makhluk lain. (Hamka: 2006).
Ø  Surah ar-Rum Allah Swt. memerintahkan kepada manusia agar melakukan perjalanan di muka bumi. Perjalanan ini dimaksudkan untuk melihat akibat yang menimpa orang-orang yang berbuat kerusakan. Mereka menerima balasan yang sesuai dengan perbuatannya. Kaum Nabi Nuh a.s. musnah diterpa bencana banjir karena berbuat merusak. Kaum Nabi Lut a.s. dimusnahkan oleh Allah Swt. karena melampaui batas (perilaku seksual). Peristiwa yang menimpa umat-umat terdahulu tersebut hendaknya dapat kita jadikan sebagai pelajaran. Jika kita melakukan perbuatan yang melampaui batas, kita juga dapat menerima balasan sebagaimana yang menimpa umat terdahulu.
Perbuatan merusak dan melampaui batas terhadap alam ini sering dilakukan oleh orang-orang musyrik. Orang-orang musyrik tidak mempercayai Tuhan sehingga mereka tidak memiliki kontrol dalam menjalani hidupnya. Mereka berbuat sekendak hati, asal menguntungkan. Mereka tidak pernah memikirkan bahwa akibat dari perbuatan merusak tersebut akan merugikan orang lain sehingga dilaknat oleh Allah swt.
Islam mengajarkan umatnya agar menjaga lingkungan. Hal ini dapat dilihat dari berbagai ibadah yang dilaksanakan umat Islam. Sebagai contoh Dalam ibadah haji, para jamaah haji dilarang menebang pohon dan membunuh hewan. Hal ini mengajarkan kepada kita agar selalu menjaga kelestarian lingkungan alam. Pepohonan yang ditebangi dan hewan-hewan yang diburu dapat merusak ekosistem.
Melestarikan lingkungan dapat dimulai dengan melakukan hal-hal yang sederhana. Misalnya tidak membuang sampah sembarangan, menyiram bunga, merawat hewan peliharaan, dan menanam pepohonan. Semua itu merupakan perbuatan yang mungkin tidak sulit bagi kita, tetapi membawa dampak yang positif bagi alam.
Lingkungan yang terjaga mendatangkan manfaat bagi manusia. Manusia dapat memperoleh kebutuhan hidupnya dari alam sekitar. Tidak berbuat kerusakan di muka bumi juga dapat dilakukan dengan senantiasa menjalankan perintah Allah swt. dan menjauhi larangan-Nya. Dengan berpegang teguh terhadap syariat-Nya kita akan selamat di dunia dan akhirat serta tidak akan mengalami nasib sebagaimana umat terdahulu yang melampaui batas.
Ø  Surah Al-A'raf Ayat 56-58 tentang Larangan Berbuat Kerusakan

وَلَا تُفۡسِدُواْ فِي ٱلۡأَرۡضِ بَعۡدَ إِصۡلَٰحِهَا وَٱدۡعُوهُ خَوۡفٗا وَطَمَعًاۚ إِنَّ رَحۡمَتَ ٱللَّهِ قَرِيبٞ مِّنَ ٱلۡمُحۡسِنِينَ ٥٦ وَهُوَ ٱلَّذِي يُرۡسِلُ ٱلرِّيَٰحَ بُشۡرَۢا بَيۡنَ يَدَيۡ رَحۡمَتِهِۦۖ حَتَّىٰٓ إِذَآ أَقَلَّتۡ سَحَابٗا ثِقَالٗا سُقۡنَٰهُ لِبَلَدٖ مَّيِّتٖ فَأَنزَلۡنَا بِهِ ٱلۡمَآءَ فَأَخۡرَجۡنَا بِهِۦ مِن كُلِّ ٱلثَّمَرَٰتِۚ كَذَٰلِكَ نُخۡرِجُ ٱلۡمَوۡتَىٰ لَعَلَّكُمۡ تَذَكَّرُونَ ٥٧ وَٱلۡبَلَدُ ٱلطَّيِّبُ يَخۡرُجُ نَبَاتُهُۥ بِإِذۡنِ رَبِّهِۦۖ وَٱلَّذِي خَبُثَ لَا يَخۡرُجُ إِلَّا نَكِدٗاۚ كَذَٰلِكَ نُصَرِّفُ ٱلۡأٓيَٰتِ لِقَوۡمٖ يَشۡكُرُونَ ٥٨
1. Terjemahan.
(56) Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik.
(57) Dan Dialah yang meniupkan angin sebagai pembawa berita gembira sebelum kedatangan rahmat-Nya (hujan); hingga apabila angin itu telah membawa awan mendung, Kami halau ke suatu daerah yang tandus, lalu Kami turunkan hujan di daerah itu, maka Kami keluarkan dengan sebab hujan itu pelbagai macam buah-buahan. Seperti itulah Kami membangkitkan orang-orang yang telah mati, mudah-mudahan kamu mengambil pelajaran. (58) Dan tanah yang baik, tanaman-tanamannya tumbuh subur dengan seizin Allah; dan tanah yang tidak subur, tanaman-tanamannya hanya tumbuh merana. Demikianlah Kami mengulangi tanda-tanda kebesaran (Kami) bagi orang-orang yang bersyukur.
2. Isi Kandungan Surah Al-A'ra-f Ayat 56-58
Surah al-A'raf ayat 56 berisi penjelasan bahwa Allah swt. melarang manusia berbuat kerusakan di muka bumi. Kerusakan yang dimaksud di sini tidak hanya yang berupa fisik terhadap lingkungan. Akan tetapi, berbuat merusak secara moral, seperti bermaksiat, melampaui batas, dan enggan beribadah. Dalam kehidupan sehari-hari kita dapat menemukan kerusakan-kerusakan moral, misalnya dengan maraknya perampokan, pembunuhan, mengundi nasib, minum-minuman keras, menggunakan narkoba, dan berjudi.
Perbuatan merusak , baik secara fisik dengan tidak melestarikan lingkungan maupun secara moral dengan berbuat maksiat, sama-sama berbahaya bagi kehidupan manusia. Dengan demikian, kita dianjurkan untuk menjauhinya. Akhir ayat ke-56 ini A llah Sw t. memerintahkan kepada manusia untuk berdoa kepada Allah Swt. agar dijauhkan dari perbuatan yang menimbulkan kerusakan. Berdoa kepada Allah Sw t. dilak ukan dengan penuh harap dan rasa tak ut. Penuh harap agar doa dikabulkan dan rasa takut atas dosa serta ancaman-Nya.
Ø  Ayat 57 Surah al-A'raf menjelaskan sebuah proses alam, yaitu proses terjadinya hujan. Allah swt. meniupkan angin yang membawa kabar gembira. Angin tersebut mendahului terjadinya hujan. Jika angin tersebut membawa awan mendung, Allah Swt. menghalau dan mengarahkannya ke daerah yang tandus dan gersang kemudian turunlah hujan. Air hujan yang diturunkan oleh Allah Swt. membawa rahmat. Air hujan membasahi tanah yang semula gersang atau kering. Tanah yang telah basah menjadi subur sehingga kita dapat menanam berbagai macam buah dan tanaman. Buah-buahan dan tumbuh-tumbuhan berguna bagi manusia dan hewan. Sebagian mufasir menafsirkan ayat 57 Surah al-A'raf untuk mengingatkan kita bahwa Allah Swt. berkuasa untuk membangkitkan atau menghidupkan kembali manusia setelah mati di alam kubur. (Hamka: 2004)
Ø  Ayat 58 Surah al-A'raf memberikan perumpamaan dengan tanah yang subur dan tandus. Penyebutan tanah yang subur dan tanah yang tandus seperti dijelaskan pada ayat ini menunjukkan adanya proses alami (sunatullah) yang terjadi di bumi ini. Di atas tanah yang subur, biji yang ditanam akan tumbuh dengan baik dan menghasilkan buah yang bermanfaat bagi manusia. Di atas tanah yang tandus, meskipun sudah ditanam biji, tetapi biji tersebut tidak tumbuh. Perumpamaan tanah yang subur dan tanah yang tidak subur menggambarkan sifat dan tabiat manusia dalam menerima petunjuk Allah Swt. Ada manusia yang dapat menerima petunjuk Allah Swt. dan mengamalkannya untuk dirinya sendiri dan masyarakat. Akan tetapi, ada juga manusia yang tidak mau menerima kebenaran. Mereka ibarat tanah tandus yang tidak dapat menumbuhkan biji yang ditanam. Mereka tidak mau menerima kebenaran dan tidak dapat memperoleh manfaatnya sedikit pun.
Ø  Surah Sad Ayat 27 tentang Ancaman Orang yang Berbuat Merusak

وَمَا خَلَقۡنَا ٱلسَّمَآءَ وَٱلۡأَرۡضَ وَمَا بَيۡنَهُمَا بَٰطِلٗاۚ ذَٰلِكَ ظَنُّ ٱلَّذِينَ كَفَرُواْۚ فَوَيۡلٞ لِّلَّذِينَ كَفَرُواْ مِنَ ٱلنَّارِ ٢٧
1. Terjemahan
Dan Kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya tanpa hikmah. Yang demikian itu adalah anggapan orang-orang kafir, maka celakalah orang-orang kafir itu karena mereka akan masuk neraka.
2. Isi Kandungan Surah Sad Ayat 27
Allah Swt. pencipta alam semesta beserta isinya. Dia menciptakan langit, bumi, dan segala sesuatu yang ada di dalamnya. Hanya Dia yang mampu menciptakan alam raya ini. Dengan demikian, hanya Dia pula yang patut untuk disembah, dijadikan tempat kita berlindung dan memohon pertolongan.
Ø  Dalam Surah Sad ayat 27 Allah Swt. menjelaskan bahwa Dia menciptakan langit dan bumi dengan tidak sia-sia. Ada dua pendapat atau penafsiran terkait kalimat "Batila". Pendapat pertama menyatakan bahwa maksud dari sia-sia di sini adalah tidak ada manfaat atau madaratnya. Pendapat kedua menafsirkan sia-sia sebagai tidak ada balasan terhadap perbuatan manusia.
Ø  Dalam ayat 27 Surah Sad Allah swt. menyatakan bahwa langit dan bumi yang diciptakan oleh Allah swt. bermanfaat bagi makhluk. Semua yang ada di antara langit dan bumi tidak sia-sia. Allah Swt. menciptakan segala sesuatu ada manfaatnya. Semua yang ada di antara langit dan bumi membawa manfaat yang besar bagi manusia. Misalnya udara, tanah, air, api, batu, dan pepohonan, binatang, gunung, sungai, laut, gurun, dan alam lainnya. Semua itu diciptakan dengan tidak sia-sia sebab dapat dijadikan sebagai ujian bagi manusia. Dengan ujian tersebut, manusia akan menerima balasan sesuai dengan amal perbuatannya.
Ø  Seseorang yang menganggap bahwa penciptaan langit dan bumi hanya sia-sia digolongkan sebagai orang kafir. Orang kafir tidak pernah meyakini adanya hari pembalasan. Mereka meyakini bahwa perbuatannya di dunia tidak menimbulkan akibat apa pun setelah kematiannya. Mereka tidak menyadari bahwa saatnya nanti di akhirat akan dimintai pertanggungjawaban atas perbuatannya di dunia. Oleh karena itu, mereka berani berbuat merusak alam ini. Mereka berbuat sesukanya terhadap alam, tidak peduli akan mengakibatkan kerusakan sehingga membahayakan umat manusia dan makhluk lain. Jika seseorang bersikap demikian, Allah memperingatkannya untuk dimasukkan di neraka. (Husi Thoyar, Pendidikan Agama Islam: 2011).

