Social Bar

Popunder

Thursday, November 20, 2025

KI AGENG GETAS PENDOWO

 KI AGENG GETAS PENDOWO




Beliau adalah salah satu tokoh penting dalam sejarah perjalanan berdirinya Dinasti Mataram Islam. 


Ki Getas Pendowo terlahir dengan nama  Raden Depok. 

Beliau adalah putra sulung  dari Raden Bondan Kejawan dengan Ibu Dewi Nawangsih (Putri Ki Ageng Tarub dengan Ibu Dewi Nawang Wulan). Jadi Ki Ageng Getas Pendowo adalah Cucu dari Raja Brawijaya V raja terakhir Kraton Majapahit. Dalam darahnya juga mengalir darah Raden Tumenggung Wilwatikta ayahanda Sunan Kalijaga, karena Ibu Ki Ageng Tarub II adalah putri dari Raden Tumenggung Wilwatikta. Begitu pula ayahanda Ki Ageng Tarub II adalah Syech Maulana Maghribi


Ketika kecil, beliau adalah sosok yang pendiam dan pemalu, ketika remaja beliau senang sekali menyendiri di hutan dan gunung. Raden Depok memperoleh pendidikan dasar dari ayahandanya, setelah remaja orang tuanya memasukkan Raden Depok ke pesantren Sunan Kalijaga yang masih terhitung sebagai Eyangnya. Ketika selesai belajar di pondok pesantren Sunan Kalijaga,  beliau memperdalam ilmu dan menjadi murid Sunan Mojogung di  Gunung Jati di Cirebon, Beliau diberi nama oleh Sunan Mojogung di Gunung Jati, Kyai Abdullah. 

disamping sebagai murid Sunan Mojogung Gunung Jati Beliau juga diambil sebagai menantu oleh Sunan Mojogung.

Setelah lama belajar dan tinggal di Pesantren Sunan Mojogung, Raden Depok /  Kyai Abdullah pulang ke Tarub dan tinggal di Getas Pendowo menjadi pemimpin dukuh juga menyebarkan agama Islam hingga kemudian beliau dijuluki dengan nama Ki Ageng Getas Pendowo.

Beliau adalah Priyayi yang sangat hebat,  berwibawa kharismatik. Beliau adalah sosok pemimpin yang tegas dan berwibawa, juga sederhana.Selama hidupnya Ki Ageng Pendowo adalah seorang yang tekun dalam beribadah dan menyiarkan agama Islam. Disamping itu Beliau suka bertapa meditasi dan laku prihatin disela sela kegiatan Beliau dalam bertani. 

Beliau dalam keseharian adalah seorang yang sederhana dan suka bersedekah. Hasil panen yang diperoleh tidak dinikmati sendiri tetapi dibagi bagikan kepada yang membutuhkan supaya mereka juga bisa merasakan hidup layak. 

 

Putra Putri Ki Ageng Getas Pendowo :

1. Ki Ageng Selo ( dari Putri Sunan Mojogung Gunung Jati ). Ki Ageng Selo menurunkan Ki Ageng Henis, Ki Ageng Henis menurunkan Ki Ageng Pemanahan, Ki Ageng Pemanahan menurunkan Panembahan Senopati (Raja Mataram I)


2. Nyai Ageng Pakis

3. Nyai Ageng Purno

4. Nyai Ageng Kare

5. Nyai Ageng Walen

6. Nyai Ageng Bokong

7. Nyai Ageng Adibaya


Makam Ki Ageng Getas Pendowo :

Ki Ageng Getas Pendowo dimakamkan daerah Kelurahan Kuripan Kecamatan Purwodadi, Grobogan. Letaknya di sebelah utara Kelurahan Kuripan Kecamatan Purwodadi (Jln. A. yani Purwodadi lebih kurang 1 Km)



Sumber Referensi :

- Ditulis oleh K.R.T Koesrahadi S Jayaningrat, Repost postingan JSM tahun 2018, 2022, 2023, Jejak sejarah Mataram













Ki Ageng Suryomentaram

Ki Ageng Suryomentaram





Kisah Ki Ageng Suryomentaram yaitu Sang Pangeran yang Menanggalkan Tahta Demi Menjadi Manusia Seutuhnya.


Bayangkan seorang pangeran dari jantung Kesultanan Yogyakarta, cucu seorang patih besar, dan putra dari Sultan Hamengkubuwono VII yang justru memilih meninggalkan kemewahan istana demi memahami makna sejati kehidupan.

Itulah Ki Ageng Suryomentaram, seorang filsuf Jawa yang tak hanya berpikir, tapi mengalami langsung hidup sebagai rakyat jelata. Dari kegelisahan batin hingga pencarian makna, perjalanan hidupnya menjadi legenda tentang kejujuran rasa dan kesederhanaan jiwa.


Dari Pangeran Menjadi Ki Ageng

Sebelum dikenal sebagai Ki Ageng Suryomentaram, ia bergelar Pangeran Surya Mataram. Namun, suatu hari ia melihat kenyataan hidup petani yang bekerja keras di bawah terik matahari dan hatinya terguncang.

Ia lalu memutuskan meninggalkan gelar kepangeranan, turun dari singgasana, dan memilih menjadi “orang biasa.”

Ia berkelana ke berbagai tempat yaitu Kroya, Purworejo, Parangtritis, Gua Langse, hingga Gua Semin. Di perjalanan itu, ia bekerja sebagai pedagang batik, petani, bahkan kuli penggali sumur.


Ketika utusan kraton menemukannya, ia tengah menggali sumur di Kroya. Mereka memintanya pulang ke istana. Ia menurut, tapi hatinya tetap gelisah.

Apalagi ketika kakeknya, Patih Danurejo VI, dicopot dari jabatan dan ibunya dipulangkan. Tak lama kemudian, istrinya meninggal dunia.

Sejak saat itu, ia benar-benar memilih meninggalkan istana kali ini untuk selamanya.


Menjadi Petani, Menjadi Guru Jiwa

Di daerah Bringin, Salatiga, ia hidup sederhana sebagai petani. Tapi dari sanalah lahir ajaran kebatinan yang kelak dikenal sebagai “Kawruh Begja” yaitu ilmu kebahagiaan sejati.

Ki Ageng Suryomentaram tidak mencari kebenaran dari kitab atau guru, melainkan dari dirinya sendiri. Ia menjadikan rasa sebagai laboratorium, dan dirinya sendiri sebagai kelinci percobaan.

Hasil renungannya ia tuangkan dalam tulisan, ceramah, dan dialog, sering kali hanya di hadapan orang-orang yang datang mencarinya.

Ia tampil apa adanya, bercelana pendek, bersarung, berkaos lusuh. Tapi dari kesederhanaan itu, keluar kebijaksanaan yang dalam.


Filsafat Rasa: Manusia dan Keinginan

Menurutnya, manusia hanya bisa memahami orang lain jika terlebih dahulu memahami dirinya sendiri. Dari pengamatannya, ia menemukan bahwa rasa setiap manusia sejatinya sama, semua ingin hidup dan lestari.

Namun yang membuat manusia menderita adalah keinginan. Ia membaginya menjadi tiga wujud:

1. Semat — harta, kecantikan, kesenangan, kemewahan.

2. Drajat — kemuliaan, kehormatan, status sosial.

3. Kramat — kekuasaan, pangkat, dan jabatan.


Ketiganya adalah jebakan yang membuat manusia lupa pada hakekat dirinya.


Sebagai gantinya, ia menawarkan falsafah hidup yang terkenal hingga kini: NEMSA (6-SA), yakni:


Sakepenake (senyaman-nyamannya),

Sabutuhe (secukupnya),

Sacukupe (seperlunya),

Samesthine (sewajarnya),

Sabenere (sebenarnya).



Ajaran “Aja Dumeh”

Dari segala kebijaksanaannya, satu ajaran paling abadi ialah “Aja Dumeh” yaitu jangan sombong, jangan merendahkan orang lain karena jabatan atau kekuasaan.

Bagi Ki Ageng, semua manusia setara di hadapan kehidupan. Tidak ada raja, tidak ada rakyat, yang ada hanyalah manusia dengan rasa yang sama.



Sang Raja Tanpa Tahta

Ki Ageng Suryomentaram mungkin menanggalkan gelar pangeran, tapi justru di situlah ia menjadi “raja yang sesungguhnya.”

Raja yang memerintah bukan dengan kuasa, melainkan dengan kebijaksanaan rasa.

Sang Real Raja Jawa yang menemukan kemuliaan bukan di istana, tapi di ladang, di peluh, dan di hati manusia.



Kisah Kadilangu dan Sadyakala ning Majapahit (Bhre Lasem)

 Kisah Kadilangu dan Sadyakala ning Majapahit (Bhre Lasem)






Lasem mempunyai dua pelabuhan, regol di timur dan kairingan di barat. Penguasa (Bhre) Lasem adalah adik Hayam Wuruk yaitu Rajasa Duhita Indudewi bersuamikan Bhre Metahun Pangeran Sumana yang bergelar Rajasawardhana. Babad Lasem menyebut keduanya berputra Pangeran Badrawardhana berputra Pangeran Wijayabadra berputra Pangeran Badranala berputra Wirabaja dan Santi Badra. Santi Badra berputra Santi Kusuma atau Pangeran Sahid. Nama terakhir yang dikenal dengan sebutan Panembahan Kadilangu atau Sunan Kalijaga ini adalah keturunan langsung dari Bhre Lasem. 


Kenapa Sunan Kalijaga sering dipahami berasal dari Tuban? Masalah berpangkal dari ayah Sunan Kalijaga, Santi Badra yang dikenal dengan sebutan Tumenggung Wilwatikta menikah dengan Putri Sukati, anak perempuan Arya Adikara dari Tuban yang tidak lain adalah Syekh Bejagung asal Champa. Adik putri Sukati yaitu Raden Ayu Teja yang menikah dengan Syekh Abdurahman atau Arya Teja kemungkinan menguasai pelabuhan Lasem timur yaitu pelabuhan regol yang otomatis dipegang pihak Tuban. Adapun Adipati Lasem dipegang oleh kakak dari ayah Sunan Kalijaga yaitu Pangeran Wirabraja sedangkan Santi Badra menjadi Syahbandar atau Dhang Puhawang pelabuhan Lasem barat di Kairingan. 


Adipati Lasem Pangeran Wirabraja menikah dengan Nyai Maloka putri Sunan Ampel menurunkan Pangeran Wiranegara yang menggantikannya sebagai Adipati Lasem. Nyai Solikhah putri Pangeran Wiranegara dijodohkan dengan Jin Bun yang dikenal sebagai bajak laut dari Teluk Menco yang banyak ditumbuhi tanaman glagah yang berbau langu. Santi Kusuma berhasil menaklukan sang bajak laut Jin Bun dan menjadikanya seorang bintara. Santi Kusuma selanjutnya dikenal dengan sebutan Panembahan Glagah Langu. Kelak Glagah Langu mengalami penghalusan kata menjadi Glagah Wangi sedangkan Panembahan Glagah Langu menjadi Kadilangu (Apakah terkait dg jabatannya sebagai Kadi atau penghulu masjid Demak?) 


Ketika Pangeran Wiranagara (ayah mertua Jin Bun) wafat jabatan Adipati Lasem digantikan oleh istrinya, Nyai Malokah yang mengangkat adiknya, Raden Makdum Ibrahim untuk membantu memimpin Lasem sambil menyebarkan islam di Bonang Binangun yang kelak dikenal dengan Sunan Bonang yang terhitung sebagai paman dari Jin Bun. 


Ketika Pangeran Santibadra dipanggil ke Keraton Majapahit untuk menjalankan tugas negara selama 10 tahun lamanya, jabatan Dhang Puhawang di Lasem diserahkan kepada putra sulungnya, yaitu Pangeran Santi Puspa, kakak dari Santi Kusuma (Sunan Kalijaga). Walaupun jabatan Adipati Lasem dipegang oleh Nyai Malokah, namun dalam praktiknya Pangeran Santi Puspa yang memiliki pengaruh kuat dalam menjalankan roda pemerintahan di Lasem. 


Ketika Nyai Malokah wafat, maka jabatan Adipati Lasem secara otomatis diambil alih oleh kakak Kalihaga yaitu Pangeran Santi Puspa. Setelah Pangeran Santi Puspa menjabat sebagai Adipati Lasem, Sunan Bonang kembali ke Tuban. Sementara Santi Kusuma belajar agama islam kepada kakek dari ibu di Tuban yaitu Sunan Bejagung yang memberinya nama islam Pangeran Sahid. 


Sepertinya Demak membangun kekerabatan dengan keluarga Lasem (Pangeran Wiranegara) dan Tuban (Arya Adikara) selain tentunya dengan Tidunan (Pate Orub) dan Jepara (Pate Onus) serta berbagi kekuasaan bersama dengan tetap membangun relasi positif dengan Gresik (Sunan Giri) dan Ampel (Sunan Ampel) di Surabaya. Sedikit demi sedikit kelompok muslim ini melakukan penetrasi budaya pesisir-egaliter ke pedalaman yang mengalami involusi dan pembusukan budaya dari dalam. 



