Social Bar

Popunder

Tuesday, May 20, 2025

SOKSI (Sentral Organisasi Karyawan Swadiri Indonesia)

 SOKSI 

(Sentral Organisasi Karyawan Swadiri Indonesia)







KLIK DISINI :

Munas XII 2025, Bahlil Minta SOKSI Jaga Kekompakan

https://www.rri.co.id/nasional/1529655/munas-xii-2025-bahlil-minta-soksi-jaga-kekompakan

Misbakhun Terpilih Aklamasi Jadi Ketum SOKSI, Bahlil: Harapan Golkar Sangat Besar

https://www.suarasurabaya.net/politik/2025/misbakhun-terpilih-aklamasi-jadi-ketum-soksi-bahlil-harapan-golkar-sangat-besar/

Misbakhun Secara Aklamasi Terpilih Jadi Ketum SOKSI 2025-2030

https://www.cnbcindonesia.com/news/20250521071514-4-634845/misbakhun-secara-aklamasi-terpilih-jadi-ketum-soksi-2025-2030







____________


SOKSI adalah singkatan dari Sentral Organisasi Karyawan Swadiri Indonesia. Ini adalah organisasi buruh yang didirikan pada 20 Mei 1960, dengan tujuan untuk mengimbangi keberadaan organisasi buruh yang dianggap pro-PKI, yaitu Sentral Organisasi Buruh Seluruh Indonesia (SOBSI). 

SOKSI juga sering disebut sebagai organisasi sayap dari Partai Golkar. Organisasi ini memiliki berbagai sayap lain, seperti Wanita Swadiri Indonesia (WSI), Wira Karya Indonesia (WKI), dan lainnya. 

SOKSI berupaya untuk membela Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, dan keutuhan NKRI. Organisasi ini juga memiliki tujuan untuk menjadi pelopor lahirnya masyarakat sosialis Pancasila. 

Secara lebih detail, SOKSI didirikan oleh Mayjen TNI (Pur), Dr. H. Suhardiman, SE, dengan dukungan dari para tokoh pergerakan masyarakat dan TNI Angkatan Darat. SOKSI memiliki berbagai program dan kegiatan yang fokus pada pemberdayaan masyarakat, pertanian, dan pembinaan UMKM. 

Sentral Organisasi Karyawan Swadiri Indonesia (SOKSI) sebelumnya bernama Sentral Organisasi Karyawan Sosialis Indonesia adalah organisasi buruh atau pekerja perusahaan-perusahaan negara yang didirikan pada tanggal 20 Mei 1960 oleh Suhardiman dari Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat (TNI-AD) untuk mengimbangi keberadaan Sentral Organisasi Buruh Seluruh Indonesia yang merupakan organisasi buruh sayap PKI. Organisasi paling pertama yang mencetuskan kata "karyawan", TNI-AD mendirikan SOKSI bersama Musyawarah Kekeluargaan Gotong Royong (MKGR) dan Koperasi Serba Guna Gotong Royong (KOSGORO) yang pada akhirnya bergabung menjadi “Sekber Golkar” (cikal bakal Partai Golkar).



.



Monday, May 12, 2025

Panembahan Notokusumo II atau Panembahan Moh. Saleh adalah raja kerajaan Sumenep (1854-1879)

Panembahan Notokusumo II atau Panembahan Moh. Saleh adalah raja kerajaan Sumenep (1854-1879)





Potret Panembahan Notokusumo II (duduk di kursi) beserta jajaran kerajaan dan penasehatnya sekitar tahun 1865.


Panembahan Notokusumo II atau Panembahan Moh. Saleh adalah raja kerajaan Sumenep  yang memerintah  pada tahun 1854-1879, yang merupakan putra dari raja sebelumnya yaitu Abdurrahman Pakunataningrat.