C.    Konflik Pertambangan
1.      Pengertian Konflik
Secara etimologi, konflik (conflict) berasal dari bahasa latin configere yang berarti saling memukul. Menurut Antonius, dkk konflik adalah suatu tindakan salah satu pihak yang berakibat menghalangi, menghambat, atau mengganggu pihak lain dimana hal ini dapat terjadi antar kelompok masyarakat ataupun dalam hubungan antar pribadi. Hal ini sejalan dengan pendapat Morton Deutsch, seorang pionir pendidikan resolusi konflik yang menyatakan bahwa dalam konflik, interaksi sosial antar individu atau kelompok lebih dipengaruhi oleh perbedaan daripada oleh persamaan. Sedangkan menurut Scannell konflik adalah suatu hal alami dan normal yang timbul karena perbedaan persepsi, tujuan atau nilai dalam sekelompok individu. Hunt dan Metcalf membagi konflik menjadi dua jenis, yaitu :
a)      Intrapersonal conflict (konflik intrapersonal) .
b)      Interpersonal conflict (konflik interpersonal) .
Konflik intrapersonal adalah konflik yang terjadi dalam diri individu sendiri, misalnya ketika keyakinan yang dipegang individu bertentangan dengan nilai budaya masyarakat, atau keinginannya tidak sesuai dengan kemampuannya.
The Big Book of Conflict Resolution Games. United States of America: McGraw – Hill Companies, Inc 2010. Konflik intrapersonal ini bersifat psikologis, yang jika tidak mampu diatasi dengan baik dapat menggangu bagi kesehatan psikologis atau kesehatan mental (mental hygiene) individu yang bersangkutan. Sedangkan konflik interpersonal ialah konflik yang terjadi antar individu. Konflik ini terjadi dalam setiap lingkungan sosial, seperti dalam keluarga, kelompok teman sebaya, sekolah, masyarakat dan negara. Konflik ini dapat berupa konflik antar individu dan kelompok, baik di dalam sebuah kelompok (intragroup conflict) maupun antar kelompok (intergroup conflict). Dalam penelitian ini titik fokusnya adalah pada konflik sosial remaja, dan bukan konflik dalam diri individu (intrapersonal conflict). Berdasarkan uraian dan pendapat para pakar di atas, maka dapat disimpulkan bahwa konflik adalah adanya pertentangan yang timbul di dalam seseorang (masalah intern) maupun dengan orang lain (masalah ekstern) yang ada di sekitarnya. Konflik dapat berupa perselisihan, adanya keteganyan, atau munculnya kesulitan-kesulitan lain di antara dua pihak atau lebih. Konflik sering menimbulkan sikap oposisi antar kedua belah pihak, sampai kepada mana pihak-pihak yang terlibat memandang satu sama lain sebagai pengahalang dan pengganggu tercapainya kebutuhan dan tujuan masing- masing.
2.    Konflik Dalam Pertambangan
Usaha pertambangan merupakan kegiatan untuk mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya alam tambang (bahan galian) yang terdapat dalam bumi Indonesia. Menurut Salim, pertambangan adalah sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam rangka penelitian, pengelolaan dan pengusahaan mineral atau batubara yang meliputi penyelidikan umum, eksploitasi, studi kelayakan, kontruksi, pertambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan serta kegiatan pascatambang. Sementara menurut Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara Pasal 1 butir (1) disebutkan pertambangan adalah sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam rangka penelitian, pengelolaan, dan pengusahaan mineral atau batubara yang meliputi penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta kegiatan pasca tambang.
Berdasarkan kedua definisi tersebut, Pertambangan adalah rangkaian kegiatan dalam rangka upaya pencarian, penambangan (penggalian), pengolahan, pemanfaatan dan penjualan bahan galian (mineralbatubarapanas bumimigas) Jadi Ilmu Pertambangan : ialah ilmu yang mempelajari secara teori dan praktik hal-hal yang berkaitan dengan industripertambangan berdasarkan prinsip praktik pertambangan yang baik dan benar (good mining practice). Paradigma baru kegiatan industri pertambangan ialah mengacu pada konsep pertambangan yang berwawasan Lingkungan dan berkelanjutan, yang meliputi :
a)      Penyelidikan Umum (prospecting).
b)     Eksplorasi : eksplorasi pendahuluan, eksplorasi rinci.
c)      Studi kelayakan : teknikekonomiklingkungan (termasuk studi amdal).
d)     Persiapan produksi (development, construction).
e)      Penambangan ( Pembongkaran, Pemuatan, Pengangkutan , Penimbunan ).
f)       Reklamasi dan Pengelolaan Lingkungan.
g)      Pengolahan (mineral dressing).
h)     Pemurnian / metalurgi ekstraksi.
i)        Pemasaran.
j)       Corporate Social Responsibility (CSR).
k)     Pengakhiran Tambang (Mine Closure).
Selain memberikan keuntungan kegiatan pertambangan juga memberikan dampak pada kehidupan masyarkat. Dampak yang muncul dalam kegiatan pertambangan adalah Dampak sosial ekonomi menurut Homenauck dapat dikategorikan ke dalam kelompok kelompok dampak nyata (real impact) dan dampak khusus (special impact). Dampak nyata (real impact) adalah dampak yang timbul sebagai akibat dari aktivitas proyek, pra konstruksi, konstruksi, operasi dan pasca operasi, misalnya migrasi penduduk, kebisingan atau polusi udara. Dampak Khusus (special impact) adalah suatu dampak yang timbul dari persepsi masyarakatb terhadap resiko dari adanya proyek. Dampak pada kondisi sosial-ekonomi pada penelitian ini dikaji melalui peluang berusaha, peningkatan pendapatan, perubahan mata pencaharian, perubahan perilaku masyarakat, kejadian migrasi serta konflik.
Konflik (sengketa) pertambangan yang dimaksud dalam penelitian adalah konflikantara investor dengan masyarakat lokal yang terjadi dalam pelaksanaan kegiatan pertambangan. Sedangkan masyarakat lokal adalah kelompok masyarakat yang secara historis memiliki teritorial dan identitas diri dan mengidentifikasikan diri sebagai kelompok yang berbeda. Masyarakat tradisional atau lokal merupakan suatu ciri masyarakat yang masih menjaga tradisi peninggalan nenek moyangnya baik dalam aturan hubungan antara manusia maupun dengan alam sekitarnya yang mengutamakan keselarasan dan keharmonisan. Van Maydell, dalam bedah bukunya Sardjono berpendapat bahwa masyarakat lokal pada dasarnya cukup bila dibedakan atas 2 kelompok yaitu :
Ø  Pemburu (hunters) dan peramu (gatherers) hasil hutan atau juga  diistilahkan dengan “penghuni hutan” (forest dwellers).
Ø  Para petani di sekitar hutan (forest farmers) yang pada umumnya merupakan  penduduk di sekitar hutan. Masyarakat tradisional sejak lama  memahami perlunya dan berusaha melindungi lingkungan hidupnya yang  berupa hutan dan alam sekitarnya melalui berbagai aturan adat tidak  tertulis.
Kegiatan pertambangan menurut Salim HS tidak selalu dapat dilaksanakan dengan baik oleh kontraktor yang ditunjuk atau pemegang izin pertambangan. Dalam melaksanakan kegiatan tambang, kontraktor yang ditunjuk selalu menimbulkan masalah. Masalah itu tidak hanya terjadi antara masyarakat dengan kontraktor atau pemegang izin pertambangan tapi juga antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah. Kesenjangan penerimaan penghasilan juga diperoleh pada level pemerintah, antara pemerintah daerah penghasil tambang dengan penerimaan pemerintah pusat serta kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh kegiatan pertambangan.
Simon Fisher, dkk dalam Salim HS mengemukakan enam teori yang  mengkaji dan menganalisis penyebab terjadinya konflik.

D.    Teori Penyebab Konflik.
1.      Teori Hubungan Masyarakat.
Teori ini berpendapat bahwa penyebab terjadinya konflik adalah oleh polarisasi (kelompok yang berlawanan) yang terus terjadi, ketidak percayaan dan permusuhan diantara kelompok yang berbeda dalam suatu masyarakat.
2.      Teori Negosiasi Prinsip.
Teori ini menganggap bahwa penyebab terjadinya sengketa adalah dikarenakan posisi-posisi yang tidak selaras dan perbedaan pandangan tentang sengketa oleh pihak-pihak yang mengalami konflik.
3.      Teori Identitas.
Asumsi dari teori ini adalah terjadinya konflik disebabkan karena identitas yang terancam, yang sering berakar pada hilangnya sesuatu atau penderitaan      dimasa lalu yang tidak diselesaikan.
4.      Teori Kesalahpahaman.
Menurut teori ini, sengketa terjadi disebabkan tidak sesuainya cara-cara dalam komunikasi di antara berbagai budaya yang berbeda.
5.      Teori Transformasi Konflik.
6.      Menurut teori ini, sengketa terjadi disebabkan tidak sesuainya cara-cara dalam komunikasi di antara berbagai budaya yang berbeda.
7.      Teori Kebutuhan Manusia.
Berasumsi bahwa sengketa disebabkan oleh kebutuhan dasar manusia, baik fisik, mental dan sosial yang tidak terpenuhi atau dihalangi. Keamanan, identitas, pengakuan, partisipasi, dan otonomi sering menjadi inti diskusi. Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa konflik pertambangan merupakan konflik yang terjadi dalam pelaksanaan kegiatan pertambangan, dimana pada kegiatan pertambangan tidak selalu dapat dilaksanakan dengan baik oleh kontraktoryang ditunjuk atau pemegang izin pertambangan dan menimbulkan masalah.

E.     Resolusi Konflik.
Resolusi konflik yang dalam bahasa Inggris adalah conflict resolution memiliki makna yang berbeda-beda menurut para ahli yang fokus meneliti tentang konflik. Resolusi dalam Webster Dictionary menurut Levine adalah   :
Ø  Tindakan mengurai suatu permasalahan.
Ø  Pemecahan.
Ø  Penghapusan atau penghilangan  permasalahan.
Sedangkan Weitzman & Weitzman dalam Morton & Coleman didefinisikan sebagai sebuah tindakan pemecahan masalah bersama (solve a problem together), Menurut Mindes, resolusi konflik merupakan kemampuan untuk menyelesaikan perbedaan dengan yang lainnya dan merupakan aspek penting dalam pembangunuan sosial dan moral yang memerlukan keterampilan dan penilaian untuk bernegoisasi, kompromi serta mengembangkan rasa keadilan. Sedangkan menurut Fisher et al, resolusi konflik adalah usaha menangani sebab-sebab konflik dan berusaha membangun hubungan baru yang bisa tahan lama di antara kelompok-kelompok yang berseteru. Sebagai suatu proses sosial yang sifatnya dinamis, konflik sangat rentan terhadap pengaruh- pengaruh yang berasal dari berbagai aspek. Sifatnya yang dinamis cenderung membuat konflik dapat dikelola untuk mencapai suatu resolusi, dimana resolusi tersebut merupakan suatu keadaan dimana kepentingan yang mengalami pergesekan dapat bertemu dan menetapkan kesepakatan bersama. Menurut Bunyamin Maftuh, dispute (sengketa) akan dikelola melalui penguatan keamanan militer dan tekanan-tekanan maupun ancaman. Sebaliknya, kekerasan sebagai produk kalkulasi rasional menempatkan individu dan kelompok dalam hubungan konflik yang dinamis dan terlembagakan. Perilaku kekerasan bisa  ditransformasikan menjadi perilaku perdamaian karena para aktor memiliki kreativitas. Namun demikian transformasi perilaku kekerasan menjadi perilaku damai akan ditentukan oleh kemungkin-kemungkinan pemecahan masalah yang dapat ditafsirkan oleh para pihak berkonflik. Hal ini berarti membutuhkan suatu jaminan kelembagaan sosial yang menjadi tempat bagi pihak berkonflik untuk memperhitungkan berbagai kemungkinan pemecahan masalah tersebut melalui fungsi negoisasi atau dialog, pendapat serupa juga disampaikan oleh Anderson, bahwa situasi konflik selalu membawa kemungkinan perdamaian karena dalam fakta empirisanya suatu wilayah konflik dan perang terdapat sistem dan kelembagaan yang bisa dijadikan sebagai proses menuju perdamaian. Proses yang mengandung unsur dialog dan negoisasi di antara para pihak yang berkonflik. Istilah tata kelola konflik (conflict management) belum cukup populer ilmu sosial Indonesia lebih mengenal istilah pengelolaan konflik (conflict management). Kedua istilah tersebut tidak terlalu menyolok perbedaannya walapun conflict governance dianggap lebih mendasarkan diri pada konsep ideal demokrasi. Pada dasarnya menurut Fisher lembaga tata konflik, lembaga tata kelola memiliki tujuan utama mengubah konflik tidak produktif yang muncul dalam bentuk kekerasan menjadi konflik produktif yang muncul dalam bentuk dialog dan negosiasi damai. Lembaga ini tidak bertugas menemukan pemecahan masalah karena hal ini akan dicapai oleh para pihak konflik melalui proses negoisasi. Hunt dan Metcalf membagi konflik menjadi dua jenis, yaitu intrapersonal conflict (konflik intrapersonal) dan interpersonal conflict (konflik interpersonal). Konflik intrapersonal adalah konflik yang terjadi dalam diri individu sendiri, misalnya ketika keyakinan yang dipegang individu bertentangan dengan nilai budaya masyarakat, atau keinginannya tidak sesuai dengan kemampuannya. Konflik intrapersonal ini bersifat psikologis, yang jika tidak mampu diatasi dengan baik dapat menggangu bagi kesehatan psikologis atau kesehatan mental (mental hygiene) individu yang bersangkutan. Sedangkan konflik interpersonal ialah konflik yang terjadi antar individu. Konflik ini terjadi dalam setiap lingkungan sosial, seperti dalam keluarga, kelompok teman sebaya, sekolah, masyarakat dan negara. Konflik ini dapat berupa konflik antar individu dan kelompok, baik di dalam sebuah kelompok (intragroup conflict) maupun antar kelompok (intergroup conflict). Dalam penelitian ini titik fokusnya adalah pada konflik sosial remaja, dan bukan konflik dalam diri individu (intrapersonal conflict).  Secara ideal demokrasi seharusnya menampilkan tata kelola konflik yang memiliki kelembagaan tiga dimensi pengelolaan yang beroperasi secara dinamis. Walaupun pada setiap konteks konflik selali memiliki desain kelembagaan tata kelola konflik yang berbeda. Kenyataan ini kemudian difasilitasi oleh desentralisasi kekuasaan dan otonomi daerah yang memberi kemungkinan besar kelembagaan tata kelola konflik bisa dibangun di tingkat daerah. Metode resolusi konflik melalui konsep tata kelola konflik (conflict governance). Konsep tersebut melibatkan penggunaan seluruh sumber daya yang ada, disertai strategi yang tepat, sehingga tujuan dari resolusi tersebut dapat dicapai dengan baik. Resolusi konflik dapat dicapai dengan dua cara, yakni pengaturan sendiri oleh pihak-pihak yang berkonflik (self regulation), dan melalui intervensi pihak ketiga (third party intervention). Dalam pengaturan sendiri, pihak-pihak yang terlibat menyusun strategi konflik untuk mencapai tujuannya. Sementara apabila melibatkan pihak ketiga, terdiri atas; resolusi melalui pengadilan, proses administrasi, dan resolusi perselisihan alternatif.  Berdasarkan penjelasan yang telah diungkapkan oleh beberapa pakar, maka dapat dijabarkan bahwa dalam menganalis konflik sedikitnya terdapat beberapa indikator penting. Indikator-indikator tersebut antara lain sebagai berikut:
1.      Interaksi (interaction).
 Interaksi (interaction),  yakni  hubungan-hubungan sosial yang  terjadi  antara  Individu     ataupun       kelompok     yang     dapat    menyebabkan     konflik.
2.      Sumber-sumber konflik (source).
Sumber-sumber konflik (source), yang meliputi :  perbedaan fisik, perbedaan kepentingan,   perbedaan    perlakuan,   perbedaan   identitas,  kekecewaan, keterbatasan   sumber   daya,   bahasa,  terputusnya   komunikasi,  perbedaan persepsi, dan stereotip.
3.      Pihak-pihak yang berkonflik (stakeholder).
Pihak-pihak yang berkonflik (stakeholder), yakni pihak-pihak yang berkonflik atau memiliki kepentingan atas terjadinya konflik, meliputi : individu, kelompok, dan pihak ketiga (mediator, free rider, dan lain sebagainya). Berdasarkan pemaparan teori menurut para ahli tersebut maka dapat ditarik kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan resolusi konflik adalah suatu cara individu untuk menyelesaikan masalah yang sedang dihadapi dengan individu lain secara sukarela. Resolusi konflik juga menyarankan penggunaan cara-cara yang lebih demokratis dan konstruktif untuk menyelesaikan konflik dengan memberikan kesempatan pada pihak-pihak yang berkonflik untuk memecahkan masalah mereka oleh mereka sendiri atau dengan melibatkan pihak ketiga yang bijak, netral dan adil untuk membantu pihak-pihak yang berkonflik memecahka masalahnya.