Babad Lasem menceritakan keadaan Majapahit sebelum kehancurannya : 


"Pelangi Majapahit berubah suram, keterkenalan, kharisma para pejabat dan wibawa raja berangsung berkurang, pemerintahan semrawut ruwet, gonjang-ganjing, pejabat pemerintahan tidak ada yang hatinya tentram, saling memfitnah. Rakyat kecil semua prihatin, mengalami kekurangan pangan, kesusahan karena maling, begal, pembunuhan merajalela pada malam hari, sangat menghawatirkan. Banyak pejabat yang tidak mau memikirkan penderitaa rakyat, yang ada hanyalah mengumbarkan kemurkaan, kesenangan, main, madat, main perempuan, makan enak sambil bebas membangun rumah megah sehingga menebang pohon-pohon besar yang berakibat pada banjir besar dan bobolnya tanggul sungai berantas yang memenuhi tegalan, sawah dan tanah pedesaan dengan air bah yang tidak mudah dipulihkan" 


Labad Lasem menceritakan secara detail serangan Girindrawardhana yang menganut ajaran Hindu Trantayana ke Majapahit. Patih Kertadinaya yang menganut agama Rasul dan Tumenggung Warak Jabon yang menganut Tatrayana tidak sanggup menahan serbuan Girindrawardhana. Bhre Kertabumi meloloskan diri dengan menyamar sebagai sramana budha, berkepala gundul, mengenakan jubah  kuning meninggalkan Majapahit diam-diam tetapi tidak disebutkan kemana arah tujuan kepergiannya. Adapun Santi Badra pulang kembali ke Lasem dengan menyamar sebagai santri islam. Dari uraian ini diketahui bahwa para tokoh agama Majapahit dilindungi dari hukum perang sehingga bebas meninggalkan medan laga yang merupakan wilayah para ksatria. 


Babad Lasem menyebutkan dua tokoh pembesar agama Budha yaitu Dang Hyang Asthapaka yang berasal dari Champa dan tinggal di Taman Banjar Mlathi Lasem yang telah meramalkan akan kejatuhan Majapahit akibat merosotnya moral pejabat Majapahit. Bersama koleganya Dang Hyang Nirartha kedua pendeta ini dikenal sebagai pembaharu moralitas masyarakat Majapahit, tetapi realitas kehidupan politik berjalan sebaliiknya. Babad Dalem mengisahkan pasca prahara di Majapahit Dang Hyang Nirartha berlayar ke Bali mendarat di desa Kapurancak pada 1489 di era pemerintahan Dyah Ranawijaya. 


Babad Lasem mengsahkan serangan Girindrawardhana Dyah Ranawijaya yang menyebabkan banyak penduduk yang disiksa dan dibunuh, mereka mencari persembunyian dan perlindungan di pusat-pusat pendidikan islam. Serangan ke Mahapahit ini titi balik sejarah perkembangan pondok-pondok pesantren yang tumbuh pesat menggantikan wanasrama-mandala, kedewaguruan dan keresiyan yang telah eksis sebelumnya. 


Babad Lasem juga mengisahkan banyaknya penduduk Majapahit yang memeluk agama islam secara sukareka karena agama "pesisir" ini dianggap lebih simpel dan tidak memberatkan pelakunya. 


"Sebab pranatan lan sipate agama anyar sing lagi sumebar kuwi: "ora kakehan ragad, ora kakegan sajen, ora kakegan puja mantra sing nglantur dawa, ora kakehan leladi bekti marang dewa-dewa, ora ana  tata cara sing ngrekasakake raga, mbrasta kasta lan nyuwak panglengkara, sayuk rukun nglungguhi tata krama." 


Dikisahkan sesampainya di Lasem, Santi Badra menjadi Brahmana sampai akhir hidupnya mengajarkan ilmu Indriya Pra Asta kepada para pendeta Kanung dengan menciptakan buku pegangan "Pustaka Sabda Badrasy" yang mengajarkan kedamaian hidup. Beliau menghabiskan sisa usianya dengan bertapa di gunung Argopura sampai wafatnya pada 1449 Saka atau 1527 M. Dan Sunan Kalijaga menjadi saksi peralihan kekuasaan dari Majapahit ke Demak dengan menjaga keselarasan ajaran lama dan ajaran baru, sesuai namanya yang menjaga dua arus sungai.






‎SILSILAH SUNAN PAKUBUWANA II ‎(Dari Trah Sunan Kudus)

 ‎SILSILAH SUNAN PAKUBUWANA II

‎(Dari Trah Sunan Kudus)




‎A. Sèh Jumadil Kubra

‎Syech Jumadil Qubra menikah dengan :

‎I. Nama Siti Patimah Kamarumi, putri  Sultan Ngabdul Hamid  ing nagara Ngêrum, menurunkan :

‎1. Maulana Sultan Tajudin Ahmadil Kubra Kalifatul Nurul Mulki, ing nagara Mêkah.

‎2. Maulana Sultan Mukyadin Mukhamadil Kubra Kalifatul Mulki iya ing nagara Mêkah.

‎3. Siti Rakimah, krama olèh Sultan Mahmud, ing nagara Ngêrum.

‎4. Maulana Abu Amat Iskak Imamul Pasi, dadi imam pase ana tanah Malaka.

‎5. Maulana Abu Ngali Ibrahim, (Maulana Ibrahim Asmara)

‎6. Siti Thobiroh

‎II. Nama Siti Patimah Makhawi, putri Sèh Jakpar Sadik, ing nagara Mêkah, menurunkan:

‎1. Sèh Samsudin.

‎2. Sèh Samsuta Baris.

‎3. Sèh Ngarif, krama olèh Siti Murtasiyah.

‎4. Sèh Rasid.

‎5. Sèh Kasan Ngali.

‎6. Sèh Kasan Bêsari.

‎7. Sèh Ibrahim Astari.

‎8. Sèh Ngabdulah Ansari.

‎9. Siti Jenab, krama olèh Sèh Iskak Ibnu Junèt.

‎10. Sèh Ngabdulah Asngari.

‎11. Sèh Mustah

‎12. Sèh Kaltum.

‎13. Sèh Subli.

‎14. Sèh Ngulwi.

‎15. Sèh Katim.

‎16. Siti Katimah.

‎B. Maulana Ibrahim Asmara

‎Maulana Ngabdul Ngali Ibrahim awalnya bertempat tinggal di Jeddah kemudian pindah ke Campa, dan menjadi Iman di daerah Asmara hingga dikenal dengan nama Maulana Ibrahim asmara.

‎Beliau memiliki dua istri :

‎I. Garwa sêpuh , Siti Sarifah menikah ketika di Jeddah menurunkan :

‎1. Sayid Ngaliyil Gebar.

‎2. Sayid Khasan Asngadi.

‎3. Sayid Samadingari.

‎4. Sayid Ngalinakit,

‎II. Garwa kedua, Dewi Sasanawati, Putri Raja Kiyan dari nagari Campa.

‎Dewi Sasanawati memiliki kakak yang dinikahi oleh Prabu Brawijaya V dari Negeri Majapahit yang bernama Dewi Andharawati

‎Ketika Raja Kiyan wafat, Maulana Ibrahim Asmara diangkat menjadi Raja dinegeri Campa dengan gelar Sultan Sirajjudin.

‎Menurunkan :

‎1. Sayid Ngali Murtala , tinggal di Tanah Jawa ing Garêsik, bergelar Raja Pandhita Ngali Murtala, menikah dengan putri Arya Baribin, ing Madura, menikah lagi dengan putri Arya Teja ing Tuban.

‎2. Sayid Ngali Rahmat, dadi wali ajêjuluk Sunan Katib, adêdalêm ana ing Ngampèldênta, tanah Surabaya kemudia dikenal dengan nama Sunan Ngampèldênta.

‎C. Sunan Katib, ing Ngampèldênta

‎Sunan Ngampeldenta memiliki dua istri dan satu garwa selir:

‎I. Nyai Agêng Bela, putri Arya Danu, ing nagara Majapait, keponakan  Arya Teja ing Tuban. Menurunkan :

‎1. Ratu Fatimah, menikah dengan Pangeran Ibrahim, ing Karang kemuning tanah Japara, setelah suaminya wafat Ratu Fatimah bertapa di Gunung Manyura, kemudian dinikah  olèh Kalifah Kusèn, putran Sèh Wadi ing Jeddah, Nyai Agêng Manyura kemudian tinggal di  Ngampèldênta

‎2. Nyai Agêng Ratu, menikah dengan Pangeran Kalipah, kang jumênêng Sunan Ratu, adêdalêm ing Girigajah kadhaton, Sunan Ratu adalah putra Sèh Iskak atau Sèh Walilanang, Sèh Walilanang putra Maolana Abu Amat Iskak , Maulana Abu Amat Iskak  putra  Sèh Jumadil Kubra.

‎II. Nyai Ageng Manila, putri Arya Teja ing Tuban, menurunkan:

‎1. Ratu Jumantên, menikah dengan Sultan ing nagara Dêmak Bintoro . Ratu Jumantên  bergelar  Ratu Panggung.

‎2. Ratu Jumêrut, menikah dengan Kyai Ageng bata putra  Arya Pamot ing Tuban, Ratu Jumêrut kemudian bernama Nyai Agêng Tuban.

‎3. Ratu Wêrdi,  bergelar Ratu Mas Taluki, krama olèh Pangeran Kalipah Kaji Ngusman, putra  Raja Pandhita Ngali Murtala ing Garêsik, Pangeran Kalipah Kaji Ngusman,kemudian  bertempat tinggal ing Pulau Moloko, Ratu Mas Taluki berganti gelar nama Nyai Agêng Moloko, kemudian pindah bertempat tinggal ing Tuban, bertapa di Gunung Danaraja.

‎4. Ratu Wilis, bergelar Ratu Mas Saruni, krama olèh Pangeran Kalipah Nuraga, adik Pangeran Kalipah Kaji Ngusman, ketika Pangeran Kalipah Nuraga tinggal di Tandhês, Ratu Mas Saruni kasêbut nama Nyai Agêng Tandhês.

‎5. Pangeran Makdum Ibrahim, nama Sunan Wadat Anyakrakusuma, bertempat tinggal  ing Bonang, bergelar Sunan Bonang.

‎6. Pangeran Musakèh Mukhamad, nama Sunan Mufti, bertempat tinggal di Darajat, bergelar  nama Sunan Derajat , bertempat tinggal di Cirebon hingga wafatnya.

‎III Garwa selir

‎Dari Garwa Selir menurunkan:

‎1. Sèh Sahmut, nama Pangeran Tumras, adêdalêm ing Sapanjang, kasêbut nama Pangeran Sapanjang.

‎2. Sèh Kanjah, nama Pangeran Tumampêl, adêdalêm ing Lamongan, kasêbut nama Pangeran Lamongan.

‎3. Sèh Randhêh, nama Pangeran Orang Ayu, adêdalêm ana ing Wanakrama, kasêbut nama Pangeran Wanakrama.

‎4. Nyai Agêng Mandara.

‎5. Nyai Agêng Amadarum.

‎6. Nyai Agêng Suwiyah.

‎D. Nyai Agêng Manyura

‎Menurunkan:

‎1. Nyai Agêng Sampang, menikah dengan Kyai Agêng Sampang, putra  Lêmbupêtêng ing Madura.

‎2. Nyai Agêng Manyuran, krama olèh Sunan Ngudung, putra Kalifah Kusèn dari putrinya Arya Baribin, ing Madura, 

‎3. Pangeran Manyura.

‎E. Nyai Agêng Manyuran

‎Menurunkan : 

‎1. Sunan Kudus.

‎F. Sunan Kudus

‎Sunan Kudus menikah tiga kali :

‎I. Putrane Kyai Agêng Kalipodhang,

‎II. Putrane Adipati Têrung,

‎III. Putrane Adipati Kêndhuruan, pêputra wolu:

‎I. Menikah dengan putri Kyai Kalipodhang:

‎Menurunkan:

‎1. Nyai Agêng Pambayun.

‎2. Panêmbahan Kali, bertempat tinggal ing Păncawati, Dêmak, bergelar Panêmbahan Păncawati, setelah Sunan kudus beliau menggantikan kedudukannya bergelar Panêmbahan Kudus.

‎3. Pangeran Pakaos

‎4. Pangeran Gêgênêng,

‎II. Menikah dengan putri Adipati Têrung:

‎Menurunkan:

‎1. Pangeran Palembang.

‎III. Menikah dengan putri Adipati Kêndhuruan

‎Menurunkan:

‎1. Ratu Makoja, nama Ratu Sakosar, menikah dengan Pangeran Silarong.

‎2. Adipati Sujaka.

‎3. Pangeran Prada Binabar.

‎G. Panêmbahan Kudus

‎Menikah dengan trah Giri menurunkan:

‎1. Pangeran Kudus.

‎2. Pangeran Dêmang, sumare ing Kadhiri.

‎3. Radèn Ayu Panêmbahan, menikah dengan Panêmbahan Madura, putraJaran Panolih ing Madura.

‎4. Radèn Urawan, Panêmbahan Urawan, putra Panêmbahan Madiun.

‎H. Pangeran Dêmang

‎Pangeran Demang putri  Panêmbahan Wilasmara ing Kadhiri, berputra tiga orang:

‎1. Pangeran Mêmênang.

