dan soluisinya
(Kepedulian Kasus di Zona Merah Gunung Kelud)
DISUSUN OLEH :
R. TRY P. NOEGROHO,S.SOS
DI PERUNTUKKAN :
UNTUK KALANGAN SENDIRI
UMUM (**)
#AYO Selamatkan Bumi Kita
#RAMAH Sumber Daya Alam
#SAVE Our Environment
#CHANGE KEDIRI For BHUMI-Kadhiri
KEDIRI - JATIM
2018
KEDIRI ICON
Simpang Lima Gumul
Ranu
/ Danau Kelud
DAFTAR ISI :
HALAMAN JUDUL
KEDIRI ICON
DAFTAR ISI
DAFTAR LAPIRAN
MOTTO
KATA PENGANTAR
PENDAHULUAN
SELAYANG PANDANG
A.
Pengertian pertambangan .
B.
DAMPAK.
1.
DAMPAK PERTAMBANGAN TERHADAP LINGKUNGAN.
a.
Cara
Pengelolaan Pembangunan Pertambangan.
b.
Kecelakaan
di Pertambangan.
c.
Penyehatan
Lingkungan Pertambangan, Pencemaran, dan Penyakit” yang Timbul.
d.
Pencapaian
tujuan penyehatan lingkungan.
e.
Penyediaan
Air Bersih Dan Sanitasi.
f.
Kerusakan
Lingkungan di Pertambangan.
1)
Pembukaan
Lahan Secara Luas.
2)
Menipisnya
Sumber Daya Alam Yang Tidak Bisa Diperbaharuhi.
3)
Masyarakat
Dipinggir Area Pertambangan Menjadi Terganggu.
4)
Pembuangan
Limbah Pertambangan Tidak Sesuai Tempatnya.
5)
Pencemaran
Udara.
6)
Industri.
7)
Keracunan
Bahan Logam/Metaloid pada Industrialisasi.
8)
Keracunan
Bahan Organis pada Industrialisasi.
9)
Perlindungan
Masyarakat Sekitar Perusahaan Industri.
10) Dampak Lingkungan Industri.
11) Pertumbuhan Ekonomi dan Lingkungan
Hidup Terhadap Pembangunan Industri.
2.
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan.
a) Tinjauan Tentang Aspek Integrasi dan Disintegrasi.
1)
Pengertian
Integrasi.
2)
Pengertian
Disintegrasi.
b) Tinjauan Aspek Hubungan Masyarakat dengan
Pemerintah.
1)
Masyarakat.
2)
Pemerintah.
3)
Pemerintah
Daerah.
c) Tinjauan Dari Segi Aspek Teori Sosial.
3.
ANALISA PERSEPEKTIF DOGMATIS.
Tafsir Ayat-ayat Al-Quran Tentang
Kelestarian Lingkungan Hidup.
C. Konflik
Pertambangan.
1.
Pengertian
Konflik.
2.
Konflik
Dalam Pertambangan.
D. Teori
Penyebab Konflik.
1.
Teori
Hubungan Masyarakat.
2.
Teori
Negoisasi Prinsip.
3.
Teori
Identitas.
4.
Teori
Kesalahpahaman.
5.
Teori
Transformasi Konflik.
6.
Teori
Kebutuhan Manusia.
E.
RESOLUSI KONFLIK.
1. Interaksi (inretaction).
2. Sumber-Sumber Konflik (source).
3. Pihak-Pihak yang Berkonflik (stakeholder).
F.
PROBLEMATIK KONFLIK
PERTAMBANGAN.
1.
Tahap
Penyelidikan Umum.
2.
Tahap
Eksplorasi.
3.
Tahap
Eksploitasi.
4.
Tahapan
Tutup Tambang.
G.
PEMETAAN KONFLIK.
1. Konflik Data.
2. Konflik Kepentingan.
3.
Konflik
hubungan antar manusia.
4.
Konflik
Nilai.
5.
Konflik
Struktural.
a. Salah Urus Pengelolaan Tambang.
b.
Pengingkaran
Hak Rakyat Atas Penguasaan Dan Pengelolaan Tanah.
c.
Daya
Rusak Sektor Tambang.
H.
MENAKAR KONFLIK PERTAMBANGAN.
1. Menakar Makna dan Akar Konflik.
2. Studi Kasus Perbandingan (comperative of case).
I.
ACUAN REFERENSI Penelitian.
J.
SOLUSI Menyelesaikan Konflik Pertambangan.
K.
RAWAN PRAKTEK KORUPSI.
L.
LANGKAH FINALTY.
M.
UPAYA PENGEMBALIAN.
N.
PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
KE KOMODITAS / AKTIVITAS EKONOMI YANG RAMAH LINGKUNGAN DAN BERMASA DEPAN.
O.
KOMPENSASI PT. ESPAS
(dan kroni-kroninya) TERHADAP ALAM.
1.
HUKUM.
2.
KOMPENSASI PT.
ESPAS dan kroninya, terhadap Sumber Daya Alam dan Ekosistem Lingkungan.
P.
KESIMPULAN.
Q.
DATA-DATA LAMPIRAN
PENDUKUNG
R.
PUSTAKA.
DAFTAR LAMPIRAN :
A. ISTILAH-ISTILAH
DANP ENGERTIAN DALAM PERTAMBANGAN.
B. DELIK
MATERIL TINDAK PIDANA LINGKUNGAN.
C. PETA KEDIRI.
There is no easy walk
to freedom anywhere, and many of us will have to pass through the valley of the
shadow of death. Again and again before we reach the mountain top of our
desires. (Nelson Mandela)
Tidak ada jalan mudah menuju kebebasan, dan banyak dari kita akan harus melewati
lembah gelap menyeramkan. Lagi dan lagi sebelum akhirnya kita meraih puncak
kebahagiaan.
Qaala Rasulullah Saw :
"Iyyaakum
Wazhzhanna Fa Innazhzhanna Akdzabul Hadiistsi Walaa Tahassasuu Walaa Tajassasuu
Walaa Tanaa Jasyuu Walaa Tahaasadul Walaa Tabaaghaduu Walaatadaabarruu Wakuunuu
Ibaadallaahi Ikhwaanan". (HR. Abu Daud dari Abdullah bin Maslamah).
Artinya :
Sabda Rasulullah Saw :
"Jauhilah olehmu purbasangka, sesungguhnya purbasangka itu pendusta
benar (sedusta-dusta pembicaraan). Dan janganlah kamu mendengar rahasia orang,
jangan mengintip aib orang, jangan tambah menambahi harga untuk menipu, jangan
saling mendengki, benci membenci dan jangan pula bermusuhan. Jadilah kamu hamba
Allah yang bersaudara". (HR. Abu Daud dari Abdullah bin Maslamah).
"Dadi wong iku kudu iso nguwongke wong sing hakikate wis dadi
wong"
(Menjadi manusia itu harus bisa memanusiakan manusia yang pada hakikatnya
sudah menjadi manusia)
#KH. R. Chaidar Muhaimin Affandi.
KATA
PENGANTAR
Dengan
memanjatkan segala puja dan puji kehadlirat Tuhan Yang Maha Esa.
Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber
daya alam. Hampir disetiap daerah atau Kabupaten/Kota terdapat kekayaan sumber
daya alam. Kekayaan tersebut mulai dari minyak bumi, batu bara, timah,
emas, pasir dan mineral lainnya. Semua kekayaan yang ada tersebut dikuasai
oleh negara untuk kesejahtaeraan rakyatnya. Semua itu sudah terkandung dalam
Pasal 33 UUD 1945. Dengan mengoptimalkan
sumber daya alam, baik yang ada didarat atau pun dilaut, hal itu akan
memungkinkan peningkatan ekonomi masyarakat untuk lebih baik lagi. Sebab,
dimata dunia memang sudah memandang bahwa Indonesia mempunyai kekayaan alam
yang sangat berpotensi untuk kemajuan dan peningkatan ekonomi.
Potensi pertambangan Galian
C terutama (sirtu) di Damarwulan Kecamatan Puncu disekitaran kaki lereng curah
dan laharan Gunung Kelud Kabupaten Kediri dan masuk di zona perkebunan PTPN XII
cukup besar, namun potensi tersebut dikelola secara srampangan serta membabi
buta dan tidak mengidahkan ramah lingkungan. Hasil dari pertambangan Galian C
tersebut diharapkan dapat menambah kehidupan ekonomi masyarakat sekitar
dilakukan secara manual diarea laharan Sungai Serinjing yang sebelumnya
berusaha di bidang perkebunan, peternakan, perikanan, irigasi, penghasil
listrik PLTA (small scupe) untuk lingkungan wilayah PTPNXII di Damarwulan
Kecamatan Puncu kabupaten Kediri dan sektor usaha lainnya. Teknologi yang
digunakan dalam mengelola potensi pertambangan Galian C di Damarwulan Kecamatan
Puncu kabupaten Kediri dirasakan sangat amat merusak lingkungan karena
pengelolaan explorasi / exploitasi pertambangan Galian C yang besar-besaran dan
membabi buta yang didukung oleh para kapitalis murka (pokoke bathi /yang
penting untung) dan didukung oleh para penguasa yang murka (Bethorokolo) tanpa
mengindahkan amanah negara, bangsa serta rakyat dalam hal ini rakyat ditipu
para investor yang bekerjasama dengan penguasa untuk merusak Sumber Daya Alam
yang tidak dapat diperbaharui (unresoneble) dan memusnahkan ekosistem habitat
lingkungan juga mutual siklus ekosistem, dengan mengunakan alat-alat berat
dengan tidak memikirkan kelestarian alam, dan alam lingkungan. Untuk mengatasi
permasalahan tersebut, Pemerintah Propinsi Jawa Timur dalam hal ini yang melegalisasi
semua perijinan sesuai UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN
2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA yang berkaitan
dengan memberikan peluang kepada para
investor (penambang) untuk melakukan usaha pertambangan Galian C yang berada di
Damarwulan Kecamatan Puncu wilayah perkebunan PTPN XII kabupaten Kediri.