F.     Problematika Konflik Pertambangan.
Keberadaan perusahaan tambang di Indonesia kini banyak dipersoalkan oleh berbagai kalangan, ini disebabkan keberadaan perusahaan tambang tersebut telah
menimbulkan dampak negatif di dalam pengusahaan bahan galian.
Dampak negatif dari keberadaan perusahaan tambang adalah meliputi:
Ø   Rusaknya hutan yang berada di dearah lingkar tambang.
Ø   Tercemarnya laut.
Ø   Terjangkitnya penyakit bagi masyarakat yang bermukim di daerah lingkar tambang.
Ø   Konflik antara masyarakat yang tinggal di sekitaran lingkar tambang dengan perusahaan pemilik/pengelola tambang; dan lainnya.
Kegiatan pertambangan banyak menimbulkan ketimpangan. Ketimpangan
pendapatan (kemakmuran) antara pengusaha pertambangan dengan
kesejahteraan masyarakat sekitar wilayah pertambangan.
Ketimpangan- ketimpangan yang terjadi dalam setiap tahap kegiatan pertambangan:
1.      Tahap Penyelidikan Umum.
a)      Lahirkan pro dan kontra yang memicu benih perpecahan antar masyarakat.
b)      Beredar janji-janji manis ‘bahasa surga’ seperti masyarakat akan sejahtera, refitalisasi tempat-tempat umum, jalan diperbaiki, listrik terang benderang, menjadi kota ramai, sehingga gaya hidup masyarakat mulai berubah.
c)      Beredar informasi yang simpang siur dan membingungkan.
2.      Tahap Eksplorasi.
Konflik antar pemilik kepentingan mulai terbuka. Pada posisi ini biasanya Pemerintah mulai menujukan keberpihakan pada perusahaan, Bujuk rayu, intimidasi, hingga teror dan ancaman makin meningkat.
3.      Tahap Eksploitasi.
Dimulainya Penghancuran gunung, hutan, sungai dan laut. Dimulainya proses pembuangan limbah Tailing yang akan meracuni sumber air dan pangan, Limbah Tailing dan batuan akan menjadi masalah dari hulu hingga hilir.
Dimulainya kerja-kerja akademisi, penalaran, penelitian dan konsultan bayaran untuk membuktikan bahwa tidak ada pencemaran. Meningkatnya konflik antar masyarakat dan masyarakat dengan pejabat Negara. Penguasaan sumberdaya alam, pencemaran lingkungan dan proses pemiskinan.
Meningkatnya pelanggaran Hak Asasi Manusia, kasus korupsi dan suap.
Meningkatnya kasus asusila karena akan terbukanya fasilitasi judi dan tempat prostitusi.
4.      Tahapan Tutup Tambang.
a)        Makin terpuruknya ekonomi lokal dan menigkatnya jumlah pengangguran.
b)       Terbentuknya danau-danau asam dan beracun yang akan terus ada dalam jangka waktu yang panjang, Tidak pulihnya ekosistem yang dirusak oleh perusahaan tambangan.
c)        APBD banyak terkuras untuk menutupi protes rakyat sementara perusahaan telah pergi meninggalkan berbagai masalah. Menurut Salim konflik atau sengketa yang sering terjadi dalam pertambangan antara lain:
Ø  Konflik antara (masyarakat adat) dengan perusahaan tambang.
Ø  Konflik karena Pencemaran lingkungan disekitar wilayah pertambangan.
Ø  Konflik antara pemilik tanah dengan perusahaan tambang (pertanahan).
Ø  Konflik antara pemerintah (Negara) dengan perusahaan tambang.
Ø  Konflik perburuhan.
Ø  Konflik pengembangan masyarakat.
G.    PEMETAAN KONFLIK.
Pemetaan konflik dilakukan dengan mengelompokkannya ke dalam ruang-ruang konflik. Kriteria-kriteria ruang konflik tersebut menurut Salim HS terbagi ke dalam lima ruang konflik, yaitu:
d)     Konflik Data.
Konflik data, terjadi ketika seseorang mengalami kekurangan informasi yang dibutuhkan untuk mengambil keputusan yang bijaksana, mendapat informasi yang salah, tidak sepakat mengenai data yang relevan, menerjemahkan informasi dengan cara yang berbeda atau memakai tata cara pengkajian yang berbeda.
a.         Konflik Kepentingan.
Konflik kepentingan, disebabkan oleh persaingan kepentingan yang dirasakan atau yang secara nyata memang tidak bersesuaian. Konflik kepentingan terjadi karena masalah yang mendasar atau substantif (misalnya uang dan sumberdaya), masalah tata cara (sikap dalam menangani masalah) atau masalah psikologis (persepsi atau rasa percaya, keadilan, rasa hormat).
b.      Konflik hubungan antar manusia.
Konflik hubungan antar manusia terjadi karena adanya emosi-emosi negatif yang kuat, salah persepsi, salah komunikasi atau tingkah laku negatif yang berulang (repetitif). Masalah-masalah ini sering menimbulkan konflik yang tidak realistis atau yang sebenarnya tidak perlu terjadi.
c.         Konflik Nilai.
Konflik hubungan antar manusia terjadi karena adanya emosi-emosi negatif yang kuat, salah persepsi, salah komunikasi atau tingkah laku negatif yang berulang (repetitif). Masalah-masalah ini sering menimbulkan konflik yang tidak realistis atau yang sebenarnya tidak perlu terjadi.
d.        Konflik Struktural.
Konflik struktural, terjadi ketika adanya ketimpangan untuk melakukan akses dan kontrol terhadap sumberdaya, pihak yang berkuasa dan memiliki wewenang formal untuk menetapkan kebijakan umum, biasanya memiliki peluang untuk meraih akses dan melakukan kontrol sepihak terhadap pihak lain. Simon Fisher dkk dalam Salim mengemukakan teori yang menyebabkan terjadinya konflik dalam masyarakat antara lain teori hubungan masyarakat menyebabkan adannya kelompok yang berlawanan sehingga muncul permusuhan, dan teori kebutuhan manusia menyebabkan terjadinya konflik karena tidak terpenuhi atau terhalanginya kebutuhan dasar manusia baik fisik maupun mental. Konflik masyarakat dengan pertambangan tidak hal yang baru di Indonesia. Pertambangan merupakan kegiatan untuk melakukan eksplorasi, eksploitasi dan memilih mineral, menyuling, dan operasi lainnya dibawah tanah. Pengertian pertambangan dijumpai dalam Undang- Undang No 4 tahun 2009, pertambangan adalah sebagian atau seluruh tahapan pengelolaan dan pengusahaan mineral atau batubara yang meliputi penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta kegiatan pasca tambang. Konflik yang terjadi antara masyarakat dengan pertambangan menurut Maimunah dan Salim HS antara lain karena :
a)      Salah Urus Pengelolaan Tambang.
Salah urus terhadap pengelolaan bahan tambang yang hanya dipandang sebagai komoditas penghasil devisa dan PAD (Pendapatan Asli Daerah), sehingga seluruh upaya diserahkan mengeluarkan izin pertambangan sebanyak-banyaknya tanpa memikirkan dampak yang terjadi akibat pemberian izin tersebut.
b)     Pengingkaran Hak Rakyat Atas Penguasaan Dan Pengelolaan Tanah.
Pengingkaran hak rakyat atas penguasaan dan pengelolaan tanah, tidak ada satupun Kontrak Karya Pertambangan yang mendaptkan izin persetujuan rakyat terlebih dahulu sebelum berdirinya perusahaan tambang.
c)      Daya Rusak Sektor Tambang.
Daya rusak sektor tambang tidak bisa dikelola dengan baik oleh perusahaan dan Negara. Ketakutan masyarakat terhadap dibuangnya limbah sisa hasil pertambangan akan menyebabkan pencemaran air. Abiodun Alao menjelaskan air dan tanah dalam kategori sumber daya yang vital bagi kelangsungan hidup manusia. Sedangkan sumber daya alam yang lain seperti minyak bumi, batu bara dan gas bumi dikategorikan sebagai sumber daya yang digunakan untuk mendukung pencapaian kenyamanan hidup manusia. Maka tak urung air menempati posisi yang berbeda dibandingkan sumber daya alam yang lainnya karena air menjadi sumber daya yang esensial dalam kelangsungan hidup manusia sehingga cara apapun dilakukan untuk mengamankan pasokan air, baik dengan jalur diplomasi maupun konfrontasi.

H.     MENAKAR KONFLIK PERTAMBANGAN.
Kisah pertambangan di berbagai negara, termasuk di seluruh wilayah Indonesia, tak pernah luput dari cerita konflik multi-pihak dan multi-dimensional. Sejarah panjang pertambangan di Indonesia, misalnya, dimulai sejak akhir abad XIX oleh Rejim Penjajah Belanda, menimbulkan gejolak kepemilikan.Karena itu, Pada tahun 1958 Presiden Soekarno menasionalisasikan korporasi pertambangan Belanda kedalam perusahaan milik negara, Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Beberapa contoh perusahaan pertambangan nasional dan multinasional di tanah air selalu dihiasi berbagai konflik multi-pihak dan multi-dimensional.
Kehadiran PT Freeport Indonesia berdasarkan persetujuan Pemerintah, Kontrak Kerja, dalam perjalanan aktivitas penambangan menimbulkan berbagai konflik dengan masyarakat lokal (Suku Amungme dan Komoro). Di daerah Minahasa Raya, masyarakat Pante Buyat berkonflik dengan Perusahaan tambang PT Newmont Minahasa Raya (NMR) akibat tailing beracun yang mencemari teluk buyat. PT Manggarai Manganese yang mendapat konsesi eksplorasi di Kabupaten Manggarai Timur juga diwarnai konflik dengan masyarakat lokal. PT Sumber Jaya Asia (SJA) yang menambang di Hutan Lindung Galak Rego pun menuai masalah dan konflik. Itulah sejumlah contoh kasus konflik yang terjadi dalam proses penambang mineral di wilayah Nusantara.
1.      Menakar Makna dan Akar Konflik.
Deanna Kemp dalam Just Relations and Company-Community  Conflict in Mining (2010), menyebut sumber konflik di sektor pertambangan berakar pada relasi yang tidak setara antara warga dan korporasi (pengusaha). Hubungan yang tidak setara itu berakibat pada pembagian keuntungan yang tidak adil. Dalam kajian Deanna Kemp, eskalasi konflik dipicuh oleh kepentingan ekonomi atau ketahanan sumber-sumber penghidupan, akses dan kepemilikan terhadap tanah dan air serta dampak lingkungan yang ditimbulkan oleh aktivitas industry ekstraktif. Selain itu, konflik dapat bersumber pada masalah gender, pelemahan terhadap kohesi sosial dan keyakinan budaya, kekerasan atau pelecehan hak-hak dasar warga (HAM) dan ketidak-adilan dalam distribusi keuntungan. Dengan kata lain, konflik terjadi karena perusahaan tambang mengabaikan persoalan-persoalan lingkungan yang terkaiterat dengan dimensi kemanusiaan. Berdasarkan model triangle konflik dari Johan Galtung (Miall, H; Rambostham, O& Woodhouse, T, 2005), konflik diilustrasikan sebagai kontradiksi antar semua pihak karena perbedaan kepentingan. Konflik dalam aras ini dipicuh oleh perbedaan kepentingan dalam relasi, kesalah-pahaman (misperceptions), emosi (ketakutan, kemarahan dan kegetiran), pemaksaan, permusuhan, ancaman dan serangan destruktif yang terjadi diantara pemangku kepentingan. Tensi ketegangan dan konflik dapat meningkat secara signifikan manakala semua pemangku kepentingan tidak mampu membangun sebuah komunikasi dan pemahaman yang baik dan efektif. Perbedaan persepsi dan paradigma yang tajam juga dapat merusak relasi dan meningkatkan konflik. Di hadapan konflik yang selalui mewarnai sektor usaha pertambangan, segelintir orang berpendapat bahwa konflik tidak selalu destruktif, tetapi memiliki sebuah potensi kekuatan positif yang mengarah pada hasil yang lebih baik pada tingkat komunitas lokal (Bebbington and Burry, 2009; Zandvliet, 2005; Zandvliet and Anderson, 2009). Dalam perspektif ini, semua pemangku kepentingan yang terlibat dalam konflik semakin menyadari makna keadilan dan kesetaraan, mengerti tentang hak-hak dasar orang lain yang harus dihargai dan diakui. Konflik mendorong semua pihak untuk memahami dan menemukan model dan strategi penyelesaian konflik yang tepat dan bermartabat. Jadi, salah satu dampak positif dan konstruktif dari sebuah konflik yang terjadi adalah adanya peningkatan pemahaman dan kesadaran baru pada semua pihak. Bagaimana pun, dalam sebuah konflik, semua pihak mengalami peningkatan pengetahuan tentang segala sesuatu yang terkait erat dengan kepentingan kelompok dan hajat hidup orang banyak. Lebih dari itu, semua pihak juga dapat belajar apa artinya transparansi, akuntabilitas serta semua langkah prosedural yang dibutuhkan untuk terlaksananya sebuah investasi yang aman dan profitable demi kesejahteraan hidup bersama (common good). Jelaslah bahwa ada beberapa faktor kontekstual yang berperan dalam melahirkan konflik di sektor pertambangan (Bdk. Bebbington et al., 2008). Para pakar tetap konsisten pada temuan mereka bahwa kelalaian dan kurangnya koordinasi oleh pihak manajemen perusahaan telah menjadi penyebab terjadinya konflik antara korporasi dan warga komunitas setempat. Dampak negatif yang menimbulkan eskalasi konflik yang lebihbesar ketika penambangan terjadi di atas tanah komunal atau adat (hak ulayat masyarakat adat), di mana terjadi benturan paradigma, persepsi, pemaknaan nilai-nilai kearifan lokal antara korporasi dan masyarakat adat setempat berkaitan dengan tanah dan segenap pranata budayanya. Dalam banyak kasus, korporasi hanya melihat tanah dan segenap kekayaannya dalam perspektif ekonomi-bisnis (nilai komoditi). Sementara itu, tanah bagi sejumlah masyarakat adat Nusantara, memandang tanah dalam perspektif kultural sebagai ibu yang memberi makan kepada mereka. Ibu tanah ini harus dirawat dan dipelihara, bukannya dijual untuk dihancurkan.
2.      Studi Kasus Perbandingan (Comperative of Case).
Dalam salah satu penelitian yang dilakukan oleh Bebbington dan Bury (2009) berkaitan dengan konflik tambang di Peru, disimpulkan bahwa keterlibatan pihak ketiga (third parties) akan meningkatkan keberlanjutan (sustainability) konflik dan bahwa ‘broker’ atau makelar dari luar dapat memperkuat kekuasaan yang asimetris dan melestarikan konflik. Jika ditelaah lebih jauh, maka secara faktual, korporasi memiliki aturan mainnya sendiri yang tidak memadai untuk mencapai keadilan di hadapan konflik sumber daya alam. Dalam kasus pertambangan di Peru dan juga dapat terjadi di wilayah lain di dunia, ditemukan bahwa konflik selalu terkait erat dengan tiga hal yakni alokasi lahan, relasi kekuasaan dan kesenjangan, dan kegagalan korporasi merespon pemahaman dan cara pandang masyarakat adat. Bagaimana pun, konflik itu muncul karena masyarakat adat di sekitar tambang tidak diberi kesempatan untuk menyuarakan kepentingan dan kebutuhan mereka dalam konteks investasi. Penelitian di sektor pertambangan, yang dilakukan oleh Bidang Advokasi JPIC OFM Indonesia (2012, 2013 & 2014), ditemukan berbagai faktor dan aktor dalam konflik pertambangan. Dalam studi kasus PT Arumbai Mangabekti, PT Manggarai Manganese, PT Aditya Bumi Pertambangan, PT Soe Makmur Resources, disana dapat dipetakan model konflik pertambangan. Konflik pertambangan multi-dimensional, melibatkan multi pihak, seperti Perusahaan Pertambangan, komunitas setempat, tokoh agama  dan LSM, Pemerintah setempat, masyarakat sekitar, pemilik lahan, para pekerja lokal, aparat keamanan (Kepolisian dan TNI) dan aparat penegak hukum (Kejaksaan dan Pengadilan setempat). Konflik itu terpolarisasi dalam dua kelompok kepentingan investasi, yang disebut dengan pro-kontra pertambangan. Secara sederhana, para aktor yang terlibat dalam konflik pertambangan dapat dikategorisasikan sbb: Kategori pertama adalah para pihak pro (setuju) investasi pertambangan biasanya terdiri dari korporasi pertambangan, Pemerintah setempat yang menerbitkan IUP, aparat keamanan dan penegak hukum, Pemangku/Tetua adat dan warga adat yang sudah “dibeli” oleh perusahaan dan yang sudah diintimidasi oleh Pemerintah dan aparat keamanan dan penegak hukum serta para pekerja lokal. Kategori kedua adalah para pihak yang kontra (menolak) investasi pertambangan. Mereka itu adalah tokoh agama setempat, pro Lingkungan hidup, LSM yang peduli lingkungan dan anti pertambangan, warga masyarakat (korban eksploitasi tambang dan yang terkena dampak), Tua adat yang mempertahankan hak ulayat dan para pemilik lahan. Faktor pemicuh konflik bisa beragam. Konflik dapat bersumber dari kontestasi lahan komunal adat (tanah ulayat) yang melibatkan berbagai pihak dengan kepentingan, kebutuhan dan posisi yang berbeda-beda. Akar konflik ini berelasi erat dengan masalah partisipasi warga masyarakat dalam proses pengambilan keputusan bersama (musyawarah kampung), yang dihubungkan dengan berbagai tekanan dan manipulasi dari orang lain, kekuasaan yang tidak setara dan pelanggaran terhadap hak asasi manusia, khususnya hak-hak ekonomi, sosial dan budaya (Bdk. Kovenan internasional tentang hak asasi manusia). Konflik akan memunculkan pola-pola resistensi dan perlawanan serta protes yang berkepanjangan. Aksi protes dan perlawanan biasanya dilakukan oleh kelompok-kelompok anti pertambangan untuk menggugat kebijakan pertambangan dan mendorong pembatalan ijin usaha pertambangan (IUP) di sebuah wilayah pertambangan. Gerakan perlawanan komunitas (didukung -/+60 komunitas), masyarakat lingkar tambang muncul dari sebuah kesadaran akan kehilangan hak-hak ekonomi, social dan budaya setempat. Lahan-lahan perkebunan dan curah laharan Gunung Kelud di aliranSungai Seringjing  dialihkan menjadi wilayah pertambangan. Demikian juga kekayaan hutan yang terawat serta sumber-sumber air yang menopang kehidupan masyarakat tergaruk-hilang oleh aktivitas penambangan yang masif. Warga masyarakat terjebak dalam pusaran konflik, tindakan intimidasi dan manipulasi serta iklim ketidak-nyamanan dalam ruang kehidupan mereka. Alih-alih menyejahterakan warga (“bahasa SURGA”), menaikan pendapatan ekonomi keluarga dan mempercepat pembangunan, warga justeru terpental dalam perputaran persoalan yang rumit dan berkepanjangan. Jika membaca alur historis dari kehadiran dan aktivitas pertambangan di seuruh wilayah negara Republik Indonesia, maka hampir pasti bahwa semua perusahaan pertambangan tidak luput dari konflik, meski secara yuridis telah mengantongi ijin usaha pertambangan dari Pemerintah setempat. Fakta historis ini nampaknya tidak pernah mendapatkan sebuah solusi yang tepat, khususnya dari para pengambil kebijakan di negeri ini. Disinyalir bahwa hingga saat ini Pemerintah belum menyediakan seperangkat peraturan yang dijadikan pedoman resolusi konflik di wilayah pertambangan. Pedoman tersebut mestinya menjadi semacam seperangkat proses, langkah dan tahapan yang dapat digunakan untuk penyelesaian konflik pertambangan demi jaminan kepastian sebuah investasi. Lebih dari itu, pedoman tersebut dapat dimanfaatkan untuk menjamin hak-hak masyarakat kecil dan semua pemangku kepentingan yang terlibat di dalam konflik pertambangan. Karena itu, satu hal yang paling penting untuk meminimalisir konflik pertambangan adalah kebutuhan untuk membangun hubungan, konsultasi dan partisipasi yang baik di antara multi-stakeholders.