‎2. Pangeran Rajungan

‎3. Pangeran Kandhuruan.

‎I. Pangeran Rajungan

‎Pangeran Rajungan menikah dengan Kyai MajaAgung III pêputra:

‎1. Pangeran Sarêngat

‎ Oleh Ingkang Sinuhun Kangjêng Susuhunan Mangkurat, marang ing Kartasura, nalika ana kraman Trunajaya, Pangeran Sarêngat banjur ditandur dadi pangeran ana ing Kudus, banjur kasêbut nama Pangeran Kudus.

‎J. Pangeran Kudus

‎garwa dari trah Adipati Têrung, berputra:

‎1. Mas Jawa, setelah dewasa bernama Radèn Suradipura, kemudian menggantikan kedudukan ayahanda bergelar  Pangeran Kudus II

‎2. Mas Jawi, bergelar Radèn Adipati Sumadipura ing Pathi.

‎K. Radèn Adipati Sumadipura ing Pathi

‎pêputra lima:

‎1. Radèn Ayu Jayasêtika ing Kudus.

‎2. Radèn Bagus Yata, bergelar Radèn Adipati Tirtakusuma ing Kudus.

‎3. Radèn Bewak, banjur nama Radèn Martakusuma, menjadi Adipati ing Pathi, nama Radèn Adipati Mêgatsari, menurunkan  Ratu Kadipatèn Permaisuri Sunan Amangkurat IV

‎4. Radèn Ayu Cêndhana, menikah dengan Pangeran Cêndhana, putra Pangeran Natapraja ing Kadilangu.

‎5. Radèn Bagus Lêmbu, nama Radèn Martapura, ngalih nama Radèn Martakusuma, menurunkan Radèn Ayu Pandhansari, garwa Panêmbahan Purbaya, pêputra Kangjêng Ratu Mas, garwa dalêm Sunan Pakubuwana  II.

‎L. Radèn Adipati Tirtakusuma ing Kudus 

‎Menurunkan enam putra :

‎1. Kangjêng Ratu Kêncana, garwane Ingkang Sinuhun Kangjêng Susuhunan Amangkurat, kasêbut nama Kangjêng Ratu Agêng.

‎2. Radèn Ayu Wirasari, menurunkan Radèn Wiratmêja, kang kaparingan nama Radèn Mêgatsari.

‎3. Radèn Martanăngga, Ayahanda Radèn Arya Hendranata.

‎Raden Arya Hendranata menikah dua kali :

‎3.1. GRAy Rambe putri Sunan Amangkurat IV dari Mas Ayu Rondonsari. Setelah bercerai dengan Raden Arya Hendranata menikah dengan Adipati Danureja I, Patih Kraton Yogyakarta

‎3.2. Kangjeng Ratu Maduretna putri Sunan Amangkurat IV dari Kangjeng Ratu Kencana

‎4. Radèn Martakusuma, Ayahanda Radèn Martapura: Paridan.

‎5. Radèn Ayu Ănggakusuma, Ibunda Radèn Suwandi, Raden Suryanagara.

‎6. Radèn Wangsèngsari, Ibunda Radèn Wăngsakusuma ing Pathi

‎M. Kangjêng Ratu Kêncana, garwane Ingkang Sinuhun Kangjêng Susuhunan Amangkurat IV

‎Setelah putranya naik tahta bergelar Kangjêng Ratu Agêng.

‎Menurunkan putra tiga :

‎1. Radèn Ayu Pambayun, seda timur.

‎2. Gusti Raden Mas Prabasuyasa setelah naik tahta bergelar Ingkang Sinuhun Kangjêng Susuhunan Pakubuwana II.

‎3. Kangjêng Ratu Madurêtna.

‎N. Gusti Raden Mas Prabasuyasa setelah naik tahta bergelar Ingkang Sinuhun Pakubuwana Kangdjeng Susuhunan Pakubuwana II.





‎SUSUHUNAN PAKUBUWANA II

‎Beliau terlahir di Kraton Kartasura pada Selasa Pahing 23 Syawal 1634 atau tanggal 8 Desember 1711 dengan nama kecil Bendara Raden Mas Gusti Prabhu Suyasa. Beliau adalah putra dari Susuhunan Amangkurat IV dengan Garwa Permaisuri Kanjeng Ratu Kencana (putri dari Bupati Kudus, Raden Adipati Tirtokusumo)

‎Tanggal 10 Juni 1726 bertempat di Kraton Kartasura, RMG Prabasuyasa menikah dengan RAy Sukiya, putri dari paman beliau yaitu Gusti Panembahan Purbaya. Kelak RAy Sukiya diangkat sebagai permaisuri dan bergelar Kanjeng Ratu Mas 

‎Sepeninggal sang ayahanda yaitu Susuhunan Prabhu Amangkurat IV , BRMG Prabhu Suyasa atau BRMG Prabasuyasa yang saat itu berusia 15 tahun  dinobatkan sebagai Raja Kraton Kartasura pada hari Kamis Legi 16 Besar 1650 Jawa atau 15 Agustus 1726 M.

‎Pada masa pemerintahan Beliau Kraton Kartasura pernah mengalami berbagai pergolakan salah satunya " Geger Pecinan " yang mengakibatkan rusaknya Kraton dan hilangnya wahyu kedaton yang membuat Susuhunan Pakubuwana II memerintahkan untuk memindahkan pusat Kraton Kartasura, akhirnya terpilih Desa Sala sebagai pusat Kraton dan setelah Kraton berdiri dinamakan " Kraton Surakarta Hadiningrat "  Peristiwa pindahnya kraton dari Kartasura ke desa Sala pada hari Rabu Pahing 14 Sura 1670 Jawa atau 17 Pebruari 1745 M. 

‎Jadi Susuhunan Pakubuwana II adalah Raja Mataram Kartasura yang terakhir juga Pendiri Kraton Surakarta Hadiningrat. Sekaligus Cikal Bakal berdirinya Kota Surakarta.

‎Susuhunan Pakubuwana II wafat pada hari Minggu Kliwon 11 Sura 1675 Jawa atau 21 Desember 1749 dan dimakamkan di Astana Laweyan Surakarta karena situasi saat itu tidak memungkinkan beliau dimakamkan di Astana Pajimatan Imogiri Yogyakarta. Setelah situasi mulai tenang, pada masa pemerintahan Susuhunan PB III , jenasah Sunan PB II dipindahkan ke Astana Pajimatan Imogiri di area Kedaton Pakubuwanan.

‎Para putra putri Susuhunan Pakubuwana II :

‎1. GKR Timoer 

‎2. KRAy Sekar Kedaton

‎3. KGPH Prabu Anom Priyambada

‎4. GRAj Suwiyah

‎5. BRMG Suryadi kelak jadi Sunan PB III

‎6. GRAj Patimah

‎7. GRM Pinten

‎8. GRAY Puspokusumo

‎9. GRAj Senthi

‎10. GRM Goto 

‎11. GRM Budiman

‎12. GRAy Puspodiningrat

‎13. GRAy Kaliwungu

‎14. GRAy Sosrodiningrat

‎15. GRM Prenjak

‎16. GRAy Pringgodiningrat

‎17. GPH Puruboyo

‎18. GRM Supomo

‎19. GPH Balitar

‎20. GRM Samsir

‎21. GPH Danupoyo

‎22. GRM Kendhu

‎23. GRAy Djungut Manduraredja

‎(Oleh : KRT Sajid Jayaningrat)

‎Al Fatihah  kagem alusipun poro leluhur 

Tuesday, November 11, 2025

Kraton Surakarta Hadiningrat - Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat - Pura Mangkunegaran - Pura Pakualaman

Kraton Surakarta Hadiningrat 

Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat 

Pura Mangkunegaran 

Pura Pakualaman






Ternyata gini jadinya 4 istana Trah Mataram disandingkan dalam 1 frame, dokumentasi.



1. Kraton Surakarta Hadiningrat


2. Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat


3. Pura Mangkunegaran


4. Pura Pakualaman

Tuan Rondahaim Saragih Garingging gelar Raja Raya Namabajan(1828–1891)

 Tuan Rondahaim Saragih Garingging gelar Raja Raya Namabajan(1828–1891) 




Tuan Rondahaim Saragih Garingging gelar Raja Raya Namabajan(1828–1891) adalah penguasa Partuanan Raya yang dijuluki Pemerintah Kolonial Belanda sebagai Napoleon der Bataks atau Napoleon-nya orang Batak, karena perlawanannya hingga akhir hayat terhadap upaya penaklukan Raya oleh Belanda. Partuanan Raya tercatat tidak pernah takluk kepada Belanda pada masa pemerintahan Tuan Rondahaim Saragih Garingging. Barulah pada tahun 1901, sepuluh tahun setelah waf4tnya Tuan Rondahaim, Partuanan Raya takluk kepada pemerintah kolonial Belanda. Pada saat itu, Partuanan Raya dipimpin oleh putra Tuan Rondahaim yang bernama Sumayan gelar Tuan Kapoltakan Saragih Garingging.

Pada 10 November 2025, Presiden Prabowo Subianto menganugerahkan gelar pahlawan nasional Indonesia.


Friday, October 10, 2025

Kisah Rasulullah Titip Salam Kepada Kiai Khozin Buduran Sidoarjo Jawa Timur

 Kisah Rasulullah Titip Salam Kepada Kiai Khozin Buduran Sidoarjo Jawa Timur 





Salah seorang waliyullah yg terkenal keramat, Syaikhona Muhammad Kholil Bangkalan-Madura, suatu kali menunaikan ibadah haji. Beberapa saat ketika beliau singgah di Madinah hendak berziarah kemakam Rosulullah di Ar-Roudhoh, beliau berjumpa dengan Nabi SAW. Ketika itu beliau terlihat mesra sekali bercengkrama dengan Nabi, hingga sebelum berpisah, Nabi mengatakan kepada Syaikhona Kholil Bangkalan bahwasannya kalau Syaikhona kembali ketanah air supaya menyampaikan salamnya Nabi kepada Khozin dari Buduran-Sidoarjo.


Begitulah, selepas kapal yang ditumpangi Kyai Kholil sandar di pelabuhan Kota Surabaya ( sekarang Tanjung Perak), beliau tidak langsung menuju Bangkalan-Madura, akan tetapi langsung menuju Buduran-Sidoarjo mencari orang yang bernama Khozin sebagaimana yang disarankan Nabi SAW kepadanya. Begitu sampai di Buduran, beliau menanyai beberapa orang yang dijumpainya, menanyakan rumah Khozin.


Setiap jawaban yg beliau peroleh berfariasi, mulai Khozin tukang cukur rambut, tukang sepatu sampai profesi yang disebutkan, dan semuanya tidak cocok dengan sosok yg beliau bayangkan. Hingga suatu saat kemudian dipagi hari beliau bertemu dengan bapak tua berpakaian kaos oblong, dengan memakai sarung yang agak dicincingnya sedang menyapu halaman sebuah rumah yang mirip sebuah pesantren dengan beberapa gothaan (bilik-bilik bambu para santri), Kyai Kholil lalu menghampiri bapak tersebut yg tengah sibuk dengan aktifitasnya tersebut. Setelah mengucapkan salam dan dijawab oleh bapak tersebut, beliau bertanya;


” Pak, dimanakah rumah Khozin ?”


” Kalau nama Khozin, banyak disini “. Jawab orang tersebut.


” Tapi kalau Kyai hendak mencari Khozin yang dimaksud Rosulullah sewaktu sampean di Madinah, ya saya ini Khozin yang beliau maksud “. Lanjut bapak tersebut.


Syaikhona Kholil tersentak kaget setelah mendengar jawaban spontan tersebut. Serta merta beliau menjatuhkan koper perbekalan yang dibawanya dan mencium tangan bapak tersebut berulang kali.


Ya, itulah Kyai Khozin Khoiruddin pengasuh pondok Siwalan Panji Buduran sekaligus perintis tradisi khotaman Tafsir Jalalain, yg diera Kyai Ya’kub Hamdani terkenal sebagai pondoknya para wali. Hadrotussyaikh Kyai Hasyim Asy’ari adalah alumni ponpes ini, dimana beliau sempat diambil menantu oleh Kyai Ya’qub dengan mempersunting puterinya yang bernama Khodijah, dari perkawinan beliau lahir seorang putra bernama Abdullah.


Tapi sayang keduanya (Nyai Khodijah dan Abdulloh putranya) wafat di Makkah pada tahun 1930, dipondok ini gothaan kyai Hasyim ketika masih nyantri sampai sekarang diabadikan, dan diantara alumni yg lain adalah seperti Mbah Hamid Abdullah Pasuruan, Kyai As’ad Syamsul Arifin Situbondo, Mbah Ud Pagerwojo, Mbah Jaelani Tulangan ( konon menurut penuturan cucunya kepada saya, disuatu musim kemarau waktu itu banyak para petani yang kehausan karena sumur disawah maupun rumah kering kerontang, ditengah kehausan itu tiba-tiba mereka melihat Mbah Jaelani melayang-layang diudara sambil membawa timba-timba berisi air beserta pikulannya), ada juga wali kendil (kakak beradik yang meninggal ketika masih menjadi santri.