Saturday, May 10, 2025

Jadikan setiap tempat adalah sekolah, Jadikan setiap orang adalah guru (Ki Hadjar Dewantara)

Jadikan setiap tempat adalah sekolah,

Jadikan setiap orang adalah guru 

(Ki Hadjar Dewantara)






Dalam perspektif filsafat, pernyataan diatas mencerminkan pandangan bahwa pengetahuan tidak terbatas pada institusi formal, tetapi dapat ditemukan dalam setiap interaksi, pengalaman, dan refleksi yang kita jalani. Dunia ini adalah ruang pendidikan sejati, dan setiap individu adalah pemangku hikmah yang memiliki sesuatu untuk diajarkan.


Dari sudut pandang epistemologi, gagasan ini menunjukkan bahwa kebenaran dan pengetahuan tidak hanya berasal dari satu sumber otoritatif, seperti buku atau lembaga pendidikan. Sebaliknya, setiap pengalaman hidup memiliki nilai intrinsik sebagai "data mentah" yang dapat diolah menjadi pengetahuan. Misalnya, pelajaran moral dapat ditemukan dalam hubungan antar manusia, sedangkan kebijaksanaan praktis dapat diperoleh melalui pengamatan terhadap alam. Dalam pandangan ini, setiap tempat adalah ruang bagi proses belajar yang tak berkesudahan, dan makna dari tempat itu tergantung pada kemampuan individu untuk menafsirkan pengalaman.


Pernyataan ini juga mengandung implikasi etis. Dengan menganggap setiap orang sebagai guru, kita diajak untuk mengembangkan sikap rendah hati dan terbuka terhadap perspektif orang lain. Filsuf seperti Socrates menekankan pentingnya dialog dan belajar dari orang-orang di sekitar kita, terlepas dari status atau pengetahuan formal mereka. Setiap individu, melalui perjuangan hidupnya, memiliki narasi unik yang dapat memperkaya pemahaman kita tentang dunia. Ini juga menantang kita untuk melihat manusia lain sebagai sumber hikmah, bukan sebagai kompetitor atau objek.


Secara eksistensial, ungkapan ini mengingatkan bahwa pembelajaran adalah bagian dari hakikat keberadaan manusia. Dalam setiap langkah hidup, manusia terus-menerus mencari makna. Menjadikan setiap tempat sebagai sekolah dan setiap orang sebagai guru berarti menjalani hidup dengan kesadaran penuh (mindfulness) bahwa setiap momen memiliki potensi untuk mengajar sesuatu yang baru. Dengan demikian, hidup menjadi perjalanan yang penuh dengan peluang untuk bertumbuh dan memahami lebih dalam tentang diri sendiri, orang lain, dan alam semesta.



Jadikan setiap tempat adalah sekolah,

Jadikan setiap orang adalah guru 

(Ki Hadjar Dewantara)




Tuesday, May 6, 2025

Seorang terpelajar harus berbuat ADIL sejak dalam pikiran, apalagi dalam perbuatan (Pramoedya Ananta Toer)

Seorang terpelajar harus berbuat ADIL sejak dalam pikiran, apalagi dalam perbuatan 

(Pramoedya Ananta Toer)




Kutipan Pramoedya Ananta Toer ini dalam bukunya berjudul "Bumi Manusia" bukan sekadar nasihat, tapi pengingat yang tajam. 


Pramoedya Ananta Toer menekankan bahwa keadilan sejati bukan hanya soal tindakan, tapi dimulai dari cara kita "berpikir" — cara menilai orang lain, menyikapi perbedaan, hingga mengambil keputusan.


Namun, kenyataannya: tak sedikit orang berpendidikan tinggi yang justru menyimpan prasangka, berlaku diskriminatif, atau bahkan menindas yang lemah. 


Maka timbul pertanyaan: "apakah pendidikan otomatis membuat seseorang adil?


Apa makna "berbuat adil sejak dalam pikiran" menurutmu?


Pernahkah kamu mengalami atau menyaksikan ketidakadilan yang dilakukan oleh orang yang justru ‘terpelajar’?


Apa yang bisa kita lakukan agar pendidikan tidak hanya mencerdaskan otak, tapi juga menumbuhkan keadilan hati dan pikiran?


Seorang terpelajar harus berbuat ADIL sejak dalam pikiran, apalagi dalam perbuatan 

(Pramoedya Ananta Toer)