I.       ACUAN REFERENSI Penelitian.
Potensi pertambangan Galian C terutama (sirtu) di Damarwulan Kecamatan Puncu disekitaran kaki lereng curah dan laharan Gunung Kelud Kabupaten Kediri dan masuk di zona perkebunan PTPN XII cukup luas, namun potensi tersebut dikelola secara srampangan serta membabi buta dan tidak mengidahkan ramah lingkungan. Hasil dari pertambangan Galian C tersebut diharapkan dapat menambah kehidupan ekonomi masyarakat sekitar dilakukan secara manual diarea laharan Sungai Serinjing yang sebelumnya berusaha di bidang perkebunan, peternakan, perikanan, irigasi, penghasil listrik PLTA (small scupe) untuk lingkungan wilayah PTPNXII di Damarwulan Kecamatan Puncu kabupaten Kediri dan sektor usaha lainnya. Teknologi yang digunakan dalam mengelola potensi pertambangan Galian C di Damarwulan Kecamatan Puncu kabupaten Kediri dirasakan sangat amat merusak lingkungan karena pengelolaan explorasi / exploitasi pertambangan Galian C yang besar-besaran dan membabi buta yang didukung oleh para kapitalis murka (pokoke bathi /yang penting untung) dan didukung oleh para penguasa yang murka (Bethorokolo) tanpa mengindahkan amanah negara, bangsa serta rakyat dalam hal ini rakyat ditipu para investor yang bekerjasama dengan penguasa untuk merusak Sumber Daya Alam yang tidak dapat diperbaharui (unresoneble) dan memusnahkan ekosistem habitat lingkungan juga mutual siklus ekosistem, dengan mengunakan alat-alat berat dengan tidak memikirkan kelestarian alam, dan alam lingkungan. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, Pemerintah Propinsi Jawa Timur dalam hal ini yang melegalisasi semua perijinan sesuai UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA yang berkaitan dengan  memberikan peluang kepada para investor (penambang) untuk melakukan usaha pertambangan Galian C yang berada di Damarwulan Kecamatan Puncu wilayah PTPN XII kabupaten Kediri. Perijinan yang dikeluarkan tersebut diharapkan akan dapat membantu meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat di wilayah tersebut dan ramah lingkungan (normalisasi laharan di Sungai Sarinjing) dengan memperhatikan kelestarian alam, ekosistem lingkungan dizona tersebut yang telah di wariskan oleh pemerintah Hindia Belanda yang notabene sebagai pilot project rancangan untuk tata ruang dan lingkungan industri (RUTL/I) pada era itu dan sampai sekarang dengan master plant dan rule model industri perkebunan tersebut masih relevan dengan jaman sekarang.   Namun pada pelaksanaannya justru menimbulkan konflik antara investor (penambang PT. EPAS)  dengan masyarakat lokal yang hidup di penambangan Galian C di lereng, kaki Gunung Kelud tersebut terutama di Damarwulan kecamatan Puncu wilayah perkebunan PTPN XII kabupaten Kediri. Adanya keresahan masyarakat dan PTPN XII disebabkan oleh karena tidaknya ada ganti rugi, mata pencarian penduduk lokal yang hilang sebagai pekerja perkebunan yang disewakan oleh PTPN XII untuk masyarakat yang dalam sumbernya dari ADM PTPN XII seluas 300 HA karena penduduknya disekitar Damarwulan tidak banyak maka masing KK mendapat kurang lebih 1HA setiap KK.
Terjadinya pencemaran, kerusakan Sumber Daya Alam dan ekosistem lingkungan hidup (biota hidup). Konflik yang muncul antara investor dengan masyarakat lokal perlu dimediasi (dalam hal ini Gerakan Masyarakat Perangi Korupsi / GMPK) lembaga yang independent mengawal serta pendampingan untuk menyelesaikan konflik antara investor, masyarakat lokal, PTPN XII dan pemerintah daerah. Resolusi konflik pertambangan Galian C di Damarwulan Kecamatan Puncu kabupaten Kediri menemui beberapa kendala antara lain tidak temukannya titik terang penyelesaian konflik antara investor dengan masyarakat lokal, PTPN XII hal ini diindikasikan dengan adanya penambang / PT.ESPAS, melakukan explorasi/exploitasi yang ngawur dan membabi buta unjuk manajemen power, mengadu domba dan cara lain untuk melanggengkan penambangannya untuk memuaskan profit (koyok merah/recehan pundi-pundi rupiah) tanpa mengindahkan SDA serta ekosistem lingkungan. Meskipun langkah-langkah penyelesaian konflik telah dilakukan dengan melibatkan pihak Pemerintah Daerah kabupaten Kediri, DPRD kabupaten Kediri, Kepolisian, TNI, Departemen Kementrian dan Lembaga negara Republik Indonesia yang terkait . Berdasarkan uraian pada tinjauan teori di atas, maka dapat disusun kerangka pemikiran sebagai berikut:
Ø  Kerangka Dasar Penulisan.
Ø  Sumber data dan referensi diolah penulis secara literatur dan lapangan.
Ø  Konflik Penambangan.
Ø  Menimbulkan keresahan dan kegaduhan (pilkada tahun 18 &19) :
v  Tidak ada ganti rugi (lost value of money).
v  Mata pencarian yang hilang (perkebunan dan peternakan).
v  Perusakan SDA dan ekosistem lingkungan.
v  Penambangan Galian C oleh PT. ESPAS di Damarwulan Kecamatan Puncu disekitaran kaki lereng curah dan laharan Gunung Kelud Kabupaten Kediri show of force untuk mempertahankan bisnis pertambangannya sehingga masalah konflik terus berkepanjangan hingga detik ini (konflik horizontal).