Si adik ahli mutholaah kitab sedangkan si kakak ahli tirakat, hingga pada suatu hari kakaknya marah melihat adiknya menanak nasi karena tidak menghormati kakaknya yg sedang berpuasa. Ditendangnya kendil buat menanak nasi itu hingga pecah berantakan. Melihat itu si adik diam sambil mengambil serpihan-serpihan kendil yang pecah berantakan itu ditempelkannya lagi potongan serpihan itu dengan ludahnya hingga kembali utuh seperti sedia kala. Hingga ketika keduanya meninggal, makam adiknya tidak mau berjejer berdampingan dengan kakaknya, setiap hari makam adiknya bergeser maju bahkan konon sampai menembus pagar batas makam, dan pada akhirnya oleh Kyai Ya’kub makam santrinya itu diperingatkan agar cukup sampai disitu saja. Hingga sampai sekarang makam keduanya yang awalnya berjejer sudah tidak lagi seperti pertama kali dimakamkan, makam adiknya lebih maju kedepan melewati batas nisan kakaknya ), dan Kyai Kholil Bangkalan sendiri termasuk alumni Siwalan Panji.


Pondok Siwalan Panji ini berdiri sekitar tahun 1787 oleh Kyai Hamdani. Menurut Gus Rokhim (alm) pemangku pondok Khamdaniyah yang juga generasi ke tujuh dari Mbah Khamdani, ketika tanah siwalanpanji masih berupa tanah rawa, Mbah Hamdani meminta kepada Allah agar tanah rawah ini diangkat kepermukaan untuk dijadikan sebagai kawasan syiar Islam waktu itu.


“Ketika itu Mbah Hamdani meminta pertolongan kepada Allah, tidak berselang lama, tanah yang sebelumnya rawa, tiba² terangkat dan menjadi daratan,”. Tidak hanya itu, pada awal awal pengerjaan pondok, kayu bangunan pondok yang didatangkan dari cepu melalui jalur laut tiba² pecah dan terserak dan berpencar. Namun karena pertolongan Allah, kayu-kayu yang semula berpencar ini, bergerak sendiri melalui sungai menuju sungai di seberang kawasan pondok.


“Ada satu kayu yang tersangkut di kawasan Kediri, dan sekarang disebut menjadi kayu cagak Panji,” cerita Gus Rokhim.


Dijuluki pondoknya para wali karena setiap tahun alumni yang keluar bbeberapa diantaranya sudah mempunyai karomah-karomah luar biasa ketika masih menjadi santri.


Konon dari beberapa riwayat yang saya kumpulkan, di pondok Panji atau Siwalan Panji inilah kitab Tafsir Jalalain pertama kalinya dibaca secara klasikal pada tahun 1789 M. Sistem penddikin ala madrosah Diniyyah juga sudah ada pada waktu itu, hanya saja formatnya tidak seperti sekarang yang tersusun sistematis dan terencana.


Semenjak itu Syaikhona Kholil selalu mewanti wanti agar santri beliau yang boyong agar tabarrukan dulu di pondok Panji yang diasuh Kyai Khozin ketika itu, sebagai bentuk ketakdzhiman Syaikhona Kholil kepada Kyai Khozin.


Mungkin inilah salah satu alasan mengapa sampai sekarang pondok Panji, terutama pondok Al Khozini banyak dipenuhi santri dari Madura, sebagai bentuk ketakdzhiman mereka pada dawuh Syaikhona Kholil Bangkalan.




Demikian Kisah Rasulullah Titip Salam Kepada Kiai Khozin Buduran Sidoarjo, semoga manfaat.


Wallohu a’lamu bis showab.






Sejarah Pesantren Al-Khoziny Buduran Sidoarjo Jawa Timur 


Kompleks Pondok Pesantren Al Khoziny Buduran, Sidoarjo. 


Pondok Pesantren Al Khoziny yang terletak di Jalan KHR Moh Abbas I/18, Desa Buduran, Kecamatan Buduran, Sidoarjo ini, menjadi salah satu pesantren tertua di Jawa Timur. Pasalnya, nama Pesantren yang diambil dari nama pendirinya yaitu KH Raden Khozin Khoiruddin ini, lebih dikenal sebagai Pesantren Buduran karena terletak di Desa Buduran.


Kiai Khozin sepuh demikian masyarakat menyebutnya merupakan menantu KH Ya’qub dan pengasuh Pesantren Silawanpanji di periode ketiga (dikutip dalam jurnal, Peranan KH Abdul Mujib Abbas dalam Mengembangkan Pesantren Al Khoziny Buduran Sidoarjo 1964-2010, hal. 45)


Tercatat, sejumlah ulama besar pernah menimba ilmu di Pondok Pesantren Siwalanpanji ini, seperti KH M Hasyim Asy’ari (Tebuireng, Jombang), KH Nasir (Bangkalan), KH Abd Wahab Hasbullah (Tambakberas, Jombang), KH Umar (Jember), KH Nawawi (Pendiri Pesantren Ma'had Arriyadl Ringin Agung Kediri), KH Usman Al Ishaqi (Alfitrah Kedinding, Surabaya), KH Abdul Majid (Bata-bata Pamekasan), KH Dimyati (Banten), KH Ali Mas’ud (Sidoarjo), KH As’ad Syamsul Arifin (Situbondo), dan masih banyak yang lainnya.


Menurut beberapa data yang ditemukan penulis di beberapa artikel atau jurnal penelitian yang menyebutkan bahwa Pesantren Al Khoziny berdiri di antara tahun 1926 atau 1927 belum bisa dibenarkan. Hal itu disampaikan KHR Abdus Salam Mujib, Pengasuh Pesantren Al Khoziny pada saat Haul Masyayikh dan Haflah Rajabiyah ke-80 Pesantren Al Khoziny 2024. Kiai Salam Mujib mengatakan bahwa pesantren ini ada sekitar tahun 1920.


Data itu baru diketahui setelah Kiai Salam Mujib menerima rombongan satu bus dari Yogyakarta beberapa tahun lalu. Menurut cerita tutur yang disampaikan Kiai Salam Mujib, ketua rombongan sowan ke Pesantren Buduran Sidoarjo ini untuk ngalab berkah, sebab orang tuanya santri pertama KHR Moh Abbas bin KHR Khozin Khoiruddin di Pesantren Buduran.


Ketua rombongan yang berusia sekitar 70-an ini, menceritakan bahwa orang tuanya nyantri terakhir di Pesantren Buduran, selepas nyantri di beberapa pesantren di Pulau Jawa. Di antaranya pesantren Buntet dan beberapa pesantren di Jawa Tengah.


Menurut Kiai Salam Mujib, orang tua dari ketua rombongan ini nyantri di Buduran sekitar lima tahun pada tahun 1920, yang waktu itu pesantren ini diasuh oleh Kiai Abbas Buduran. Namun, Kiai Salam Mujib menyayangkan peristiwa itu tidak didokumentasikan dengan baik.


Meski begitu, Kiai Salam Mujib yang juga Rais PCNU Sidoarjo ini, berkeyakinan bahwa Pesantren Buduran ini ada sebelum 1920. Karena orang tua dari ketua rombongan ini belum begitu jelas, pada tahun 1920 apakah masuk mondoknya atau di tahun itu keluar dari Pesantren Buduran.


Kalau ditarik pada titik tahun 1920, santri pertama Kiai Abbas (orang tua ketua rombongan dari Yogyakarta) yang nyantri 5 tahun itu, berarti Pesantren Buduran ini ada pada tahun 1915 – 1920 M. Jika Pesantren Al Khoziny ini ada, dengan ditandai adanya santri pertama Kiai Abbas Khozin pada tahun 1920, maka pesantren asuhan Kiai Salam Mujib generasi ketiga ini sudah berusia satu abad lebih empat tahun.

 

Untuk menyakini cerita yang disampaikan Kiai Salam Mujib ini, penulis mencoba mengkonfirmasi kepada Dr Wasid Mansyur MFil (Penulis Buku Biografi KH Abdul Mujib Abbas, Teladan Pecinta Ilmu yang Konsisten, 2012). Dr Wasid mengiyakan apa yang disampaikan Kiai Salam Mujib. Dirinya juga pernah mendengar cerita itu dari Kiai Salam Mujib secara langsung dan dari beberapa alumni sepuh.


 

Wednesday, September 10, 2025

JANGAN BERDEBAT DENGAN BERKARAKTER KELEDAI !

 JANGAN BERDEBAT DENGAN BERKARAKTER KELEDAI !





Pepatah "jangan berdebat dengan keledai" sering digunakan untuk menggambarkan situasi di mana tidak ada gunanya terlibat dalam perdebatan atau argumen dengan seseorang yang keras kepala atau tidak mau mendengarkan alasan.

Buang-buang waktu terburuk adalah berdebat dengan orang bodoh dan fanatik yang tidak peduli tentang kebenaran atau kenyataan, tetapi hanya kemenangan keyakinan dan ilusinya.

Ketika berhadapan dengan kebodohan yang keras kepala, diam adalah pilihan yang cerdas. Kedamaian dan ketenangan jauh lebih berharga daripada memenangkan perdebatan yang tidak akan pernah selesai.


Kisahnya ?

Keledai berkata kepada harimau, "Rumput itu berwarna biru."

Harimau menjawab, "Tidak, rumput itu warnanya hijau."

Diskusi memanas, dan keduanya memutuskan untuk membawa masalah itu ke depan si Raja Hutan.

Mereka menghadap singa, si Raja Hutan. Sebelum mencapai tempat singa duduk di singgasananya, keledai mulai berteriak, "Yang Mulia, benarkah rumput itu warnanya biru?"

Singa menjawab, "Benar, rumput itu berwarna biru."

Keledai bergegas dan melanjutkan, "Harimau itu tidak setuju denganku dan menentang serta menggangguku. Tolong hukum dia."

Raja kemudian menyatakan, "Harimau ini akan mendapatkan hukuman."

Keledai itu pun melompat dengan riang dan melanjutkan perjalanannya, puas dan mengulangi, "Rumput itu warnanya biru."

Harimau menerima hukumannya tetapi bertanya kepada singa, "Yang Mulia, mengapa Anda menghukumku? Lagipula, rumput itu warnanya hijau."

Singa menjawab, "Memang rumput itu warnanya hijau."

Harimau bertanya, "Lalu, mengapa Anda menghukumku?"

Singa menjawab, "Itu tidak ada hubungannya dengan pertanyaan apakah rumput itu warnanya biru atau hijau. Hukumannya adalah karena tidak mungkin makhluk pemberani dan cerdas sepertimu membuang-buang waktu berdebat dengan keledai lalu datang dan menggangguku dengan pertanyaan itu."


---

Pemborosan waktu terburuk adalah berdebat dengan orang bodoh dan fanatik yang tidak peduli dengan kebenaran atau kenyataan, tetapi hanya kemenangan keyakinan dan ilusi mereka.

Jangan pernah membuang-buang waktu untuk argumen yang tidak masuk akal.

Ada orang yang tidak peduli seberapa banyak bukti yang kita berikan, tidak mampu memahami, dan yang lain dibutakan oleh ego, kebencian, dan dendam.

Yang mereka inginkan hanyalah menjadi benar, meskipun sebenarnya tidak.

Ketika ketidaktahuan berteriak, kecerdasan terdiam.

Kedamaian dan ketenangan Anda lebih berharga.



Monday, September 8, 2025

Mengubah sisi lemah menjadi sumber kekuatam (Carl Jung)

 Mengubah sisi lemah menjadi sumber kekuatam

(Carl Jung)





Psikolog Carl Jung pernah mengatakan, “Di balik kelemahan seseorang, sering tersembunyi kekuatan yang belum disadari.”

Artinya, kelemahan bukan untuk ditutupi, tapi bisa diolah jadi potensi. Banyak tokoh besar yang membuktikannya dari atlet, pengusaha, hingga pemimpin.

1. Kenali kelemahanmu dengan jujur

Jangan sibuk menutupinya. Saat kamu jujur pada diri sendiri, kamu tahu titik mana yang harus diperbaiki. Itu langkah awal perubahan.

2. Ubah cara pandang

Kelemahan sering lahir dari perspektif. Contoh: pemalu bisa jadi unggul dalam mendengarkan. Alihkan fokus dari kekurangan ke kelebihan tersembunyi.

3. Belajar perlahan dari kelemahan itu

Bukan berarti harus jadi “ahli” di situ, tapi cukup tingkatkan sedikit demi sedikit. Konsistensi lebih penting daripada hasil instan.

4. Manfaatkan kekuatan lain untuk menutupi kelemahan

Misalnya, kalau kamu kurang pandai bicara di depan umum, gunakan kemampuan menulis untuk menyampaikan ide.

5. Cari mentor atau panutan

Belajar dari orang yang pernah lemah di hal sama, tapi berhasil bangkit. Mereka biasanya punya trik yang lebih realistis.

6. Jadikan kelemahan sebagai motivasi

Banyak orang sukses justru termotivasi karena pernah diremehkan. Energi dari rasa “kurang” itu bisa jadi bahan bakar besar untuk maju.

7. Rayakan setiap kemajuan kecil

Mengubah sisi lemah butuh waktu. Jangan tunggu hasil besar dulu untuk merasa bangga—apresiasi langkah kecilmu. Itu yang bikin kamu terus kuat.