Perijinan yang dikeluarkan tersebut diharapkan akan dapat membantu meningkatkan
pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat di wilayah tersebut dan ramah
lingkungan (normalisasi laharan di Sungai Sarinjing) dengan memperhatikan
kelestarian alam, ekosistem lingkungan dizona tersebut yang telah di wariskan
oleh pemerintah Hindia Belanda yang notabene sebagai pilot project rancangan
untuk tata ruang dan lingkungan industri (RUTL/I) pada era itu dan sampai
sekarang dengan master plant dan rule model industri perkebunan tersebut masih
relevan dengan jaman sekarang. Namun
pada pelaksanaannya justru menimbulkan konflik antara investor (penambang PT. ESPAS) dengan masyarakat lokal yang hidup di
penambangan Galian C di lereng, kaki Gunung Kelud tersebut terutama di
Damarwulan kecamatan Puncu wilayah perkebunan PTPN XII kabupaten Kediri. Adanya
keresahan masyarakat dan PTPN XII disebabkan oleh karena tidaknya ada ganti
rugi, mata pencarian penduduk lokal yang hilang sebagai pekerja perkebunan dan
yang disewakan oleh PTPN XII untuk masyarakat yang dalam sumbernya informasi dari
pihak staff ADM perkebunan PTPN XII
seluas 300 HA untuk digarapkan kepada masyarakat sekitar sebagai rasa ikut
partisipasi dalam mengangkat kehidupan ekonomi karena penduduknya disekitar
Damarwulan tidak banyak maka masing KK mendapat kurang lebih 1HA setiap KK.
Terjadinya pencemaran, kerusakan
Sumber Daya Alam dan ekosistem lingkungan hidup (biota hidup). Konflik yang
muncul antara investor dengan masyarakat lokal perlu dimediasi (dalam hal ini
Gerakan Masyarakat Perangi Korupsi / GMPK) lembaga yang independent mengawal
serta pendampingan untuk menyelesaikan konflik antara investor, masyarakat
lokal, PTPN XII dan pemerintah daerah. Resolusi konflik pertambangan Galian C
di Damarwulan Kecamatan Puncu kabupaten Kediri menemui beberapa kendala antara
lain tidak temukannya titik terang penyelesaian konflik antara investor dengan
masyarakat lokal, PTPN XII hal ini diindikasikan dengan adanya penambang / PT.ESPAS,
melakukan explorasi/exploitasi yang ngawur dan membabi buta unjuk manajemen
power, mengadu domba dan cara lain untuk melanggengkan penambangannya untuk memuaskan
profit (koyok merah/recehan pundi-pundi rupiah) tanpa mengindahkan SDA serta
ekosistem lingkungan. Meskipun langkah-langkah penyelesaian konflik telah
dilakukan dengan melibatkan pihak Pemerintah Daerah kabupaten Kediri, DPRD
kabupaten Kediri, Kepolisian, TNI, Departemen Kementrian dan Lembaga negara
Republik Indonesia yang terkait . Berdasarkan uraian pada tinjauan teori di
atas, maka dapat disusun kerangka pemikiran sebagai berikut:
Ø Kerangka
Pikir Penelitian.
Ø Sumber
data dan referensi diolah peneliti secara literatur dan lapangan.
Ø Konflik
Penambangan.
Ø Menimbulkan
keresahan dan kegaduhan :
v Tidak
ada ganti rugi (lost value of money).
v Mata
pencarian yang hilang (perkebunan dan peternakan).
v Perusakan
SDA dan ekosistem lingkungan.
v Penambangan
Galian C oleh PT. ESPAS di Damarwulan Kecamatan Puncu disekitaran kaki lereng
curah dan laharan Gunung Kelud Kabupaten Kediri show of force untuk
mempertahankan bisnis pertambangannya sehingga masalah konflik terus
berkepanjangan hingga detik ini (konflik horizontal).