J.       SOLUSI Menyelesaikan Konflik Pertambangan.
Berkepanjangannya serta seoalah-olah ada pembiaran konflik pertambangan di sejumlah daerah di negeri ini, tidak terlepas dari minusnya kemauan politik pemerintah (pusat maupun daerah) dalam merespon tuntutan dan kepentingan publik. Justru yang terjadi adalah pengabaian, yang tentu saja semakin memperbesar konflik pertambangan. Tahun 2010-2011 saja, terdapat setidaknya 13 konflik pertambangan apalagi hingga tahun 2017 ratusan/ribuan konflik dan banyak yang tak ter-expose baik melalui media maupun keputusan secara kekuatan hukum. Secara umum, konflik-konflik pertambangan itu disebabkan pencemaran lingkungan, penolakan warga, konflik lahan dengan warga, ketenagakerjaan dan tumpang tindih lahan. Selain itu, kehadiran pertambangan justru menimbulkan persoalan baru. Misalnya semakin retaknya hubungan kekeluargaan, serta menyuburkan konflik sosial dan horizontal. Juga, kehadiran pertambangan tidak mampu menghadirkan kesejahteraan masyarakat setempat. Pihak yang diuntungkan dari aktivitas pertambangan ini hanyalah pengusaha dan pejabat. Realitas ini menunjukkan adanya persoalan serius dalam dunia pertambangan kita. Maraknya pemberian Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang didasarkan atas kepentingan sesaat penguasa daerah tanpa melibatkan masyarakat luas, merupakan pintu gerbang konflik pertambangan. Pemberian izin  seringkali dilakukan menjelang dan atau setelah Pilkada. Hal ini mengindikasikan adanya pencarian dana kampanye maupun balas jasa atas dukungan dalam Pilkada. Era otonomi daerah justru menjadi kesempatan emas bagi beberapa elite daerah untuk memperkaya diri dengan menjual surat izin tersebut. Pemberian izin yang instan seperti itu sudah pasti menimbulkan masalah baru. Apalagi izin tersebut tidak didasarkan pada tanggungjawab perusahaan dalam memperhatikan lingkungan dan memberdayakan masyarakat setempat. Dengan mengandalkan surat resmi tersebut, pihak pengusaha tambang pun melakukan eksploitasi besar-besaran demi keuntungan yang sebesar-besarnya tanpa peduli pada aspek lingkungan dan sosial. Sehingga masuk akal ketika sejumlah pertambangan di tanah air merusak lingkungan dan tidak memberikan kesejahteraan bagi masyarakat sekitar.     Alhasil, ketika masyarakat melakukan unjuk rasa maupun perlawanan, biasanya dihadapi dengan pendekatan keamanan dengan menjadikan aparat keamanan sebagai tembok penjaga aktivitas pertambangan. Bahkan parahnya, pihak perusahaan pertambangan menggaji aparat keamanan (yang sebenarnya sudah digaji dari uang rakyat) untuk menjaga usaha pengerukan kekayaan alam tersebut. Masyarakat yang melakukan tuntutan pencabutan izin pun akhirnya diredam aparat keamanan secara represif. Persoalan konflik pertambangan ini harus segera diselesaikan. Jika tidak, maka akan menjadi bom waktu yang sewaktu-waktu bisa meledak. Oleh sebab itu, segala perusahaan tambang yang bermasalah sudah saatnya dievaluasi. Jika memang tambang tersebut membawa penderitaan bagi rakyat dan merusak lingkungan, maka perlu tindakan tegas (bila perlu pencabutan izin). Di sinilah sangat dibutuhkan kemauan dan keseriusan pemerintah dalam merespon suara masyarakat demi kepentingan bersama.
Tidak ada konflik yang tidak bisa diselesaikan. Tinggal langkah-langkah yang seperti apa yang ditempuh untuk menyelesaikannya. Kembali pada jalur konstitusi, pasal 33 UUD 1945. Memang sejak orde baru hingga sekarang (orde terbaru), negara telah mengingkarinya. Mulai dari lahirnya UU No 1 Tahun 1967 hingga UU No 25 Tahun 2007, menjadi pintu masuk dominasi asing. Sehingga sampai hari ini, rakyat tetap menderita. Kerusakan Sumber Daya Alam, matinya ekosistem lingkungan, timbulnya penyakit hingga hama, kekeringan, banjir, tanah longsor,  pergerakan tanah, kelaparan, kesenjangan sosisal,  terjadi di atas tanah wilayah pertambangan.
Komentar “Abah Sulchan (Ketua GMPK Kediri Raya)”, di saat kemiskinan dan pengangguran menghimpit jutaan rakyat, pemerintah (pusat dan daerah) dengan suara lantang dan percaya diri selalu mengundang kehadiran investor-investor asing dan kroni-kroninya. Seolah-olah investor itu menjadi DEWA penyelamat pembebas bagi rakyat miskin (“rakyat sing endhi tho blok-golok”).  Padahal dalam realitasnya, justru menambah persoalan baru.
Perlu ditekankan, kita memang bukan anti asing. Bukan menolak investor asing. Hanya saja dalam pengelolaan dan pembagian hasil, terjadi ketidakadilan. Pemerintah seolah-olah hanya sebagai penjaga keamanan bagi pemodal asing, dengan menerima recehan dari mereka. Sementara rakyat menjadi buruh murah di negeri sendiri, bahkan diasingkan dan digusur dari tanah sendiri. Rakyat (terpaksa) menerima “limbah” buruk dari usaha pengerukan kekayaan alam tersebut. PT Freeport Indonesia merupakan salah satu contoh perusahaan tambang yang bermasalah, melanggar pasal 33. Dari segi kepemilikan saham, lebih dari 90% saham perusahaan yang sudah mengeruk kekayaan bumi Papua sejak 1967 ini dikuasai Freeport McMoran Copper and Gold. Sisanya sekitar 9% dikuasai pemerintah Indonesia. Bila dilihat dari kondisi ekonomi masyarakat, maka sungguh memprihatinkan di mana rakyat di sekitar pertambangan tersebut menderita. Belum lagi kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh kehadiran perusahaan tambang ini.  Sekali lagi, kembali ke pasal 33 UUD 1945 bukan berarti menolak hadirnya modal asing. Yang perlu ditekankan adalah bagaimana agar terjadi keadilan dalam penguasaan cabang produksi yang penting bagi negara khususnya dalam pertambangan (minimal 51% untuk Indonesia), agar kekayaan alam negara tersebut demi kemakmuran rakyat, dan pengelolaannya memperhatikan lingkungan serta bervisi jangka panjang. Tanpa hal itu, konflik akan tetap membara dan rakyat menderita. (Jhon Rivel Purba).
K.    Rawan Praktik Korupsi.
Banyak pihak yang menaruh ekspekstasi besar terhadap pengaturan di dalam UU Minerba. Kalangan investor, misalnya, berharap UU Minerba dapat lebih membawa kepastian hukum dalam hal perizinan penambangan maupun ekspor terhadap industri-industri pertambangan dalam negeri yang banyak didominasi oleh pihak asing, pembebasan tanah dan keamanan, serta koordinasi yang lebih baik antara berbagai lembaga pemerintahan baik di tingkat pusat maupun daerah. Pergantian rezim dari kontrak karya ke izin yang merupakan salah satu isu sentral dalam UU Minerba.
Namun, menurut Indonesian Coruption Watch (ICW), UU tersebut belum memberikan jaminan sektor pertambangan yang bebas korupsi. Hal ini dilihat dari tidak adanya jaminan trensparansi dan akuntabilitas, serta tidak adanya evaluasi terhadap pelaku pertambangan yang sudah ada. Selain itu, pengesahan UU Minerba justru akan membuka peluang monopoli di daerah dalam pemberian izin (IUP). Dalam hal ini, akan banyak praktek kolusi dalam pemberian izin baik di level pemerintah maupun pemerintah daerah, paparnya.
Bukan itu saja ketimpangan-ketimpangan dari UU Minerba yang baru ini. Peneliti Hukum ICW, Illian Deta Arta Sari, mengatakan, sebagai pengganti UU No. 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan Pokok Pertambangan, UU Minerba masih melanggengkan rezim perampokan kekayaan negara. Apalagi, pertambangan illegal yang terjadi saat ini dilakukan secara sistematis. Akan tetapi, hal itu tidak diimbangi dengan sangsi yang tertera di UU tersebut.
Dalam Pasal 165 UU Minerba dijelaskan bahwa setiap orang yang mengeluarkan IUP, Izin Pertambangan Rakyat (IPR) atau Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) yang bertentangan dengan UU ini dan menyalahgunakan kewenangannya, akan diberi sanksi pidana paling lama dua tahun penjara dan denda paling banyak Rp200 juta. Bagi perusahaan tambang kelas kakap, mungkin sangsi tersebut bisa dikatakan ringan. Tetapi tidak bagi penambang kecil yang melakukan kegiatan pertambangan di pinggiran, jika sewaktu-waktu melakukan kesalahan.
UU Minerba yang baru berpotensi kepada obral perizinan. Padahal, peluang terjadinya korupsi di perizinan sangat besar. Korupsi tersebut bisa dalam bentuk pra-perizinan dan pasca-perizinan. Korupsi pra-perizinan biasanya dilakukan melalui sogokan atau suap. Sedangkan korupsi pasca-perizinan bisa melalui pembayaran pajak, iuran, royalti yang seharusnya diterima pemerintah atau daerah. Dalam hal ini sering terjadi manipulasi volume hasil tambang setoran ke kas negara menjadi berkurang, dalam argumennya. 
Dalam perhitungan yang dilakukan ICW, ternyata selama periode 2001-2007 ditemukan kekurangan penerimaan (royalti) negara dari sektor Minerba senilai Rp58,286 triliun. Kekurangan itu terdiri dari batu bara senilai Rp16,417 triliun dan mineral lainnya senilai Rp.41,417 triliun. Selain itu, berdasarkan laporan keuangan pemerintah pusat diketahui sektor minerba memang belum banyak memberikan kontribusi pada penerimaan negara. Hal ini tentu menjadi tidak sebanding antara keuntungan dengan dampak lingkungan yang timbulkan oleh industri minerba.

S.      LANGKAH FINALTY.
Aktivitas penambangan yang dilakukan oleh PT ESPAS di area zona merah lokasi Damarwulan & perkebunan PTPN XII selama ini telah mengakibatkan Sumber Daya Alam dan ekosistem lingkungan menjadi rusak parah karena explorasi & explotasi yang tidak ramah lingkungan,penebangan pohon yang fungsinya penyerapan air guna melindungi sumber mata air yang berada dilokasi berfungsi sebagai air minum, PLTA (small scupe), Irigasi  dan sangat berdampak luas menimbulkan bencana alam longsor. Langkah yang tidak dqapat ditawar lagi PT. ESPAS harus --------------mengHentikan & MENUTUP”  ------------------- semua aktivitas-aktivitas penambangan di area zona merah kaki, lereng Gunung Kelud tanpa syarat (terutama menggunakan alat-alat berat). Mengingat di wilayah penambangan terdapat situs-situs peninggalan jaman kerajaan Majapahit kuno dan para archeologi (BPPT), pengiat sejarah serta pelestarian budaya situs-situs telah mendata kembali agar bisa dilestarikan peninggalan situs-situs sejarah yang memang bagian dari sejarah kita khususnya di wilayah Damarwulan dan perkebunan PTPN XII di kecamatan Puncu kabupaten Kediri.

T.     UPAYA PENGEMBALIAN.
Untuk menjaga dan mengembalikan Sumber Daya Alam dan Ekosistem Lingkungan yang telah terbentuk memang perlu jangka waktu yang sanagt lama dan membutuhkan proses panjang juga. Maka perlu melibatkan semua element-element masyarakat (tokok, pemuda, penduduk terdampak), pihak PTPN XII, Penambang Lokal,  pengiat lingkungan, pemerintah Daerah / Pusat, Kementrian terkait. Dengan cara mengembalikan Sumber Daya Alam di kaki, lereng kawasan Gunung Kelud antara lain :
1.      RE-VITALISASI LAHAN TAMBANG.
Pelaksanaan dan Rincian Alokasi Dana (terlampir/menyusul).
2.      RE-BOISASI.
Pelaksanaan dan Rincian Alokasi Dana (terlampir/menyusul).
3.      RE-ENVIRONMENT TERDAMPAK.
Pelaksanaan dan Rincian Alokasi Dana (terlampir/menyusul).
4.      RE-MENTALING (Masyarakat Terdampak).
Pelaksanaan dan Rincian Alokasi Dana (terlampir/menyusul).
5.      RE-KONSILIASI (Konflik Horizontal).
Untuk menjaga dan mengembalikan situasi kondusif aman, kenyamanan, keharmonisan, ketenangan, ketentraman dan kedamaian tanpa ada rasa curiga saling sapa di alam natural yang telah terbentuk, memang perlu melibatkan semua segment dan element masyarakat. Maka perlu partisipasi dalam upaya re-konsiliasi masyarakat terdampak dengan melibatkan element-element masyarakat (tokok, pemuda, penduduk terdampak), pihak PTPN XII, Penambang Lokal,  pengiat lingkungan, pemerintah Daerah / Pusat, Kementrian terkait. Dengan cara mengembalikan Sumber Daya Alam di kaki, lereng kawasan Gunung Kelud ini bisa dilakukan dengan saling silaturohim :
a). Antar Masyarakat dan Masyarakat (terdampak).
c). Antar Masyarakat dan Penambang.
b). Antar Masyarakat dan Pemerintah Daerah.
d). Antar Masyarakat, Element terkait, Pemerintah Daerah,Penambang

U.    PEMBERDAYAAN MASYARAKAT KE KOMODITAS / AKTIVITAS EKONOMI YANG RAMAH LINGKUNGAN DAN BERMASA DEPAN.
1.      Kegiatan Ekonomi Peternakan.
Misalnya : Peternakaan SAPI kerjasama dengan SANTORIN.
LAMPIRAN : 04.
-          Terlampir.
2.  Pemberdayaan Lahan Kosong.
       Untuk hasil komoditas yang menjanjikan, misalnya:
     penanaman rumput odot / gajah untuk pakan ternak, empon-empon, jika mungkin
     paneli, buah-buahan dll.
-          KONSEP (menyusul).
3.      Pemberdayaan Perikanan.
-          KONSEP (menyusul).



V.     KOMPENSASI PT. ESPAS (dan kroni-kroninya) TERHADAP ALAM.
1.      HUKUM.
(Proses, terlampir / menyusul).
2.      KOMPENSASI PT. ESPAS dan kroninya, terhadap Sumber Daya Alam dan Ekosistem Lingkungan.
Nominal : Rp. 1, 500.000.000,- (satu triliun lima ratus juta rupih).
(PROSES,rincian,  terlampir / menyusul)