Kesimpulan:

Kelemahan bukanlah akhir, tapi pintu menuju kekuatan baru. Semua tergantung bagaimana kamu melihat dan mengolahnya.



Thursday, September 4, 2025

JAZĀ’IR AL-JĀWI : JEJAK NUSANTARA DI MATA DUNIA LAMA

 JAZĀ’IR AL-JĀWI : 

JEJAK NUSANTARA DI MATA DUNIA LAMA





Dalam naskah-naskah Arab klasik, kita menemukan satu nama yang merangkum seluruh kepulauan ini : Jazā’ir al-Jāwi (Kepulauan Jawa).

Nama ini bukan sekadar penanda geografis, melainkan refleksi dari bagaimana dunia Arab memandang bangsa kita: satu kesatuan budaya maritim yang besar dan terpandang.

Mereka menyebut kita Banī Jāwi  (anak-anak Jawi) tak peduli apakah kita berasal dari Jawa, Sumatra, Bugis, Makassar, atau bahkan Kepulauan Maluku.

Nama “Jawi” menjadi payung identitas yang menaungi keberagaman kita. Bahkan hingga hari ini, jemaah haji Indonesia masih dipanggil Banī Jāwi di tanah Hijaz.

Lebih dari sekadar nama, istilah ini menandakan relasi panjang sejarah dan perdagangan antara Timur Tengah dan Nusantara.

Contohnya, dalam perdagangan kemenyan: bangsa Arab menyebutnya lubān Jāwi (kemenyan Jawa), meski pohonnya tumbuh di Sumatra.

Dari sinilah istilah Latin benzoe berasal bukti bagaimana dunia mengambil penamaan dari cara Arab melihat wilayah kita.


Dalam kitab al-Kāmil fī at-Tārīkh karya Ibnu al-Atsīr, disebutkan bahwa Banī Jāwi adalah keturunan Nabi Ibrahim AS.

Sebuah klaim yang tentu menarik, namun bukan tanpa dukungan. Sebab dalam studi genetika modern, seorang profesor dari Universiti Kebangsaan Malaysia menemukan bahwa DNA masyarakat Jawi mengandung 27% varian Mediterranean , varian genetik yang juga ditemukan pada bangsa Arab dan Bani Israil, keturunan Ibrahim.


Ini bukan sekadar fakta biologis. Ini adalah narasi antropologis, bahwa jejak Ibrahimiyah bisa jadi telah mengalir jauh, melintasi gurun dan samudera, lalu berlabuh di tanah basah nan hijau ini, bernama Nusantara.

Sejak dahulu, para pelaut kita dikenal tak hanya membawa rempah, tapi juga pengetahuan, akhlak, dan hikmah. Mereka bukan sekadar pedagang, tapi penyambung nadi peradaban.

Maka jangan heran, jika hingga kini, para pemimpin dari kawasan Jazā’ir al-Jāwi  siapapun mereka, apapun sukunya, masih berasal dari akar-akar tua yang dulu disebut Banī Jāwi.

Karena sejarah tidak pernah benar-benar hilang. Ia hanya menyamar dalam nama, dalam darah, dan dalam cara kita berdiri menatap dunia.


Maka, menyebut diri sebagai “Jawa” bukan sekadar menyatakan asal, tetapi mengakui warisan : warisan Ibrahim, warisan samudera, warisan bangsa yang tak pernah tunduk kecuali pada hikmah.



Tuesday, September 2, 2025

Karomah Mbah Mundzir Kediri

Karomah Mbah Mundzir Kediri 




KH. Mundzir adalah pengasuh pondok pesantren “Tahfidzul Qur’an Ma’unah Sari” Bandar Kidul, Kediri, Jawa Timur.


Sebagai Kyai kharismatik atau disegani oleh masyarakat, KH Mundzir mempunyai beberapa karomah,antara lain :

1. Si kecil yang perkasa

Perilaku masa kecil Kyai Mundzir wajar-wajar saja, sebagaimana anak kecil pada umumnya, walau kadang memperlihatkan pola tingkah yang tidak lumrah atau nganeh-nganehi, yang di dunia pesantren bisa di istilahkan dengan kata khorikul ‘adah, pernah suatu ketika Kyai Mundzir memainkan gentong / mengangkat-angkat gentong dengan santainya, tentu hal ini mengundang keheranan dan rasa takjub bagi siapapun yang melihatnya. 

Rasa heran dan takjub itupun semakin menjadi tatkala gentong tersebut penuh dengan air yang bagi satu orang dewasapun umumnya belum kuat untuk mengangkatnya, namun ternyata Kyai Mundzir yang masih anak-anak itu bukan sekedar mengangkat, malah memainkanya dengan santai laksana seorang “pendekar atau jagoan kungfu” yang sedang memperlihatkan keahlianya.


2. Bisa terbang

Polah tingkah yang tidak wajar terjadi sampai Kyai Mundzir tumbuh dewasa. Dikisahkan oleh seorang teman dekat beliau yang saat nyantri di pesantren semelo perak jombang, yaitu seorang santri yang sekarang tinggal di dusun Sido Warek Jombang. Kyai Mundzir seorang santri yang gemar ziarah ke makam-makam para wali, sebagai teman dekat santri tadi di ajak ziarah ke pesarean Mojo Agung, Jombang. 

Seperti biasanya perjalanan itu dilakukan dengan berjalan kaki. Namun kiranya ada yang luar biasa dalam perjalanan kali ini, karena sebelum berangkat Kyai Mundzir berpesan kepada teman akrabnya tersebut untuk tidak tolah toleh dan selalu melihat punggung beliau selama perjalanan nanti. Setelah beberapa saat dalam perjalanan, teman Kyai Mundzir merasa seakan akan melewati suatu kawasan yang banyak ditumbuhi rerumputan yang tinggi dan lebat, kang santri pun penasaran, tumbuhan apakah yang kiranya kadang menyambar di tubuhnya itu. 

Saking penasarannya, sambil berjalan kang santri tadi sesekali memetik beberapa helai daun atau rumput, dan ia sempat memasukan daun itu ke dalam saku bajunya. Perjalananpun akhirnya sampai, setelah keperluan ziarah dan lainya selesai, Kyai Mundzir mengajak pulang seperti biasanya. Setelah sampai di kamar santri tadi segera mengambil daun yang ada dalam sakunya untuk dilihat. Namun alangkah terkejutnya kang santri tadi, karena ternyata bukan rumput yang di temukan dalam sakunya melainkan daun kelapa yang masih muda. Setelah menyadari apa yang baru saja terjadi, sambil menerawang, santri tersebut bergumam “lha aku iki la’ diajak gus mundzir lewat duwure wit klopo”.


3. Memanggil pucuk pohon bambu

Di suatu daerah Jombang, saat Kyai Mundzir sedang melaksanakan riyadhoh, dan sebagaimana biasa, hari itupun diisi dengan terus menerus sholat. Kebetulan di tempat itu, ada seorang santri yang bisa di bilang nakal, dan ia mengetahui bagaimana disiplinya Kyai Mundzir menjaga kebersihan. Di saat beliau sedang menunaikan sholat, santri tadi sengaja berniat ngerjai/njarag, dengan cara pakaian beliau yang di jemur di depan mushola sebagai lap. 

Hal itu ternyata diketahui oleh beliau, karena itu setelah salam, beliau langsung mencuci pakaian tersebut dan kembali menjemurnya lagi, melihat hal itu, santri tadi ternyata mengulangi lagi perbuatan tersebut, lagi-lagi beliau tahu, dan mencuci serta menjemurnya lagi, dan selanjutnya kembali sholat. Namun saking nakalnya santri tadi belum puas, lalu mengulanginya sekali lagi. Saat itulah, setelah sholat, beliau mencuci pakaian tersebut, namun kali ini di jemur dengan cara yang ”nyleneh”, bagaimana tidak, usai mencuci pakaian tadi, beliau melambaikan tangan seakan memanggil pucuk pohon bambu yang berada di depan mushola, dan anehnya pula bambu itu seolah paham, karena tiba-tiba bambu itu merunduk dan selanjutnya berdiri tegak kembali, setelah jemuran pakaian beliau di titipkan pada pucuknya.


Lahul Fatihah..


Friday, August 29, 2025

NABI IDRIS AS

 NABI IDRIS AS





Dalam Surah Maryam, ayat 56 dan 57 tercantum pujian tentang Nabi Idris bahwa beliau sangat taat, shaleh, dan Allâh mengangkat Beliau ke tempat (derajat) yang tinggi. Beberapa Ulama mengatakan tempat ini adalah surga ke-empat dan beberapa mengatakan surga ke-enam. Apa yang ditegaskan adalah bahwa Nabi Idris kemudian kembali ke Bumi setelah diangkat ke surga. Beliau kembali ke Bumi dan meninggal di Bumi.

Idris adalah seorang Nabi dan Rasul, sesuai dengan yang ditegaskan dalam Al-Qur’an. Kita harus memiliki keyakinan kuat bahwa Idris adalah Nabi Allâh dan bahwa Beliau menyampaikan pesan dari Tuhan.

Ada perbedaan pendapat tentang silsilah Nabi Idris, tetapi yang terkuat adalah yang kita sebutkan di atas. Beliau diberi nama “Idris” dengan asal mula kata “Idris” berasal dari bahasa Arab “Dirasah” yang berarti “belajar lama.”

Beliau disebut Idris karena Beliau mempelajari banyak hal yang diturunkan kepada Nabi Adam dan Nabi Seth.

Untuk penampilan fisiknya, Al-Hakim berkata dalam Mustadraknya, menyalin dari Samurah, putra Jundub, bahwa Nabi Idris berbadan tinggi, dengan kulit putih. Beliau memiliki dada yang lebar. Nabi Idris memiliki sedikit rambut di tubuh, dan rambut yang lebat di kepalanya. Beliau memiliki perbedaan warna terang di dadanya, tetapi bukan dari penyakit kulit.

Ketika ketidak-adilan dan permusuhan terjadi di antara orang-orang di Bumi, Allâh mengangkat Idris ke surga. Disebutkan bahwa Nabi Idris adalah orang pertama yang menggunakan pena setelah Nabi Adam (Nabi Adam memiliki pengetahuan tentang cara menggunakan pena) dan yang pertama kali memotong bahan pakaian dan menjahitnya.

Ibn Hibban mengatakan dalam bukunya As-Sahih, dari Abu Dharr, bahwa Rasulullâh sallallâhu ^alayhi wa Sallam berkata, “Wahai Abu Dharr, ada empat di antara para Nabi yang berbicara bahasa yang disebut Suryani, yaitu: Adam, Seth, Akanukh (Idris, yang pertama menggunakan pena setelah Adam) ), dan Nuh.

Nabi Idris adalah Nabi Ketiga

Nabi Idris adalah Nabi yang ketiga dari para Nabi. Ada perbedaan pendapat tentang tempat kelahirannya. Beberapa Ulama mengatakan Beliau dilahirkan di Babylon dan beberapa Ulama mengatakan di Mesir. Perkataan yang benar adalah bahwa Beliau lahir di Babylon, di Irak. Pada tahun-tahun pertama, Idris mengikuti pengetahuan yang disebarkan oleh Adam dan Seth. Kemudian Allâh menjadikannya seorang Nabi dan Rasul. Allâh menurunkan 30 Kitab pendek (Suhuf) kepada Nabi Idris, sebagaimana dinyatakan dalam hadits, yang diriwayatkan oleh Ibn Hibban dari Abu Dharr. Idris mengajarkan orang-orang tentang Tuhan, dan mengumpulkan mereka untuk menerapkan aturan-aturan Agama. Beliau menekankan bahwa satu-satunya yang layak disembah adalah Allâh, meskipun pada jaman itu semua manusia adalah Muslim selama hidup Nabi Idris.

Beberapa orang tidak patuh dalam menjalankan aturan Agama. Idris membuat keputusan untuk meninggalkan Irak dan pergi ke Mesir. Ketika Nabi Idris melihat sungai Nil yang besar di Mesir, Beliau mulai berpikir tentang kebesaran Tuhan. Beliau memuji Allâh saat memandang dengan kagum di Sungai Nil.

Nabi Idris tinggal di Mesir bersama orang-orangnya (para pengikutnya) untuk jangka waktu tertentu, memanggil orang-orang untuk taat dan patuh sesuai aturan Agama. Dikatakan bahwa Beliau hidup 82 tahun di Bumi. Kemudian Allâh mengangkatnya ke Surga. Kemudian Beliau turun kembali dan meninggal di Bumi.

Ada beberapa ucapan bijak yang dikenal tentang Nabi Idris. Nabi Idris mengajak orang-orang untuk menjadi Muslim yang baik, mengikuti semua aturan Agama yang diwahyukan kepadanya. Beliau memanggil orang-orang untuk hidup sederhana dan tidak mewah, seperti yang dilakukan Nabi Muhammad juga. Nabi Muhammad mengatakan kepada Mu^adh ibnu Jabal: “Tinggalkan kemewahan, orang taqwa bukanlah orang yang hidup mewah.”