KESIMPULAN

Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33 ayat (3) menegaskan bahwa bumi, dan air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Mengingat mineral dan batubara sebagai kekayaan alam yang terkandung di dalam bumi merupakan sumber daya alam yang tak terbarukan, pengelolaannya perlu dilakukan seoptimal mungkin, efisien, transparan, berkelanjutan dan berwawasan lingkungan, serta berkeadilan agar memperoleh manfaat sebesar-besar bagi kemakmuran rakyat secara berkelanjutan.
Dalam Pertambangan di Indonesia menurut UU No.11 Tahun 1967, bahan tambang tergolong menjadi 3 jenis, yakni Golongan A (yang disebut sebagai bahan strategis), Golongan B (bahan vital), dan Golongan C (bahan tidak strategis dan tidak vital).
Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1980 menjelaskan secara rinci bahan-bahan galian apa saja yang termasuk dalam gologan A, B dan C.
Ø  Bahan Golongan A merupakan barang yang penting bagi pertahanan, keamanan, dan strategis untuk menjamin perekonomian negara dan sebagian besar hanya diizinkan untuk dimiliki oleh pihak pemerintah, contohnya minyak, uranium dan plutonium. Sementara,
Ø  Bahan Golongan B dapat menjamin hidup orang banyak, contohnya emas, perak, besidan tembaga.
Ø  Bahan Golongan C adalah bahan yang tidak dianggap langsung mempengaruhi hayat hidup orang banyak, contohnya garam, pasir, marmer, batu kapur, tanah liat, dan asbes.
Guna memenuhi ketentuan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 tersebut, telah diterbitkan UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan. Undang-undang tersebut selama lebih kurang empat dasawarsa sejak diberlakukannya telah dapat memberikan sumbangan yang penting bagi pembangunan nasional. Dalam perkembangan lebih lanjut, undang-undang tersebut yang materi muatannya bersifat sentralistik sudah tidak sesuai dengan perkembangan situasi sekarang dan tantangan di masa depan. Di samping itu, pembangunan pertambangan harus menyesuaikan diri dengan perubahan lingkungan strategis, baik bersifat nasional maupun internasional. Tantangan utama yang dihadapi oleh pertambangan mineral dan batubara adalah pengaruh globalisasi yang mendorong demokratisasi, otonomi daerah, hak asasi manusia, lingkungan hidup, perkembangan teknologi dan informasi, hak atas kekayaan intelektual serta tuntutan peningkatan peran swasta dan masyarakat.
Untuk menghadapi tantangan lingkungan strategis dan menjawab sejumlah permasalahan tersebut, perlu disusun peraturan perundang-undangan baru di bidang pertambangan mineral dan batubara yang dapat memberikan landasan hukum bagi langkah-langkah pembaruan dan penataan kembali kegiatan pengelolaan dan pengusahaan pertambangan
mineral dan batubara.
Namun pada pelaksanaannya justru menimbulkan konflik antara investor (penambang PT. ESPAS)  dengan masyarakat lokal yang hidup di penambangan Galian C di lereng, kaki Gunung Kelud tersebut terutama di Damarwulan kecamatan Puncu wilayah perkebunan PTPN XII kabupaten Kediri. Adanya keresahan masyarakat dan PTPN XII disebabkan oleh karena tidaknya ada ganti rugi, mata pencarian penduduk lokal yang hilang sebagai pekerja perkebunan yang disewakan oleh PTPN XII untuk masyarakat yang dalam sumbernya dari ADM PTPN XII seluas 300 HA karena penduduknya disekitar Damarwulan tidak banyak maka masing KK mendapat kurang lebih 1HA setiap KK. Terjadinya pencemaran,kerusakan Sumber Daya Alam dan ekosistem lingkungan hidup (biota hidup). Konflik yang muncul antara investor dengan masyarakat lokal perlu dimediasi (dalam hal ini Gerakan Masyarakat Perangi Korupsi / GMPK) lembaga yang independent mengawal serta pendampingan untuk menyelesaikan konflik antara investor, masyarakat lokal, PTPN XII dan pemerintah daerah. Resolusi konflik pertambangan Galian C di Damarwulan Kecamatan Puncu kabupaten Kediri menemui beberapa kendala antara lain tidak temukannya titik terang penyelesaian konflik antara investor dengan masyarakat lokal, PTPN XII hal ini diindikasikan dengan adanya penambang / PT.ESPAS, melakukan explorasi/exploitasi yang ngawur dan membabi buta unjuk manajemen power, mengadu domba dan cara lain untuk melanggengkan penambangannya untukmemuaskan profit (koyok merah/recehan pundi-pundi rupiah) tanpa mengindahkan SDA serta ekosistem lingkungan.
Menurut Bunyamin Maftuh, dispute (sengketa) akan dikelola melalui penguatan keamanan militer dan tekanan-tekanan maupun ancaman. Sebaliknya, kekerasan sebagai produk kalkulasi rasional menempatkan individu dan kelompok dalam hubungan konflik yang dinamis dan terlembagakan. Perilaku kekerasan bisa  ditransformasikan menjadi perilaku perdamaian karena para aktor memiliki kreativitas. Namun demikian transformasi perilaku kekerasan menjadi perilaku damai akan ditentukan oleh kemungkin-kemungkinan pemecahan masalah yang dapat ditafsirkan oleh para pihak berkonflik. Hal ini berarti membutuhkan suatu jaminan kelembagaan sosial yang menjadi tempat bagi pihak berkonflik untuk memperhitungkan berbagai kemungkinan pemecahan masalah tersebut melalui fungsi negoisasi atau dialog, pendapat serupa juga disampaikan oleh Anderson, bahwa situasi konflik selalu membawa kemungkinan perdamaian karena dalam fakta empirisanya suatu wilayah konflik dan perang terdapat sistem dan kelembagaan yang bisa dijadikan sebagai proses menuju perdamaian.
Secara umum, konflik-konflik pertambangan itu disebabkan pencemaran lingkungan, penolakan warga, konflik lahan dengan warga, ketenagakerjaan dan tumpang tindih lahan. Selain itu, kehadiran pertambangan justru menimbulkan persoalan baru. Misalnya semakin retaknya hubungan kekeluargaan, serta menyuburkan konflik sosial dan horizontal. Juga, kehadiran pertambangan tidak mampu menghadirkan kesejahteraan masyarakat setempat. Pihak yang diuntungkan dari aktivitas pertambangan ini hanyalah pengusaha dan pejabat. Realitas ini menunjukkan adanya persoalan serius dalam dunia pertambangan kita. Maraknya pemberian Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang didasarkan atas kepentingan sesaat penguasa daerah tanpa melibatkan masyarakat luas, merupakan pintu gerbang konflik pertambangan. Pemberian izin  seringkali dilakukan menjelang dan atau setelah Pilkada. Hal ini mengindikasikan adanya pencarian dana kampanye maupun balas jasa atas dukungan dalam Pilkada. Era otonomi daerah justru menjadi kesempatan emas bagi beberapa elite daerah untuk memperkaya diri dengan menjual surat izin tersebut. Pemberian izin yang instan seperti itu sudah pasti menimbulkan masalah baru. Apalagi izin tersebut tidak didasarkan pada tanggungjawab perusahaan dalam memperhatikan lingkungan dan memberdayakan masyarakat setempat. Dengan mengandalkan surat resmi tersebut, pihak pengusaha tambang pun melakukan eksploitasi besar-besaran demi keuntungan yang sebesar-besarnya tanpa peduli pada aspek lingkungan dan sosial. Sehingga masuk akal ketika sejumlah pertambangan di tanah air merusak lingkungan dan tidak memberikan kesejahteraan bagi masyarakat sekitar.     Alhasil, ketika masyarakat melakukan unjuk rasa maupun perlawanan, biasanya dihadapi dengan pendekatan keamanan dengan menjadikan aparat keamanan sebagai tembok penjaga aktivitas pertambangan. Bahkan parahnya, pihak perusahaan pertambangan menggaji aparat keamanan (yang sebenarnya sudah digaji dari uang rakyat) untuk menjaga usaha pengerukan kekayaan alam tersebut. Masyarakat yang melakukan tuntutan pencabutan izin pun akhirnya diredam aparat keamanan secara represif. Persoalan konflik pertambangan ini harus segera diselesaikan. Jika tidak, maka akan menjadi bom waktu yang sewaktu-waktu bisa meledak. Oleh sebab itu, segala perusahaan tambang yang bermasalah sudah saatnya dievaluasi. Jika memang tambang tersebut membawa penderitaan bagi rakyat dan merusak lingkungan, maka perlu tindakan tegas (bila perlu pencabutan izin). Di sinilah sangat dibutuhkan kemauan dan keseriusan pemerintah dalam merespon suara masyarakat demi kepentingan bersama.









  





(Penyusun)