Nabi Idris mengajarkan kepada umatnya untuk saling berbuat bijak dan adil. Beliau juga mengajak mereka untuk melakukan Sholat dan menunjukkan kepada mereka cara Sholat. Mereka diperintahkan untuk berpuasa pada hari-hari tertentu setiap bulan. Mereka diperintahkan untuk membayar Zakat dari uang mereka untuk membantu orang miskin. Beliau sangat disiplin mengajarkan orang-orang tentang Thaharah (Wudhu‘) dan membersihkan diri (Mandi Junub) setelah berhubungan suami-istri. Beliau menegaskan bahwa alkohol sangat dilarang.

Pada zaman Nabi Idris, orang-orang berbicara dalam 72 bahasa. Allâh membuat Idris menguasai semua 72 bahasa, sehingga Beliau bisa mengajar semua orang dalam bahasa mereka masing-masing.

Dalam Surah Ibrahim, Ayat 4, menyatakan bahwa, “Allah tidak mengirim seorang Rasul kecuali bahwa ia berbicara dalam bahasa bangsanya, untuk memberi ajaran yang jelas bagi mereka.”

Allâh memberi Nabi Idris ilmu pengetahuan yang Beliau ajarkan kepada orang-orang. Allâh memberinya pengetahuan tentang Astronomi. Beliau adalah orang pertama yang mempelajari ilmu kedokteran. Beliau adalah orang pertama yang memperingatkan bahwa banjir akan datang sebagai hukuman (seperti yang kemudian terjadi pada masa Nabi Nuh). Idris adalah orang pertama yang menetapkan aturan perencanaan kota.

Dikatakan bahwa Nabi Idris membangun dua piramida terkenal di Mesir.

Di antara kearifannya yang terkenal adalah Beliau berkata, “Bersabar, dengan percaya kepada Allâh, akan membawa seseorang menuju kemenangan.” Ini terukir di batu cincinnya.

Nabi Idris mengatakan agar kita memiliki Niat yang tulus ketika kita membuat permohonan (berdoa) kepada Allâh, ketika Sholat dan Puasa.





Kisah NABI IDRIS dan IBLIS

Abu Ishaq al-Isfarayiniyy, dalam bukunya At-Tartib fi ^Usulil-Fiqh, mengatakan bahwa; yang pertama kali yang menyajikan konsep “kemustahilan intelektual” adalah Nabi Idris. Diriwayatkan kejadian berikut :

Iblis datang kepada Nabi Idris yang sedang menjahit. Nabi Idris setiap kali memasukkan jarum Beliau mengucap “SubHânal-Lâh” (Allâh suci dari ketidaksempurnaan). Setiap kali Beliau mengeluarkannya, Beliau akan mengucap “Al-Hamdulil-Lâh” (puji dan syukur kepada Allâh).

Suatu saat Iblis datang kepadanya dengan membawa kulit. Iblis berkata “Apakah Tuhan memiliki kekuatan untuk menempatkan seluruh alam semesta dalam kulit kecil ini?”

Nabi Idris berkata, “Jika Tuhan menghendaki, Dia memiliki kekuatan untuk membuat seluruh alam semesta ini berada di dalam lubang jarum yang aku gunakan untuk menjahit .”

Kemudian Nabi Idris menusuk mata Iblis dengan jarumnya.

Abu Ishaq menjelaskan arti perkataan Nabi Idris kepada Setan, yaitu: Jika Allâh berkehendak untuk membuat seluruh alam semesta dengan mengecilkannya agar bisa masuk ke dalam lubang jarum, maka Allâh memiliki kekuatan untuk melakukannya. Namun, jika seseorang berbicara tentang mengambil seluruh alam semesta dengan ukuran yang dimilikinya, dan memasukkannya melalui lubang jarum dengan ukuran yang dimilikinya, maka secara intelektual ini tidak memungkinkan.

Abu Ishaq mengatakan bahwa Nabi Idris tidak memberikan penjelasan itu kepada Iblis, karena Nabi Idris tahu bahwa Iblis adalah makhluk yang keras kepala dan tak mungkin percaya dan memeluk Islam. Iblis hanya mengajukan pertanyaan untuk membingungkan Nabi Idris saja. Iblis tidak menginginkan jawaban yang sesungguhnya. Dia hanya mengajukan pertanyaan untuk berniat jahat dan dalam usaha yang sia-sia untuk membawa Nabi Idris keluar dari Islam.

Abu Ishaq mengatakan bahwa konsep ini tidak menyebar sangat luas pada zaman Nabi kita, tetapi kemudian pemahaman tentang hal ini menjadi begitu menyebar luas sehingga tidak dapat disangkal.

Al-Ash ^ariyy mengambil dari jawaban Nabi Idris banyak penilaian dan Hukum tentang hal-hal yang secara intelektual adalah mustahil.

Di langit ke empat Rasulullah saw diantar Jibril bertemu dengan Nabi Idris as. Ia berada dalam posisi di atas. Karena demikianlah karunia yang diberikan Allah swt kepadanya. Nabi Idris adalah nabi yang pernah merasakan surga selama hidup di dunia. <>Dia pula yang pernah diberi keistimewaan oleh Allah swt untuk merasakan kematian dalam kehidupan. Karena Allah swt tidak memperbolehkan siapapun masuk surga sebelum mati terlebih dahulu.


فلما رفعه باذن الله تعالى سأل ربه دخول الجنة فقيل له لايدخلها الا من ذاق الموت فسأل ربه الموت…

Ketika Idris diangkat oleh Allah diapun meminta agar dimasukkan surga, tetapi tidak diperbolehkan kecuali sudah mati. Kemudian Nabi Idris as.pun meminta kepada Allah swt kematian.


Meskipun tidak ada keterangan mengenai isi pembicaraan antara Rasulullah saw dan Nabi idris as. akan tetapi perjumpaan itu memberikan banyak pemahaman kepada Rasulullah saw makna kematian. Bahwa kematian yang pernah dianugerahkan Allah swt kepada Nabi Idris as. dapat diterapkan dalam kehidupan manusia dalam berbagai makna. Diantaranya mati dalam arti usaha menindas keinginan nafsu. Demikian Rasulullah saw pernah bersabda:


موتوا قبل تموتوا ومن اراد ان ينظر الى الميت يمشى على وجه الأرض فلينظر الى ابى بكر

Matilah engkau sebelum datang kematian. Siapa yang ingin melihat mayat berjalan di permukaan bumi, lihatlah Abu Bakar.


Begitu pula haditsnya seperti ini :


الناس نيام واذا موتو انتبنوا

Semua manusia sebenarnya dalam keadaan tidur, apabila mati, barulah mereka bangun.


Yang dimaksud dengan mati di sini adalah mati maknawi bukan mati hissi. Yaitu mati semua nafsu amarahnya, termasuk diantaranya adalah tidak pernah merasa kuat, tidak pernah merasa mulia, tidak pernah merasa benar dan lain sebagainya. Karena barang siapa masih merasa memiliki sifat kehidupan berarti hawa nafsunya belum mati, karena semua itu pada hakikatnya adalah milik Allah swt. dan manusia hanya diberikan sedikit hak untuk menggunakannya.

Perkembangan kehidupan dunia membutuhkan ilmu kesehatan untuk menjaga kelestarian hidup manusia. Sejak dahulu hingga sekarang, manusia senantiasa menghadapi masalah yang berkaitan dengan penyakit. Upaya-upaya untuk mencapai kesembuhan saat sakit dan menjaga kesehatan merupakan aktivitas penting manusia. Sebagai umat beragama, hal itu menyertai ibadah dalam rangka menghambakan diri kepada Allah subhanahu wa ta’ala.

Sebagai umat Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, penyakit yang dihadapi adalah penyakit di akhir zaman. Namun, upaya untuk mengobati penyakit dan menjaga kesehatan ternyata telah ada sejak zaman nabi Adam ‘Alaihissalam. Bagaimana transmisi keilmuan tentang pengobatan itu bermula?


Al-Hafiz Adz Dzahabi dalam kitab Thibbun Nabawi menjelaskan bahwa Nabi Adam mewariskan ilmu tentang pengobatan kepada Nabi Syits.

“Ada kaum yang berkata bahwa Nabi Syits ‘alaihissalam adalah orang pertama yang menemukan ilmu pengobatan. Ilmu ini dikenal setelah Beliau mewarisinya dari leluhurnya, yaitu Nabi Adam ‘alaihissalam. Beberapa orang mengatakan bahwa Beliau menerima ilmu ini berdasarkan pengalaman, sedangkan orang lain mengatakan bahwa Beliau menggunakan qiyas dengan olah pikirnya untuk menemukan ilmu itu” (Al-Hafiz Adz-Dzahabi, Thibbun Nabawi, Dar Ihyaul Ulum, Beirut, 1990: halaman 229)

Nabi Adam ‘alaihissalam sendiri merupakan manusia pertama yang mengalami berbagai ketidaknyamanan badan dalam kehidupan di Bumi. Saat mengalami ketidaknyamanan sebagai manusia Bumi, Beliau mengupayakan berbagai hal untuk mengatasinya. Saat lapar, Beliau berusaha mengatasinya dengan bercocok tanam. Ketika tubuh Beliau merasakan ketidaknyamanan, maka Beliau mengatasinya dengan suplemen dan nutrisi alami berupa buah-buahan. Pengetahuan Beliau untuk mengatasi berbagai hal di Bumi berdasarkan wahyu yang disampaikan melalui malaikat Jibril.


Nabi Adam mengetahui salah satu bahan herbal berupa buah yang berkhasiat. Buah yang kaya manfaat menjadi pilihan buah pertamanya yang dimakan di muka Bumi. Beliau memilih buah dari tanaman Bidara Cina atau tanaman Sidr yang dikenal dengan istilah buah Nabaq atau secara umum merupakan buah dari tanaman Bidara. Nama latin dari tanaman ini adalah Ziziphus jujuba.

“Ini buah dari Sidr, atau buah dari pohon Bidara yang bersifat dingin dan kering. Ia mengatur temperamen dan menyamak perut. Dalam kitab tentang obat dari Abu Nuaim, Beliau mengutip hadits yang terkenal bahwa ketika Nabi Adam diturunkan ke muka Bumi, buah pertama yang dimakan adalah buah Nabaq/buah Bidara.” (Al-Hafiz Adz-Dzahabi, Thibbun Nabawi, Dar Ihyaul Ulum, Beirut, 1990: halaman 198)

Pilihan Nabi Adam terhadap Bidara bukannya tanpa alasan. Buah ini mengandung berbagai manfaat untuk kesehatan. Pengetahuan Nabi Adam tentang berbagai nama buah, termasuk buah Bidara ini tidak lepas dari pengajaran tentang berbagai nama yang diterimanya sewaktu baru diciptakan di surga.

Buah dari tanaman Bidara/Sidr itu mirip dengan buah yang ada di Sidratul Muntaha. Meskipun buah yang ada di surga berbeda dengan buah di muka Bumi, masih ada beberapa kemiripan sifat.


Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam juga pernah melihat buah Nabaq di surga ketika perjalanan Mi’raj (Editor: Sakho Muhammad, 2010, Ensiklopedi Kemukjizatan Ilmiah dalam Al-Quran dan Sunnah, PT Kharisma Ilmu, Jakarta: halaman 133).



Dalam kitab Dardir, Nabi Muhammad menyaksikan Sidratul Muntaha sebagai sebuah pohon besar. Buah Nabaq yang ada di surga lebih besar dari yang ada di Bumi.

“Adapun buah Nabaq dari pohon Sidratul Muntaha itu sebesar kendi-kendi Tanah Hajar (sebuah desa yang dekat dengan Madinah)”. (Sayyid Ahmad ad-Dardir, Ad-Dardir ‘ala Qisshatil Mi’raj, Dar Ihya al-Kitab al-‘Arabiyah, tanpa tahun: halaman 21)

Ukuran buah bidara di surga sangat besar, yaitu seukuran kendi. Di dunia, buah pohon bidara berukuran lebih kecil, yaitu sebesar buah zaitun atau buah kurma. Penampakan pohon bidara di surga berbeda dengan pohon bidara di dunia. Pohon bidara di surga sangat dimuliakan dan tidak berduri, sedangkan pohon bidara di dunia banyak berduri dan buahnya sedikit.

Buah bidara rasanya manis dan baunya harum. Buahnya bergizi dan bermanfaat untuk menyegarkan pernapasan, menjaga suhu tubuh, mengobati campak dan cacar air, serta menghentikan infeksi pada lambung (Editor: Sakho Muhammad, 2010, Ensiklopedi Kemukjizatan Ilmiah dalam Al-Quran dan Sunnah, PT Kharisma Ilmu, Jakarta: halaman 134).

Semua manfaat buah bidara diperoleh oleh Nabi Adam yang baru saja menjalani masa adaptasi dengan iklim di bumi setelah sebelumnya berada dalam kenyamanan surga. Udara yang dihirup Beliau di surga tentu berbeda dengan di dunia. Demikian juga dengan iklim dan suhu bumi, tentu sangat berbeda dengan keadaan surga. Nabi Adam ‘alaihissalam memilih konsumsi buah bidara untuk mengkondisikan tubuhnya agar tetap seimbang selama berada dalam masa peralihan tersebut.