Januari / 2018


ISTILAH-ISTILAH DANPENGERTIAN
 DALAM PERTAMBANGAN

Menurut Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Pasal 103 Ayat 1 dijelaskan bahwa pemegang IUP dan IUPK Operasi Produksi wajib melakukan pengolahan dan pemurnian mineral hasil pertambangan di dalam negeri. Penerapan Undang-undang Minerba tersebut sebagai pengganti dari UU Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan, mengharuskan perusahaan tambang melaksanakan proses hilirisasi terhadap mineral mentah atau bijih (ore) yang diperoleh. Pasalnya, produksi bijih mentah hasil pertambangan Indonesia selalu diekspor keluar negeri untuk diolah lebih lanjut. Kondisi inilah yang membuat pemerintah Indonesia merancang adanya tahap lanjutan terhadap hasil pertambangan tersebut sebelum diekspor ke luar negeri. Khususnya, terkait kewajiban pembangunan pabrik pengolahan dan pemurnian tambang (smelter) bagi perusahaan tambang yang beroperasi di tanah air. Aturan yang mulai diberlakukan pada tanggal 12 Februari 2015 dilakukan dalam rangka nasionalisasi pengelolaan sumberdaya mineral dan batubara. Dengan adanya proses pengolahan dan pemurnian bijih mineral di dalam negeri akan memberikan nilai tambah yang lebih untuk setiap jenis mineral. Sebelumnya, pada UU No.11/1967 produksi hasil pertambangan berupa bijih mineral dapat diekspor secara besar-besaran ke luar negeri dan masih belum adanya proses hilirisasi yang terumus secara kongkrit. Multiplayer Effect juga diharapkan dapat terjadi pada industri-industri lainnya, semisal industri pupuk dan lain-lain. Selain itu, kebijakan ini juga diharapkan dapat memberikan dampak positif di bidang ketenagakerjaan akibat pembangunan industri pengolahan dan pemurnian di dalam negeri. Namun, diberlakukannya UU Minerba ini juga menimbulkan beberapa permasalahan terutama terhadap pengusaha pertambangan yang masih belum membangun pabrik smelter dan berakibat pada pemutusan tenaga kerja.Selain itu penerapan UU Minerba ini juga berdampak pada sektor ekonomi dimana ekspor rill menurun tajam. Berdasarkan hal tersebut diatas, melalui kajian ini, Kementerian Energi dan Maritim berusaha untuk mendalami dampak penerapan UU Minerba sekaligus memberi evaluasi dan rekomendasi yang dapat ditawarkan.
Pertambangan di Indonesia
Menurut UU No.11 Tahun 1967, bahan tambang tergolong menjadi 3 jenis, yakni Golongan A (yang disebut sebagai bahan strategis), Golongan B (bahan vital), dan Golongan C (bahan tidak strategis dan tidak vital).
Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1980 menjelaskan secara rinci bahan-bahan galian apa saja yang termasuk dalam gologan A, B dan C.
Bahan Golongan A merupakan barang yang penting bagi pertahanan, keamanan, dan strategis untuk menjamin perekonomian negara dan sebagian besar hanya diizinkan untuk dimiliki oleh pihak pemerintah, contohnya minyak, uranium dan plutonium. Sementara, Bahan Golongan B dapat menjamin hidup orang banyak, contohnya emas, perak, besidan tembaga.
Bahan Golongan C adalah bahan yang tidak dianggap langsung mempengaruhi hayat hidup orang banyak, contohnya garam, pasir, marmer, batu kapur, tanah liat, dan asbes.
Mineral adalah senyawa anorganik yang terbentuk di alam, yang memiliki sifat fisik dan kimia tertentu serta susunan kristal teratur atau gabungannya yang membentuk batuan, baik dalam bentuk lepas atau padu.
Batubara adalah endapan senyawa organik karbonan yang terbentuk secara alamiah dari sisa tumbuh-tumbuhan.
Pertambangan Mineral adalah pertambangan kumpulan mineral yang berupa bijih atau batuan, di luar panas bumi, minyak dan gas bumi, serta air tanah.
Pertambangan Batubara adalah pertambangan endapan karbon yang terdapat di dalam bumi, termasuk bitumen padat, gambut, dan batuan aspal.
Usaha Pertambangan adalah kegiatan dalam rangka pengusahaan mineral atau batubara yang meliputi tahapan kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta pascatambang.
Izin Usaha Pertambangan, yang selanjutnya disebut IUP, adalah izin untuk melaksanakan usaha pertambangan.
IUP Eksplorasi adalah izin usaha yang diberikan untuk melakukan tahapan kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi, dan studi kelayakan.
IUP Operasi Produksi adalah izin usaha yang diberikan setelah selesai pelaksanaan IUP Eksplorasi untuk melakukan tahapan kegiatan operasi produksi.
Izin Pertambangan Rakyat, yang selanjutnya disebut IPR, adalah izin untuk melaksanakan usaha pertambangan dalam wilayah pertambangan rakyat dengan luas wilayah dan investasi terbatas.
Izin Usaha Pertambangan Khusus, yang selanjutnya disebut dengan IUPK, adalah izin untuk melaksanakan usaha pertambangan di wilayah izin usaha pertambangan khusus.
IUPK Eksplorasi adalah izin usaha yang diberikan untuk melakukan tahapan kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi, dan studi kelayakan di wilayah izin usaha pertambangan khusus.
IUPK Operasi Produksi adalah izin usaha yang diberikan setelah selesai pelaksanaan IUPK Eksplorasi untuk melakukan tahapan kegiatan operasi produksi di wilayah izin usaha pertambangan khusus.
Penyelidikan Umum adalah tahapan kegiatan pertambangan untuk mengetahui kondisi geologi regional dan indikasi adanya mineralisasi.
Eksplorasi adalah tahapan kegiatan usaha pertambangan untuk memperoleh informasi secara terperinci dan teliti tentang lokasi, bentuk, dimensi, sebaran, kualitas dan sumber daya terukur dari bahan galian, serta informasi mengenai lingkungan sosial dan lingkungan hidup.
Studi Kelayakan adalah tahapan kegiatan usaha pertambangan untuk memperoleh informasi secara rinci seluruh aspek yang berkaitan untuk menentukan kelayakan ekonomis dan teknis usaha pertambangan, termasuk analisis mengenai dampak lingkungan serta perencanaan pasca tambang.
Operasi Produksi adalah tahapan kegiatan usaha pertambangan yang meliputi konstruksi, penambangan, pengolahan, pemurnian, termasuk pengangkutan dan penjualan, serta sarana pengendalian dampak lingkungan sesuai dengan hasil studi kelayakan.
Konstruksi adalah kegiatan usaha pertambangan untuk melakukan pembangunan seluruh fasilitas operasi produksi, termasuk pengendalian dampak lingkungan.
Penambangan adalah bagian kegiatan usaha pertambangan untuk memproduksi mineral dan/atau batubara dan mineral ikutannya.
Pengolahan dan Pemurnian adalah kegiatan usaha pertambangan untuk meningkatkan mutu mineral dan/atau batubara serta untuk memanfaatkan dan memperoleh mineral ikutan.
Pengangkutan adalah kegiatan usaha pertambangan untuk memindahkan mineral dan/atau batubara dari daerah tambang dan atau tempat pengolahan dan pemurnian sampai tempat penyerahan.
Penjualan adalah kegiatan usaha pertambangan untuk menjual hasil pertambangan mineral atau batubara.
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan, yang selanjutnya disebut amdal, adalah kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan. 
Reklamasi adalah kegiatan yang dilakukan sepanjang tahapan usaha pertambangan untuk menata, memulihkan, dan memperbaiki kualitas lingkungan dan ekosistem agar dapat berfungsi kembali sesuai peruntukannya. 
Kegiatan pascatambang, yang selanjutnya disebut pascatambang, adalah kegiatan terencana, sistematis, dan berlanjut setelah akhir sebagian atau seluruh kegiatan usaha pertambangan untuk memulihkan fungsi lingkungan alam dan fungsi sosial menurut kondisi lokal di seluruh wilayah penambangan. 
Operasi Produksi adalah tahapan kegiatan usaha pertambangan yang meliputi konstruksi, penambangan, pengolahan, pemurnian, termasuk pengangkutan dan penjualan, serta sarana pengendalian dampak lingkungan sesuai dengan hasil studi kelayakan.
Konstruksi adalah kegiatan usaha pertambangan untuk melakukan pembangunan seluruh fasilitas operasi produksi, termasuk pengendalian dampak lingkungan.
Penambangan adalah bagian kegiatan usaha pertambangan untuk memproduksi mineral dan/atau batubara dan mineral ikutannya.
Pengolahan dan Pemurnian adalah kegiatan usaha pertambangan untuk meningkatkan mutu mineral dan/atau batubara serta untuk memanfaatkan dan memperoleh mineral ikutan.
Pengangkutan adalah kegiatan usaha pertambangan untuk memindahkan mineral dan/atau batubara dari daerah tambang dan/atau tempat pengolahan dan pemurnian sampai tempat penyerahan.
Penjualan adalah kegiatan usaha pertambangan untuk menjual hasil pertambangan mineral atau batubara.
Badan Usaha adalah setiap badan hukum yang bergerak di bidang pertambangan yang didirikan berdasarkan hukum Indonesia dan berkedudukan dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Jasa Pertambangan adalah jasa penunjang yang berkaitan dengan kegiatan usaha pertambangan.
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan, yang selanjutnya disebut amdal, adalah kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan.
Pemberdayaan Masyarakat adalah usaha untuk meningkatkan kemampuan masyarakat, baik secara individual maupun kolektif, agar menjadi lebih baik tingkat kehidupannya.
Wilayah Pertambangan, yang selanjutnya disebut WP, adalah wilayah yang memiliki potensi mineral dan/atau batubara dan tidak terikat dengan batasan administrasi pemerintahan yang merupakan bagian dari tata ruang nasional.
Wilayah Usaha Pertambangan, yang selanjutnya disebut WUP, adalah bagian dari WP yang telah memiliki ketersediaan data, potensi, dan/atau informasi geologi.
Wilayah Izin Usaha Pertambangan, yang selanjutnya disebut WIUP, adalah wilayah  yang diberikan kepada pemegang IUP.
Wilayah Pertambangan Rakyat, yang selanjutnya disebut WPR, adalah bagian dari WP tempat dilakukan kegiatan usaha pertambangan rakyat.
Wilayah Pencadangan Negara, yang selanjutnya disebut WPN, adalah bagian dari WP yang dicadangkan untuk kepentingan strategis nasional.
Wilayah Usaha Pertambangan Khusus yang selanjutnya disebut WUPK, adalah bagian dari WPN yang dapat diusahakan.
Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus dalam WUPK, yang selanjutnya disebut WIUPK, adalah wilayah yang diberikan kepada pemegang IUPK.
Pemerintah Pusat, yang selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan Pemerintahan Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Pemerintah daerah adalah gubernur, bupati atau walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggaraan pemerintahan daerah.
Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertambangan mineral dan batubara. 
Wilayah Pertambangan, yang selanjutnya disebut WP, adalah wilayah yang memiliki potensi mineral dan/atau batubara dan tidak terikat dengan batasan administrasi pemerintahan yang merupakan bagian dari tata ruang nasional.
Eksplorasi, disebut juga penjelajahan atau pencarian, adalah tindakan mencari atau melakukan penjelajahan dengan tujuan menemukan sesuatu; misalnya daerah tak dikenal, termasuk antariksa, minyak bumi, gas alam, batubara, mineral, gua, air, ataupun informasi. Pengertian eksplorasi di "Abad Informasi dan Spiritual" saat ini, juga meliputi tindakan pencarian akan pengetahuan yang tidak umum atau pencarian akan pengertian metafisika-spiritual; misalnya tentang kesadaran, cyberspace atau noosphere. Istilah ini dapat digunakan pula untuk mengambarkan masuknya budaya suatu masyarakat untuk pertama kalinya ke dalam lingkungan geografis atau budaya dari masyarakat lainnya. Meskipun eksplorasi telah terjadi sejak awal keberadaan manusia, kegiatan eksplorasi dianggap mencapai puncaknya pada saat terjadinya Abad Penjelajahan, yaitu ketika para pelaut Eropa menjelajah ke seluruh penjuru dunia untuk menemukan berbagai daerah dan budaya baru. Dalam konteks riset ilmiah, eksplorasi adalah salah satu dari tiga bentuk tujuan riset, sedangkan tujuan lainnya ialah penggambaran dan penjelasan.
Tanggung jawab Sosial Perusahaan atau Corporate Social Responsibility adalah suatu konsep bahwa organisasi, khususnya, perusahaan adalah memiliki berbagai bentuk tanggung jawab terhadap seluruh pemangku kepentingannya, yang di antaranya adalah konsumen, karyawan, pemegang saham, komunitas dan lingkungan dalam segala aspek operasional perusahaan yang mencakup aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan. Oleh karena itu, CSR berhubungan erat dengan "pembangunan berkelanjutan", yakni suatu organisasi, terutama perusahaan, dalam melaksanakan aktivitasnya harus mendasarkan keputusannya tidak semata berdasarkan dampaknya dalam aspek ekonomi, misalnya tingkat keuntungan atau deviden, tetapi juga harus menimbang dampak sosial dan lingkungan yang timbul dari keputusannya itu, baik untuk jangka pendek maupun untuk jangka yang lebih panjang.
Lingkungan adalah kombinasi antara kondisi fisik yang mencakup keadaan sumber daya alam seperti tanah, air, energi surya, mineral, serta flora dan fauna yang tumbuh di atas tanah maupun di dalam lautan, dengan kelembagaan yang meliputi ciptaan manusia seperti keputusan bagaimana menggunakan lingkungan fisik tersebut. Lingkungan juga dapat diartikan menjadi segala sesuatu yang ada di sekitar manusia dan mempengaruhi perkembangan kehidupan manusia.
Lingkungan terdiri dari komponen abiotik dan biotik. Komponen abiotik adalah segala yang tidak bernyawa seperti tanah, udara, air, iklim, kelembaban, cahaya, bunyi. Sedangkan komponen biotik adalah segala sesuatu yang bernyawa seperti tumbuhan, hewan, manusia dan mikro-organisme (virus dan bakteri).
Ilmu yang mempelajari lingkungan adalah ilmu lingkungan atau ekologi. Ilmu lingkungan adalah cabang dari ilmu biologi.
Pengertian Studi Kelayakan (Feasibility Study)
Menurut Yacob Ibrahim (1998;1) mengemukakan bahwa Studi Kelayakan (feasibility study) adalah kegiatan untuk menilai sejauh mana manfaat yang dapat diperoleh dalam melaksanakan suatu kegiatan usaha /proyek dan merupakan bahan pertimbangan dalam mengambil suatu keputusan, apakah menerima atau menolak dari suatu gagasan usaha /proyek yang direncanakan. Pengertian layak dalam penilaian ini adalah kemungkinan dari gagasan usaha/proyek yang akan dilaksanakan memberikan manfaat (benefit), baik dalam arti financial benefit maupun dalam arti social benefit. Layaknya suatu gagasan usaha/proyek dalam arti social benefit tidak selalu menggambarkan dalam arti financial benefit, hal ini tergantung dari segi penilaian yang dilakukan. 
Reklamasi daratan, biasanya disebut reklamasi, adalah proses pembuatan daratanbaru dari dasar laut atau dasar sungai. Tanah yang direklamasi disebut tanah reklamasi atau landfill.
Menurut UUD, definisi reklamasi adalah kegiatan yang dilakukan oleh orang dalam rangka meningkatkan manfaat sumber daya lahan ditinjau dari sudut lingkungan dan sosial ekonomi dengan cara pengurugan, pengeringan lahan atau drainase. Reklamasi dapat juga didefinisikan sebagai aktivitas penimbunan suatu areal dalam skala relatif luas hingga sangat luas di daratan maupun di areal perairan untuk suatu keperluan rencana tertentu.  Reklamasi daratan umumnya dilakukan dengan tujuan perbaikan dan pemulihan kawasan berair yang rusak atau tak berguna menjadi lebih baik dan bermanfaat. Kawasan ini dapat dijadikan lahan pemukiman, objek wisata dan kawasan niaga.
Metalurgi ekstraktif adalah studi mengenai proses yang digunakan untuk memisahkan logam berharga dalam konsentrat dari material lain. Bidang ini merupakan bagian dari sains terapan dan ilmu teknik yang mencakup semua aspek proses fisik dan kimia yang digunakan dalam memproduksi mineral yang mengandung bahan logam. Logam yang diekstraksi dapat berupa produk akhir maupun produk semijadi yang membutuhkan pemrosesan lebih lanjut melalui metalurgi fisik, ilmu keramik, dan bidang disiplin lainnya di dalam ilmu bahan.
Ilmu ini dibagi menjadi metalurgi ekstraktif besi dan non-besi (ferrous dan non-ferrous). Penerapan subbidang metalurgi seperti pemrosesan mineral, hidrometalurgi, pyrometalurgi dan elektrometalurgi membagi ilmu ini menjadi beberapa subdivisi lagi. Penerapan ilmu ini secara komersial menerapkan beberapa proses metalurgi sekaligus yang menjadikannya tumpang tindih dan tidak memiliki batasan yang jelas dalam membedakannya. Pada bagian pengolahan mineral, konsentrat yang mengandung logam berharga dipisahkan dari pengotor (gangue mineral) yang menyertainya.
Pertambangan adalah sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam rangka penelitian, pengelolaan dan pengusahaan mineral atau batubara yang meliputi penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta kegiatan pascatambang.
Studi AMDAL merupakan studi kelayakan suatu rencana kegiatan dari sudut pandang lingkungan, yang dituangkan dalam suatu dokumen AMDAL yang bersifat scientific and manageable sehingga dapat digunakan sebagai instrumen perencanaan dan manajemen lingkungan. Hal-hal yang secara substansial harus tercakup dalam studi AMDAL sebagai berikut.
- Mendeskripsikan permasalahan lingkungan hidup yang timbul.
- Menjelaskan kondisi yang melandasi timbulnya dampak.
- Menyusun teori, rumusan, dan tata hubungan antarkondisi atau antarperistiwa.
- Menyusun prediksi, estimasi, atau proyeksi mengenai peristiwa yang akan terjadi atau
  gejala yang akan muncul.
- Menyusun rekomendasi dalam bentuk rencana kegiatan pencegahan, pengelolaan,
  pengendalian, dan pemantauan dampak lingkungan.
Apa itu Normalisasi ataukah Restorasi Sungai ? Normalisasi sungai adalah menciptakan kondisi sungai dengan lebar dankedalaman tertentu.Sungai mampu mengalirkan air sehingga tidak terjadi luapandari sungai tersebut. Kegiatan normalisasi sungai berupa membersihkan sungaidari endapan lumpur dan memperdalamnya agar kapasitas sungai dalammenampung air dapat meningkat. Hal ini dilakukan dengan cara mengeruk sungaitersebut di titik-titik rawan tersembunyi aliran air upaya pemulihan lebar sungaimerupakan bagian penting dari program normalisasi sungai karena meningkatkankapasitas sungai dalam menampung dan mengalirkan ke laut
Overburden  adalah lapisan tanah penutup ( lapisan yg menutupi bahan galian ) yang    biasanya terdiri dari :
-          Top Soil
-          Sub Soil
-          Lapisan tanah inti ( sand Stone, Clay, dan lain – lain )
Top Soil  adalah lapisan tanah paling atas (pucuk atau humus) Adalah bagian atas tanah (humus) dengan ketebalan 1-1.5 m dari permukaan yang mengandung unsur-unsur hara yang diperlukan untuk pertumbuhan vegetasi.
Sub Soil adalah lapisan tanah antara top soil dan overburden (lapisan tanah inti).
Clay adalah tanah lempung.
Sand stone adalah batu pasir.
Mud adalah Lumpur.
IB (Inter burden) adalah lapisan tanah penutup yang terletak diantara dua lapisan batubara/bahan galian.
BCM ( Bank Cubic Meter ) adalah meter kubik tanah insitu/asli.
LCM ( Loose Cubic Meter ) adalah meter kubik tanah gembur.
PIT adalah lokasi penambangan.
Ripping adalah penggaruan/Pemberian/Loosening material dengan mengunakan Alat Berat, biasanya yang digaru OB.
Loading adalah pemuatan, biasanya yang di muat OB atau Coal.
Hauling adalah pengangkutan, biasanya  ang diangkut OB atau Coal.
Digging adalah pengalian.
Direct Digging adalah penggalian secara langsung tanpa di ripping.
Front Loading Adalah titik lokasi pengambilan OB/batubara yang sudah siap dimuat ke Dump Truck/alat haluing.
Disposal Adalah tempat/lokasi yang dirancang/direncanakan untuk menampung material buangan overburden dari tambang.
Frame Disposal Adalah bagian luar dari tiap level disposal yang berfungsi sebagai counter bagian tengah disposal.
Seleksi Material Adalah proses memilah material yang akan di buang di disposal.
Land Clearing adalah pembersihan areal menggunakan A2B dari semak belukar atau pohon – pohon yang berdiameter kecil sampai besar untuk persiapan penambangan.
Produksi adalah jumlah produksi atau hasil kerja unit persatuan waktu ( per shift/perhari/perbulan ).
Productivity  adalah kapasitas produksi unit per jam.
Hauling Road  adalah jalan angkut OB dan Batubara, OB ke disposal dan batubara ke port site.
Cycle Time adalah waktu edar yang diperlukan oleh unit untuk melakukan satu siklus/perputaran kerja.
SR (Strpping Ratio ) adalah ratio atau perbandingan antara overburden yang dikupas dengan bahan galian (coal, dll ) yang didapat.
Daily Production Report Adalah laporan harian yang dikerjakan secara manual, berisi pencapaian hasil kerja harian (weather condition, production, equipment performance, dan problem- problem).
COAL ( Batubara )
Expose Adalah lapisan batubara fresh (segar/baru) yang terbuka oleh karena adanya pengupasan overburden di atas atau di samping lapisan batubara tersebut.
Fines Coal Adalah batubara berukuran sangat kecil (halus), terjadi akibat adanya penghancuran oleh unit yang bekerja di atas lapisan batubara.
Dirty Coal Adalah batubara yang telah tercampur dengan material overburden atau sisipan.
Cleaning Coal Adalah kegiatan untuk membersihkan permukaan lapisan batubara dari material  overburden, sisipan, dirty coal, fines coal dan material lain non batubara.
Coal Getting adalah pengambilan batubara yang siap untuk di loading.
Crusher adalah mesin penghancur batubara sehingga menjadi butir – butiran kecil sesuai dengan permintaan pasar.
ROM (Run of Mine ) adalah tempat penyetokan batubara yang belum dimasukkan ke tempat crusher /mesin penghancur batubara
Spontaneous Combustion adalah terbakarnya batubara baik dalam kondisi insitu maupun dalam stock ROM dikarenakan karena kondisi yang lembab atau panas.
Fine Coal Trap adalah tempat untuk menampung dan memisahkan antara batubara yang halus dengan air.
ROM Stockpiling Adalah proses penumpukan batubara yang diatur menurut aturan tertentu dan dilakukan di tempat tertentu.
Dilusi batubara adalah batubara yang tercampur overburden atau kotoran benda asing.
Inspeksi Kontaminasi Adalah proses terencana untuk memeriksa alat produksi yang beraktivitas di batubara untuk memastikan bahwa unit tersebut bebas dari kontaminan (material non batubara yang terangkut bersama batubara).
Kontaminasi Adalah terbawanya material-material non batubara ke Crushing Plant
Inspeksi Awal Adalah inspeksi kontaminasi sebelum melakukan aktivitas yaitu pada awal shift atau unit yang  selesai perbaikan.
Galian merupakan aktivitas atau lokasi di mana manusia melakukan ekstraksiekskavasi, atau penambangan bebatuantanah liatpasirkerikil, dan bahan bangunan lainnya. Galian memiliki bentuk yang sama dengan tambang terbuka, namun tidak untuk menambang mineral dan bahan bakar fosil. Galian umumnya memproduksi bebatuan dalam dimensi yang telah ditentukan karena akan digunakan dalam bahan bangunan.
Komoditas tambang
mineral dan batu bara
mineral radioaktif meliputi:
- radium,
- thorium
- uranium,
- monasit
bahan galian radioaktif lainnya;
b) mineral logam meliputi - litium
- kalsium    - timbal     - indium
- mangaan  - bauksit   - galena
- barit         - kobalt    - ilmenit
- dysprosium- niobium- aluminium
- ruthenium   - stronium - berilium
- emas         - seng     - platina
- air raksa   - vanadium  - tantalum
- yitrium      - alumina   - khrom
- thorium   - neodymium- iridium
- palladium- germanium - magnesium
- tembaga    - timah     - bismuth
- wolfram   - kromit    - cadmium
- magnetit   - niobium  - erbium
- cesium    - hafnium  - rhodium
- selenium - zenotin    - kalium
- perak      - nikel       -molibdenum
- titanium    - antimoni   - besi
- zirkonium- ytterbium  - galium
- lanthanum- scandium- osmium
- telluride
c) mineral bukan logam meliputi - intan
- pasir kuarsa
- brom
- halit
- magnesit
- ball clay
- feldspar
- kalsit
- zirkon
- perlit - korundum
- fluorspar
- klor
- asbes
- yarosit
- fire clay
- bentonit
- rijang
- wolastonit
- garam batu - grafit
- kriolit
- belerang
- talk
- oker
- zeolit
- gipsum
- pirofilit
- tawas
- clay - arsen
- yodium
- fosfat
- mika
- fluorit
- kaolin
- dolomit
- kuarsit
- batu kuarsa - batu gamping untuk semen
d) batuan meliputi: - pumice
- obsidian
- tanah diatome
- slate
- andesit
- basalt
- tanah liat
- opal
- kristal kuarsa
- kayu terkersikan
- agat
- batu gunung
- kerikil sungai
- kerikil sungai ayak tanpa pasir
- kerikil berpasir alami (sirtu)
- bahan timbunan pilihan (tanah)
- tanah merah (laterit) - onik
- tras
- marmer
- tanah serap (fullers earth)
- granit
- gabro
- trakhit
- tanah urug
- kalsedon
- jasper
- gamet
- diorit
- quarry besar
- batu kali
- urukan tanah setempat
- batu gamping
- pasir laut - toseki
- perlit
- granodiorit
- peridotit
- leusit
- batu apung
- chert
- krisoprase
- giok
- top
- kerikil galian dari bukit
- pasir urug


  
DELIK MATERIL TINDAK PIDANA LINGKUNGAN

Ada perbedaan atau bisa dibilang perkembangan rumusan delik tindak pidana dalam Undang undang Nomor 4  tahun 1982 tentang Ketentuan Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup, Undang Undang Nomor 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPLH 1997) dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH 2009). Jika pada UUKKPPLH  1982 hanya mengenal delik materil, maka di UUPLH 1997 dan UUPPLH 2009 perumusan deliknya bersifat delik materil dan delik formil bahkan di UUPPLH 2009 delik formilnya lebih banyak dibandingkan UULH 1997.
Perbedaan delik materiel dan delik formil adalah :
Delik Materil (Materiil Delict) adalah:
"Delik yang rumusannya memberikan ancaman pidana terhadap perbuatan yang telah menimbulkan akibat dari perbuatan (Ada hubungan kausalitas antara perbuatan dan akibat dari perbuatan)".
Delik formil (Formeel Delict) adalah:
"Delik yang rumusannya memberikan ancaman pidana terhadap perbuatan yang dilarang, tanpa memandang akibat dari perbuatan".
Delik materiel dalam ketentuan Undang Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup terdapat pada Pasal 98 dan Pasal 99, yaitu setiap orang yang dengan sengaja atau kelalaiannya melakukan:
Ø  Perbuatan yang mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien, baku mutu air, baku mutu air laut, atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup.
Ø  Perbuatan yang mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien, baku mutu air, baku mutu air laut, atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup dan mengakibatkan orang luka dan/atau bahaya kesehatan manusia.
Ø  Perbuatan yang mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien, baku mutu air, baku mutu air laut, atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup dan mengakibatkan orang luka berat atau mati.
Delik materil juga terdapat dalam Pasal 112 UUPPLH 2009 yaitu Setiap pejabat berwenang yang dengan sengaja tidak melakukan pengawasan terhadap ketaatan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan terhadap peraturan perundang-undangan dan izin lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 dan Pasal 72, yang mengakibatkan terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan yang mengakibatkan hilangnya nyawa manusia.
Sedangkan perbutan yang dilarang yang masuk kategori delik formil dalam UU No 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidupter dapat pada Pasal 100 s/d Pasal 111 dan Pasal 113 s/d Pasal 115 anyara lain:
Ø  Melanggar baku mutu air limbah, baku mutu emisi, atau baku mutu gangguan.
Ø  Melepaskan dan/atau mengedarkan produk rekayasa genetik ke media lingkungan hidup yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan atau izin lingkungan.
Ø  Melakukan pengelolaan limbah B3 tanpa izin.
Ø  Menghasilkan limbah B3 dan tidak melakukan pengelolaan.
Ø  Melakukan dumping limbah dan/atau bahan ke media lingkungan hidup tanpa izin.
Ø  Memasukkan limbah ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia;
Ø  Melakukan pembakaran lahan.
Ø  Melakukan usaha dan/atau kegiatan tanpa memiliki izin lingkungan;
Ø  Menyusun amdal tanpa memiliki sertifikat kompetensi penyusun amdal;
Ø  Pejabat pemberi izin lingkungan yg menerbitkan izin lingkungan tanpa dilengkapi dengan amdal atau UKL-UPL.
Ø  Pejabat pemberi izin usaha dan/atau kegiatan yang menerbitkan izin usaha dan/atau kegiatan tanpa dilengkapi dengan izin lingkungan.
Ø   Memberikan informasi palsu, menyesatkan, menghilangkan informasi, merusak informasi, atau memberikan keterangan yang tidak benar yang diperlukan dalam kaitannya dengan pengawasan dan penegakan hukum yang berkaitan dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup;
Ø  Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang tidak melaksanakan paksaan pemerintah.
Ø  Dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi, atau menggagalkan pelaksanaan tugas pejabat pengawas lingkungan hidup dan/atau pejabat penyidik pegawai negeri sipil.
 Perbuatan dan sanksi pidana dalam Hukum Pidana Khusus bidang lingkungan hidup yang diatur dalam ketentuan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup antara lain

PASAL-PASAL  DELIK MATERIL TINDAK PIDANA LINGKUNGAN HIDUP
1. Pasal 98 ayat (1) UUPPLH Th 2009:
Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan yang mengakibatkandilampauinya baku mutu udara ambien, baku mutu air, baku mutu air laut, atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling sedikit Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah) dan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
2. Pasal 98 ayat (2):
Apabila perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan orang luka dan/atau bahaya kesehatan manusia, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan denda paling sedikit Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah) dan paling banyak Rp12.000.000.000,00 (dua belas miliar rupiah).
3. Pasal 98 ayat (3) :
Apabila perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan orang luka berat atau mati, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling sedikit Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan paling banyak Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah).
4. Pasal 99 ayat (1) :
Setiap orang yang karena kelalaiannya mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien, baku mutu air, baku mutu air laut, atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
5. Pasal 99 ayat (2) :
Apabila perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan orang luka dan/atau bahaya kesehatan manusia, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling sedikit Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) dan paling banyak Rp6.000.000.000,00 (enam miliar rupiah).
6. Pasal 99 ayat (2) :
Apabila perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan orang luka berat atau mati, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 9 (sembilan) tahun dan denda paling sedikit Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah) dan paling banyak Rp9.000.000.000,00 (sembilan miliar rupiah).
7. Pasal 112 UUPPLH:
Setiap pejabat berwenang yang dengan sengaja tidak melakukan pengawasan terhadap ketaatan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan terhadap peraturan perundang-undangan dan izin lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 dan Pasal 72, yang mengakibatkan terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan yang mengakibatkan hilangnya nyawa manusia, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).


DELIK FORMIL TINDAK PIDANA LINGKUNGAN HIDUP
1. Pasal 100 ayat (1) UUPPLH:
Setiap orang yang melanggar baku mutu air limbah, baku mutu emisi, atau baku mutu gangguan dipidana, dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada Pasal 100 ayat (1) hanya dapat dikenakan apabila sanksi administratif yang telah dijatuhkan tidak dipatuhi atau pelanggaran dilakukan lebih dari satu kali (Pasal 100 ayat (2) UUPPLH)
2. Pasal 101  UUPPLH:
Setiap orang yang melepaskan dan/atau mengedarkan produk rekayasa genetik ke media lingkungan hidup yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan atau izin lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1) huruf g, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
3. Pasal 102  UUPPLH:
Setiap orang yang melakukan pengelolaan limbah B3 tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (4), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
4. Pasal 103  UUPPLH:
Setiap orang yang menghasilkan limbah B3 dan tidak melakukan pengelolaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
5. Pasal 104   UUPPLH:
Setiap orang yang melakukan dumping limbah dan/atau bahan ke media lingkungan hidup tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
6. Pasal 105 UUPPLH
Setiap orang yang memasukkan limbah ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1) huruf c dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan denda paling sedikit Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah) dan paling banyak Rp12.000.000.000,00 (dua belas miliar rupiah).
7. Pasal 106 UUPPLH
Setiap orang yang memasukkan limbah B3 ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1) huruf d, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling sedikit Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan paling banyak Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah).
8. Pasal 107 UUPPLH
Setiap orang yang memasukkan B3 yang dilarang menurut peraturan perundang–undangan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1) huruf b, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling sedikit Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan paling banyak Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah).
9. Pasal 108 UUPPLH
Setiap orang yang melakukan pembakaran lahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1) huruf h, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling sedikit Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah) dan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
10. Pasal 109 UUPPLH
Setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan tanpa memiliki izin lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
11. Pasal 110 UUPPLH
Setiap orang yang menyusun amdal tanpa memiliki sertifikat kompetensi penyusun amdal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1) huruf i, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
12. Pasal 111 ayat (1) UUPPLH
Pejabat pemberi izin lingkungan yang menerbitkan izin lingkungan tanpa dilengkapi dengan amdal atau UKL-UPL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
13. Pasal 111 ayat (2) UUPPLH
Pejabat pemberi izin usaha dan/atau kegiatan yang menerbitkan izin usaha dan/atau kegiatan tanpa dilengkapi dengan izin lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
14. Pasal 113 UUPPLH
Setiap orang yang memberikan informasi palsu, menyesatkan, menghilangkan informasi, merusak informasi, atau memberikan keterangan yang tidak benar yang diperlukan dalam kaitannya dengan pengawasan dan penegakan hukum yang berkaitan dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1) huruf j dipidana dengan pidana penjara paling
lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
15. Pasal 114 UUPPLH
Setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang tidak melaksanakan paksaan pemerintah dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
16. Pasal 115 UUPPLH
Setiap orang yang dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi, atau menggagalkan pelaksanaan tugas pejabat pengawas lingkungan hidup dan/atau pejabat penyidik pegawai negeri sipil dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

Penerapan sanksi pidana penjara dan denda tersebut di atas bersifat komulatif bukan alternatif, jadi sanksinya diterapkan keduanya yaitu sanksi pidana penjara dan pidana denda, bukan salah satu dintaranya, pemberatan sanksi dapat dikenakn bagi pemberi perintah atau pemimpin tindak pidana yaitu diperberat sepertiga
Selain ancaman pidana, terhadap badan usaha dapat dikenakan pidana tambahan atau tindakan tata tertib berupa:
Ø  Perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana;
Ø  Penutupan seluruh atau sebagian tempat usaha dan/atau kegiatan;
Ø  Perbaikan akibat tindak pidana;
Ø  Pewajiban mengerjakan apa yang dilalaikantanpa hak; dan/atau
Ø  Penempatan perusahaan di bawah pengampuan paling lama 3 (tiga) tahun. (Pasal 119 UU No. 32/2009)
Mungkin sahabat  bertanya tanya dimana Pasal ketentuan pidana terkait perbuatan yang mengakibatkan pencemaran lingkungan hidup dan/atau perusakan lingkungan hidup sebagaimana dulu diatur dalam Pasal 41 dan 42 UUPLH 1997.

Dalam UUPPLH 2009 memang tidak disebutkan secara inplisit ancaman pidana bagi perbuatan yang mengkibatkan pencemaran lingkungan hidup, ketentuan tersebut tidak dibuang, tetapi diperjelas menjadi perbuatan yang mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien, baku mutu air, baku mutu air laut, atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup implikasi hukumnya sama aja karena pencemaran lingkungan hidup dan/atau perusakan lingkungan hidup sama dengan dilampauinya baku mutu atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup

Glosarium dalam rumusan delik tindak pidana lingkungan hidup di UUPPLH 2009
Pencemaran lingkungan hidup
Pencemaran lingkungan hidup adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan
Analisis mengenai dampak lingkungan hidup (AMDAL)
Amdal adalah: kajian mengenai dampak penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan.
Bahan Berbahaya dan Beracun (B3)
B3 adalah: zat, energi, dan/atau komponen lain yang karena sifat, konsentrasi, dan/atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan/atau merusak lingkungan hidup, dan/atau membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, serta kelangsungan hidup manusia dan makhluk hiduplain.
Baku Mutu Air adalah: ukuran batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi,atau komponen yang ada atau harus ada,dan/atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya di dalam air.
Baku Mutu Air Limbah adalah: ukuran batas atau kadar polutan yang ditenggang untuk dimasukkan ke media air .
Baku mutu air laut adalah: ukuran batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi, atau komponen yang ada atau harus ada dan/atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya di dalam air laut.
Baku mutu gangguan adalah ukuran batas unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya yang meliputi unsur getaran, kebisingan, dan kebauan.
baku mutu udara ambien
Baku mutu udara ambien adalah: ukuran batas atau kadar zat, energi, dan/atau komponen yang seharusnya ada, dan/atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam udara ambien.
baku mutu emisi
Baku mutu emisi adalah ukuran batas atau kadar polutan yang ditenggang untuk dimasukkan ke media udara.
Baku mutu lingkungan hidup adalah: "ukuran batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi, atau komponen yang ada atau harus ada dan/atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam suatu sumber daya tertentu sebagai unsur lingkungan hidup"
Dumping (pembuangan) adalah kegiatan membuang, menempatkan, dan/atau memasukkan limbah dan/atau bahan dalam jumlah, konsentrasi, waktu, dan lokasi tertentu dengan persyaratan tertentu ke media lingkungan hidup tertentu.
Izin lingkungan adalah izin yang diberikan kepada setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan yang wajib amdal atau UKL-UPL dalam rangka perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sebagai prasyarat untuk memperoleh izin usaha dan/atau kegiatan.
Lingkungan hidup adalah: "kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain."
Limbah adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan,
Limbah B3 adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan yang mengandung B3.
Kerusakan lingkungan hidup
Kerusakan lingkungan hidup adalah: "perubahan langsung dan/atau tidak langsung terhadap sifat fisik, kimia, dan/atau hayati lingkungan hidup yang melampaui kriteria baku kerusakan lingkungan hidup."
Perusakan lingkungan hidup
Perusakan lingkungan hidup adalah: "tindakan orang yang menimbulkan perubahan langsung atau tidak langsung terhadap sifat fisik, kimia, dan/atau hayati lingkungan hidup sehingga melampaui kriteria baku kerusakan lingkungan hidup."
Setiap orang adalah orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum .

Gambar : 001
peta Kediri Raya.

 




1 comment:

  1. terimakasih postingannya mas, sangat bermanfaat
    boleh share no WA di email ya

    ReplyDelete