Setelah memiliki keturunan, Nabi Adam ‘alaihissalam menularkan pengetahuan tentang penyembuhan dengan menggunakan bahan-bahan berkhasiat kepada Nabi Syits ‘alaihissalam. Setelah periode Nabi Syits, Nabi Idris ‘alaihissalam mewarisi keilmuan tentang pengobatan atau kedokteran tersebut.

“Sebagian orang mengatakan bahwa Nabi Idris ‘alaihissalam yang menemukan ilmu pengobatan” (Al-Hafiz Adz-Dzahabi, Thibbun Nabawi, Dar Ihyaul Ulum, Beirut, 1990: halaman 229)

Kenabian merupakan salah satu jalan tersampaikannya wahyu untuk manusia. Ilmu pengobatan atau kedokteran pada masa Nabi Idris dikembangkan berdasarkan petunjuk wahyu yang Beliau terima.

Nabi Idris dikenal sebagai nabi yang membawa banyak ilmu pengetahuan baru yang bermanfaat untuk manusia pada zamannya. Mulai dari pembahasan tulisan hingga ilmu-ilmu lain yang secara praktis dibutuhkan oleh manusia dikuasai oleh Beliau.

Al-Hafiz Adz-Dzahabi menjelaskan proses transmisi keilmuan pengobatan itu dalam kitabnya Thibbun Nabawi.

“Bagaimanapun, yang lebih memungkinkan adalah bahwa ilmu pengobatan ini diwahyukan oleh Allah Yang Maha Kuasa kepada para Nabi-Nya. Memang demikianlah sesungguhnya. Hipotesis dan pengalaman saja tidak cukup.” (Al-Hafiz Adz-Dzahabi, Thibbun Nabawi, Dar Ihyaul Ulum, Beirut, 1990: halaman 229)

Kelak, keilmuan tersebut akan disempurnakan bersama turunnya wahyu kepada nabi-nabi setelahnya. Oleh karena itu, tidak mengherankan bila para nabi mampu membawa pengetahuan tentang pengobatan, yang dikenal dengan Thibbun Nabawi, yang belum diketahui oleh umat-umat sebelumnya.

Kisah Nabi Idris ‘Alaihissalam merupakan kisah yang sarat akan peringatan bagi kaum muslimin. Sebagai manusia pilihan, Ia telah diberi kesempatan oleh Allah SWT untuk merasakan kematian, melihat surga, dan melihat neraka. Pengalaman yang pastinya akan membuat merinding.

Nabi Idris adalah keturunan ke enam dari Nabi Adam as. Dia adalah putra dari Qabil dan Iqlima (putra dan putri Nabi Adam as).

Saat itu, Allah memerintahkan Nabi Idris untuk mengajak seluruh manusia agar berjalan di jalan kebenaran. Saat itu dia adalah manusia pertama yang menerima wahyu lewat Malaikat Jibril ketika dirinya berusia 82 tahun.



Berikut ini kisah Nabi Idris mengenai kematian dan saat pertama kali melihat surga telah dirangkum dari berbagai sumber.

Mukjizat Nabi Idris

Sebagai seorang nabi, Nabi Idris memiliki mukjizat atau kelebihan, yaitu :

Manusia pertama yang pandai baca tulis dengan pena.

Nabi Idris diberi macam-macam pengetahuan mulai dari merawat kuda, ilmu perbintangan (falaq), hingga ilmu berhitung yang sekarang dikenal dengan matematika.

Nama Idris berasal dari kata Darasa yang artinya belajar. Nabi Idris pun dikenal sangat senang belajar, dan tekun mengkaji fenomena alam semesta.

Nabi Idris adalah orang pertama yang pandai memotong dan menjahit pakaiannya. Orang-orang sebelumnya konon hanya mengenakan kulit binatang sebagai penutup aurat.

Nabi Idris mendapat gelar sebagai ‘Asadul Usud’ yang artinya singa, karena Ia tidak pernah putus asa ketika menjalankan tugasnya sebagai seorang Nabi. Ia tidak pernah takut menghadapi umatnya yang kafir. Namun Ia tidak pernah sombong, selain itu Ia juga dikenal memiliki sifat pemaaf.



Kisah Nabi Idris Mengenai Kematian.

Suatu ketika, Malaikat maut Izroil yang sudah bersahabat lama dengan Nabi Idris meminta izin kepada Allah untuk turun ke bumi untuk bertamu dengan Nabi Idris. Dia merasa sangat rindu untuk bertemu dengan Nabi Idris. Dan Allah pun mengizinkannya.

Malam itu, Nabi Idris kedatangan seorang pria yang membawa banyak sekali buah-buahan. Tentu saja dia adalah Malaikat Izroil yang menyamar. Nabi Idris tidak mengetahuinya.

Nabi Idris kemudian menawarkan makanan itu kepada Izroil namun ditolaknya. Akhirnya mereka berbincang-bincang dan keluar berjalan-jalan melihat pemandangan sekitar.



Percakapan Nabi Idris dan Maaikat Izroil

Tak terasa sudah empat hari mereka bersama. Karena sudah akrab, Nabi Idris mulai curiga dengan gerak gerik sang tamu. Dengan rasa penasaran yang tinggi akhirnya Nabi Idris pun bertanya.


Nabi Idris: Ya Tuanku. Siapa sebenarnya Anda?

Malaikat Izroil: Maaf Ya Nabi Allah, Saya sebenarnya adalah Izroil.

Nabi Idris: Malaikat Izroil? Kau kah itu? Sang Pencabut Nyawa?

Malaikat Izroil: Benar, ya Idris.

Nabi Idris: Sudah empat hari Engkau bersama denganku. Apakah Engkau juga menunaikan tugasmu dalam mencabut nyawa makhluk-makhluk di dunia ini?

Malaikat Izroil: Wahai Idris, selama empat hari ini banyak sekali nyawa yang telah saya cabut. Roh makhluk-makhluk itu bagaikan hidangan di hadapanku, aku ambil mereka bagaikan seseorang sedang menyuap-nyuap makanan.

Nabi Idris: Wahai Malaikat Izroil. Lantas apa maksud kedatangan Engkau kemari? Adakah Engkau ingin mencabut nyawaku?

Malaikat Izroil: Tidak Idris. Saya datang memang untuk mengunjungimu, karena saya rindu dan Allah mengizinkan Saya.

Nabi Idris: Wahai Izroil. Saya punya satu permintaan dan tolong kabulkan. Tolong cabut nyawa Saya. Dan minta izin ke Allah untuk mengembalikan nyawa Saya. Saya hanya ingin merasakan sakaratul maut yang banyak orang katakan sangat dahsyat.

Malaikat Izroil: Sesungguhnya saya tidaklah mencabut nyawa seseorang pun, melainkan hanya dengan izin Allah.



Malaikan Izroil Mencabut Nyawa Nabi Idris

Kemudian Allah mengabulkan permintaan Sang Nabi. Dan Malaikat Izroil pun mencabut nyawa Nabi Idris saat itu juga. Malaikat Izroil menangis melihat sahabatnya merasakan kesakitan. Setelah mati, Allah menghidupkan kembali Nabi Idris.

Setelah hidup Nabi Idris menangis sejadi-jadinya. Dia tidak bisa membayangkan jika manusia-manusia lain mengalami sakaratul maut dengan kedahsyatan yang sama. Nabi Idris tidak tega jika ada umatnya harus sengsara di ujung hidup dan mati. Sejak saat itu, Nabi Idris makin giat mengajak umatnya untuk senantiasa berbuat kebaikan dan jujur untuk hal-hal kebenaran.



Kisah Nabi Idris Melihat Surga dan Neraka

Suatu hari ketika Nabi Idris dan Malaikat Izroil beribadah bersama, kemudian Nabi Idris mengajukan permintaan unik.

“Bisakah Engkau membawa saya melihat surga dan neraka, wahai Malaikat Izroil?” tanya Nabi Idris as.

Malaikat Izroil pun menjawab, “Wahai Nabi Allah, lagi-lagi permintaan darimu sungguh aneh. Mengapa Engkau meminta hal itu? Bahkan para malaikat pun takut melihat neraka, wahai Nabi Allah.”

Nabi Idris menjawab, “Terus terang, Saya takut sekali dengan azab Allah itu. Tapi mudah-mudahan iman saya menjadi tebal setelah melihatnya.”



Nabi Idris Pingsan Setelah Melihat Neraka

Kemudian Malaikat Izroil meminta izin kepada Allah dan mendapatkan restu. Keduanya pun pergi untuk melihat neraka. Saat hampir dekat, Nabi Idris as langsung pingsan. Malaikat penjaga neraka merupakan sosok yang sangat menakutkan. Ia menyeret dan menyiksa manusia-manusia yang durhaka kepada Allah semasa hidupnya.

Nabi Idris as tidak sanggup menyaksikan berbagai siksaan yang sangat mengerikan itu. Tidak ada pemandangan yang lebih mengerikan dibandingkan dengan neraka. Api berkobar dahsyat, bunyi yang bermuruh menakutkan dan hal-hal yang mengerikan lainnya. Nabi idris meninggalkan neraka dengan tubuh yang lemas.



Nabi Idris Takjub dengan Pesona Surga

Tujuan kedua, Malaikat Izroil mengantarkan Nabi Idris ke surga. Di sana, reaksi Nabi Idris pun sama, nyaris pingsan! Tapi bukan karena takut, melainkan takjub dengan pesona dan keindahan semua yang ada di surga.

Dilihatnya sungai-sungai yang airnya begitu bening seperti kaca. Sementara itu di pinggir sungai terdapat pohon-pohon yang bagian batangnya terbuat dari peak dan emas. Lalu ada juga istana-istana untuk para penghuni surga. Di setiap penjuru ada pohon yang menghasilkan buah-buahan, buahnya pun begitu segar, ranum dan harum.

Setelah puas berkeliling, Malaikat Izroil mengajak Nabi Idris as pulang ke bumi. Namun Nabi Idris enggan pulang dan ingin tetap berada di surga.

“Tuan boleh tinggal di sini setelah kiamat nanti, setelah semua amal ibadah dihisab oleh Allah, baru tuan bisa menghuni surga bersama para Nabi dan orang beriman lainnya,” ujar Malaikat Izroil.

Kemudian Nabi Idris as menjawab, “Saya ingin beribadah kepada Allah sampai hari kiamat nanti.”

Nasihat-Nasihat Nabi Idris

Nabi Idris memiliki banyak sekali ajaran yang diturunkan kepada umatnya. Tentu saja untuk dilakukan agar hidup lebih baik.


Ada beberapa pesan yang disampaikan oleh Nabi Idris as semasa hidupnya kepada para umat. Pesan atau nasehat itu antara lain :

Salat jenazah lebih sebagai penghormatan, karena pemberi syafaat hanya Tuhan sesuai ukuran amal kebajikan.

Besarnya rasa syukur yang diucapkan, tetap tidak akan mampu mengalahkan besarnya nikmat Tuhan yang diberikan.

Sambutlah seruan Tuhan secara ikhlas, untuk shalat, puasa, maupun menaati semua perintah-Nya.

Hindari hasad alias dengki kepada sesama yang mendapat rezeki, karena hakikat jumlahnya tidak seberapa.

Menumpuk numpuk harta tidak ada manfaat bagi dirinya.

Kehidupan hendaknya diisi dengan hikmah kebijakan.

Nabi Idris merupakan salah satu nabi yang diberikan kesempatan oleh Allah SWT untuk merasakan surga dan neraka selama hidup di dunia. Apalagi, ia juga pernah diberi keistimewaan oleh Allah SWT untuk merasakan kematian dalam kehidupan.

Karena Allah SWT tidak memperbolehkan siapapun masuk surga sebelum mati terlebih dahulu. Ketika Idris diangkat oleh Allah diapun meminta agar dimasukkan surga, tetapi tidak diperbolehkan kecuali sudah mati.



Nabi Idris AS didatangi Malaikat Izrail. Saat itu ia menyamar sebagai laki-laki tampan atas izin Allah SWT.

Kedatangan Malaikat Maut tersebut bukan untuk mencabut nyawa Nabi Idris AS, melainkan sekadar bertamu. Hal itu karena ia kagum terhadap Nabi Idris AS yang ahli ibadah dan selalu berzikir kepada Allah SWT.

Singkat cerita, Nabi Idris AS pun menanyakan siapa sebenarnya lelaki tampan yang mengunjunginya itu. Akhirnya Malaikat Izrail pun mengakui siapa dirinya dan menyampaikan maksud kedatangannya.

Nabi Idris AS mengajukan sebuah permintaan, yakni ingin mengetahui tentang bagaimana surga dan neraka untuk mengingatkannya akan azab. Malaikat Izrail lantas meminta izin kepada Allah SWT untuk membawa Nabi Idris AS ke neraka.

Permintaan itu dikabulkan oleh Allah SWT, dan mereka lalu pergi untuk melihat neraka. Ketika hampir sampai, Nabi Idris AS langsung pingsan sebab melihat malaikat penjaga neraka yang sangat menakutkan.

Ia menyeret dan menyiksa manusia-manusia yang mendurhakai Allah SWT selama hidup di dunia. Ternyata Nabi Idris AS tidak sanggup menyaksikan berbagai macam siksaan yang mengerikan itu.

Selama hidupnya, tidak ada pemandangan yang lebih mengerikan dibandingkan dengan dahsyatnya api neraka. Api yang sangat panas berkobar-kobar disertai bunyi bergemuruh yang menakutkan.

Ia tidak bisa membayangkan apabila hal itu menimpa umatnya kelak. Oleh karena itu Nabi Idris AS semakin giat berdakwah agar tidak ada umatnya yang tersesat dari jalan Allah SWT.

Nabi Idris AS kemudian meninggalkan neraka dengan tubuh lemas dan penuh rasa takut. Bayangan api neraka dan segala siksaan di dalamnya masih membebani dirinya.

Namun, dengan hal itu Nabi Idris AS semakin menguatkan tekad dan imannya untuk selalu patuh pada perintah Allah SWT. Tidak hanya, melihat neraka, Nabi Idris juga diberi kesempatan untuk melihat surganya Allah SWT.

Saat melihat surga, Nabi Idris AS terpesona oleh segala keindahan yang tampak di depan matanya. Ia melihat sungai-sungai yang begitu bening airnya, seperti kaca.

Sementara itu, di pinggir sungai terdapat pohon-pohon yang bagian batangnya terbuat dari emas dan perak. Ia pun melihat-lihat istana yang disediakan untuk para penghuni surga.



Idris (bahasa Arab: إدريس, translit. Idrīs) adalah nabi kedua dalam Islam setelah nabi Adam AS, tokoh yang namanya disebut dalam Al-Qur’an 2 ayat yang merujuk pada nabi Idris selaku karakternya. Dalam daftar 25 nabi dalam Islam, nama Idris biasanya ditempatkan di urutan kedua, setelah Adam dan sebelum Nuh.


Nabi Idris ‘alaihissalam

إدريس

Dan ceritakanlah (Muhammad) kisah Idris di dalam Kitab. Sesungguhnya dia seorang yang sangat mencintai kebenaran dan seorang nabi, dan Kami telah mengangkatnya ke martabat yang tinggi.


Qur’an Maryam:56-57

Nama “Idris” dijelaskan kemungkinan memiliki arti “penerjemah.” Sebagian sumber menyatakan bahwa dia disebut Idris dalam bahasa Arab karena ketekunannya dalam mempelajari ajaran-ajaran dari Adam dan Syits. Beberapa penafsir Al-Qur’an seperti Al-Baizawi menyatakan bahwa Idris diambil dari kata bahasa Arab dars “untuk mengajarkan” wahyu Ilahi. Menurut Az-Zamakhsyari, kata Idris bukan nama yang berasal dari bahasa Arab.


Nama Idris disebutkan dua kali dalam Al-Qur’an. Dalam Al-Qur’an, Idris dipuji dan disifati sebagai orang yang jujur, sabar, dan sosok yang diangkat ke martabat yang tinggi. Keterangan Idris selain itu berasal dari luar Al-Qur’an, seperti hadits, riwayat sahabat Nabi, atau pendapat para ulama.

Ibnu Ishaq menyatakan bahwa Idris adalah orang pertama yang mengenalkan tulis-menulis menggunakan pena, menjahit baju dan memakainya, dan manusia yang mengerti masalah medis. Dikatakan bahwa dia merupakan orang pertama yang meneliti pergerakan bintang, juga menetapkan berat dan ukuran.

Ada pendapat menyatakan bahwa Idris awalnya lahir di Babil. Namun saat penduduk di sana mulai banyak melakukan dosa, dia dan pengikutnya hijrah ke Mesir.


Miniatur Persia yang menggambarkan Idris mengunjungi surga dan neraka, dari manuskrip Qishash al-Anbiya’

Ibnu Abbas berkata,

“Dawud adalah seorang pembuat perisai, Adam seorang petani, Nuh seorang tukang kayu, Idris seorang penjahit, dan Musa adalah penggembala.”



Al-Hakim

Sebagian mengatakan bahwa Idris dijuluki sebagai “Asad al-asad” (singa dari segala singa) karena keberanian dan kegagahannya, sedangkan di dalam kisah lain, Idris diberi julukan “Harmasu al-Haramisah” (ahlinya perbintangan).

Riwayat masyhur menyatakan bahwa Idris wafat di langit keempat. Ka’ab al-Ahbar menceritakan bahwa suatu saat Idris mengatakan pada salah satu malaikat, “Sesungguhnya Allah telah menurunkan wahyu kepadaku berupa ini dan itu. Maka sampaikanlah kepada malaikat maut agar dia menunda ajalku, sehingga aku bisa menambah amalku.” Malaikat tersebut membawa Idris menuju langit. Di langit keempat, mereka bertemu dengan malaikat maut. Malaikat tersebut menyampaikan pesan Idris kepada malaikat maut. Malaikat maut bertanya, “Lantas di mana Idris sekarang?” Dia menjawab, “Dia berada di atas punggungku.” Malaikat maut berkata, “Sungguh menakjubkan. Sesungguhnya engkaulah yang diutus, tapi dikatakan kepadaku, ‘Cabutlah Idris di langit keempat,’ sehingga aku katakan, ‘Bagaimana mungkin aku mencabut ruhnya di langit keempat, sementara dia berada di bumi?'” Lalu malaikat maut mencabut nyawa Idris di langit keempat. Itulah yang dimaksud dengan firman Allah, “Dan Kami telah mengangkatnya ke martabat yang tinggi.”



Hadits isra’ mi’raj

Dalam hadits mengenai isra’ mi’raj, diterangkan bahwa Nabi Muhammad bertemu dengan Idris di langit keempat. Diriwayatkan dari ‘Abbas bin Malik,

“… Gerbang telah terbuka, dan ketika aku (Muhammad) pergi ke langit keempat, di sana aku melihat Idris. Jibril berkata (kepadaku), ‘Ini adalah Idris. Berilah dia salammu.’ Maka aku mengucapkan salam kepadanya, dan ia mengucapkan, ‘Selamat datang, wahai saudaraku yang shalih dan nabi yang shalih’ sebagai balasan salamnya kepadaku.”



Sahih Bukhari 5:58:227

Nabi yang masih hidup.

Ada kepercayaan di sebagian kalangan Muslim bahwa ada empat orang nabi yang masih hidup sampai sekarang: dua hidup di bumi dan dua di langit. Dua nabi yang ada di bumi yang dimaksud adalah Nabi Khidir dan Nabi Ilyas, sementara dua yang ada di langit adalah Nabi Idris dan Nabi ‘Isa.

Tentang ayat, “Dan Kami telah mengangkatnya ke martabat yang tinggi,” Mujahid menyatakan bahwa Idris diangkat ke langit dan belum meninggal dunia sebagaimana ‘Isa diangkat ke langit. Ibnu Katsir menanggapi perkataan Mujahid, “Jika dia mengatakan bahwa Idris sampai saat ini belum meninggal, maka pendapatnya perlu dikaji ulang. Namun jika dia mengatakan bahwa Idris diangkat ke langit dalam keadaan hidup, kemudian nyawanya dicabut di sana, maka pendapat tersebut tidak bertentangan dengan yang dikatakan oleh Ka’ab al-Ahbar di atas. Wallahu a’lam.”



Padanan

Penyebutan singkat Idris dalam Al-Qur’an hanya mengenai pujian Allah atasnya, bukan mengenai kisahnya. Dengan minimnya keterangan, beberapa pihak mengaitkan Idris dengan beberapa tokoh tertentu.


Henokh

Pendapat yang masyhur menyatakan bahwa Idris adalah orang yang sama dengan tokoh dalam Tanakh (kitab suci Yahudi) dan Alkitab (kitab suci Kristen) bernama Henokh (Akhnukh). Ulama yang berpendapat demikian di antaranya Ibnu Jarir ath-Thabari dan Al-Baizawi. Al Baizawi mengatakan, “Idris berasal dari keturunan Syits dan moyang Nuh, dan namanya Henokh.”

Sumber Alkitab menyebutkan bahwa Henokh adalah keturunan generasi keenam Adam. Silsilahnya adalah: Henokh bin Yared bin Mahalaleel bin Kenan bin Enos bin Syits bin Adam. Nama Henokh sendiri bermakna “guru”. Ayahnya bernama Yared dan dia lahir saat ayahnya berusia 162 tahun. Saat Henokh berusia 65 tahun, dia memiliki putra bernama Metusalah. Metusalah memiliki putra bernama Lamekh dan Lamekh memiliki putra bernama Nuh. Jadi Henokh adalah kakek buyut dari Nuh. Menurut perhitungan usia dalam Alkitab, Adam masih hidup saat Henokh lahir. Alkitab menyebutkan bahwa Henokh kemudian diangkat ke langit pada usia 365 tahun.[18] Hal inilah yang menjadikan Idris hampir selalu ditempatkan di antara Adam dan Nuh di daftar 25 nabi dalam tradisi Muslim. Keterangan mengenai Henokh yang diangkat ke langit mirip dengan riwayat Ka’ab al-Ahbar yang menyebutkan bahwa Idris diangkat ke langit.

Meski demikian, beberapa ulama modern menolak menyamakan kedua tokoh ini karena kurangnya dasar yang dijadikan acuan. Penerjemah Al-Qur’an Abdullah Yusuf Ali menyatakan, saat membahas Idris dalam surah Maryam, bahwa menyamakan Idris dengan Henokh bisa saja benar atau bisa saja tidak benar.

Sebagian pihak yang menolak pendapat bahwa Idris sama dengan Henokh menggunakan dasar hadits isra’ mi’raj. Di sana disebutkan setelah Nabi Muhammad memberi salam kepada Idris, Idris menyebut Muhammad “saudaraku yang shalih” seperti yang diucapkan Yusuf dan Harun,[b] bukan menyebutnya “anakku yang shalih” sebagaimana Adam dan Ibrahim. Dari sini kemudian ditarik kesimpulan bahwa jika memang Idris dan Henokh adalah orang yang sama, berarti Idris adalah leluhur Muhammad dan seharusnya dia menyebut Muhammad “anakku yang shalih” seperti Adam dan Ibrahim. Namun sebagian menafsirkan bahwa alasan Idris menyatakan Muhammad sebagai saudara karena sebagai bentuk kerendahan hati. Dalam Syarah Arba’in an-Nawawi, Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin menjelaskan bahwa Idris adalah nabi dari bani Israil, yaitu keturunan Ya’qub bin Ishaq bin Ibrahim, sehingga dia bukanlah leluhur Muhammad.


Hermes Trismegistus.

Tokoh lain yang juga disamakan dengan Idris adalah Hermes Trismegistus. Sayyid Ahmed Amiruddin menyatakan bahwa tradisi Kristen dan Islam awal menyebut Hermes Trismegistus sebagai pembangun Piramida Giza.[22] Antoine Faivre, dalam The Eternal Hermes (1995), telah menunjukkan bahwa Hermes Trismegistus memiliki tempat dalam tradisi Islam, meskipun nama Hermes tidak muncul dalam Al-Qur’an. Para ahli sejarah dan penulis sejarah abad pertama hijriyah dengan cepat mengidentifikasi Hermes Trismegistus dengan Idris, yang juga diidentifikasi orang Arab dengan Henokh. Hermes disebut “Trismegistus” (agung tiga kali) karena memiliki tiga asal. Hermes pertama, sebanding dengan dewa Mesir Thoth, adalah “pahlawan peradaban”, seorang inisiator ke dalam misteri ilmu pengetahuan dan kebijaksanaan ilahi yang menghidupkan dunia; dia mengukir prinsip-prinsip ilmu suci ini dalam hieroglif. Hermes kedua, di Babel, adalah penggagas Pythagoras. Hermes ketiga adalah guru alkimia pertama. “Seorang nabi tak berwajah,” tulis Pierre Lory, seorang Islamis, “Hermes tidak memiliki karakteristik yang konkret atau menonjol, berbeda dalam hal ini dari sebagian besar tokoh utama Alkitab dan Al-Qur’an.”


Ilyas

Sebagian ulama berpendapat bahwa Idris adalah orang yang sama dengan Ilyas atau Elia, nabi Bani Israil yang hidup pada abad kesembilan SM. Ilyas sendiri juga termasuk salah satu 25 nabi dalam Islam. Al-Bukhari menuturkan, diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud dan Ibnu ‘Abbas bahwa Ilyas itu adalah Idris.[16] Sebagai perbandingan, dalam Alkitab disebutkan bahwa Ilyas/Elia pada akhirnya diangkat ke langit[25] sebagaimana Henokh.


Akhnukh

Beberapa orang meyakini nama asli nabi Idris adalah Akhnukh.


Tokoh lain.

Dikarenakan perbedaan linguistik dari nama “Idris” dengan tokoh-tokoh yang disebutkan di atas, beberapa sejarawan telah mengusulkan bahwa tokoh Al-Qur’an ini berasal dari “Andreas”, juru masak yang mencapai keabadian dari Romansa Aleksander Syria. Selain itu, sejarawan Patricia Crone mengusulkan bahwa “Idris” dan “Andreas” berasal dari epos Akkadia Atra-Hasis. Epos ini sendiri dinamai sesuai tokoh utamanya, Atra-Hasis, namanya bermakna “luar biasa bijak”. Nama Atra-Hasis muncul dalam daftar raja Sumeria sebagai penguasa Syuruppak (Shuruppak dalam ejaan Inggris) sebelum peristiwa banjir besar.