(Penyusun)
Kediri / Januari
2018
PENDAHULUAN
SELAYANG PANDANG
A.
Pengertian pertambangan
Pertambangan
secara umum adalah merupakan suatu
kegiatan dan aktivitas yang berlangsung dengan memakai methode dan cara
teknologi, dan bisnis yang berkaitan dengan industri pertambangan mulai dari
prospeksi, eksplorasi, evaluasi, penambangan, pengolahan, pemurnian,
pengangkutan, sampai pemasaran. Pertambangan juga rangkaian kegiatan dalam
rangka upaya pencarian, penambangan (penggalian), pengolahan, pemanfaatan dan
penjualan bahan galian (mineral, batubara, panas bumi, migas). Pertambangan
adalah salah satu jenis kegiatan yang melakukan ekstraksi mineral dan bahan
tambang lainnya dari dalam bumi. Penambangan adalah proses pengambilan material
yang dapat diekstraksi dari dalam bumi. Tambang adalah tempat terjadinya
kegiatan penambangan.
Pertambangan menurut HAVID AMRAN'S yaitu :
Pertambangan adalah
rangkaian kegiatan dalam rangka upaya pencarian, penambangan (penggalian),
pengolahan, pemanfaatan dan penjualan bahan galian (mineral, batubara, panas
bumi, migas) .
Pengertian
Pertambangan Sesuai UU Minerba No.4 Tahun 2009, Pasal 1, Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan
Pertambangan adalah
sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam rangka penelitian, pengelolaan dan
pengusahaan mineral atau batubara yang meliputi penyelidikan umum, eksplorasi,
studi kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian,
pengangkutan dan penjualan, serta kegiatan pascatambang.
Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan
negara yang kaya akan sumber daya alam. Hampir disetiap daerah atau
Kabupaten/Kota terdapat kekayaan sumber daya alam. Kekayaan tersebut mulai
dari minyak bumi, batu bara, timah, emas, pasir dan mineral lainnya. Semua
kekayaan yang ada tersebut dikuasai oleh negara untuk kesejahtaeraan rakyatnya.
Semua itu sudah terkandung dalam Pasal 33 UUD 1945. Dengan mengoptimalkan sumber daya alam, baik yang ada
didarat atau pun dilaut, hal itu akan memungkinkan peningkatan ekonomi
masyarakat untuk lebih baik lagi. Sebab, dimata dunia memang sudah memandang
bahwa Indonesia mempunyai kekayaan alam yang sangat berpotensi untuk kemajuan
dan peningkatan ekonomi.
Seiring dengan
meningkatnya pertambahan jumlah penduduk maka meningkat pula kebutuhan manusia
terhadap kegiatan sehari hari seperti kebutuhan sandang, pangan, papan, air bersih dan energi. Banyaknya peningkatan
kebutuhan manusia tersebut maka mengakibatkan eksploitasi terhadap sumber daya
alam semakin tinggi dan cenderung mengabaikan aspek-aspek lingkungan hidup.
Pertambahan jumlah penduduk dengan segala konsekuensinya akan memerlukan lahan
yang luas untuk melakukan aktivitas dan memanfaatkan sumber daya alam untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya. Eksploitasi sumber daya alam yang berlebihan akan
berdampak pada penurunan kelestarian sumber daya alam dan fungsi lingkungan.
Salah satu bentuk eksploitasi sumberdaya alam adalah kegiatan penambangan. Kegiatan
penambangan banyak terjadi di wilayah Indonesia, salah satunya di Kabupaten Kediri.
Dan seiring meningkatnya pembangunan di era
sekarang maka kebutuhan akan pasir atau sirtu ikut meningkat. Sehingga
penambangan terhadap pasir baik yang sifatnya legal atau illegal juga terus
meningkat.
UUD 1945 Pasal 33 ayat (3) menyebutkan : “Bumi
air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan
dipergunakan untuk sebesar besarnnya kemakmuran rakyat”. Dikuasai oleh
Negara memaknai Hak Pengusaan Negara atas asset kekayaan alam. Digunakan untuk
sebesar besarnya kemakmuran rakyat dimaknai Hak kepemilikan yang sah atas
kekayaan alam adalah rakyat Indonesia. Kedua makna itu merupakan kesatuan. Hak
penguasaan Negara merupakan instrument sedangkan “sebesar besarnya kemakmuran
rakyat” adalah tujuan akhir pengelolaan kekayaan alam.
Undang-Undang Dasar 1945
Pasal 33 ayat (3) menegaskan bahwa bumi, dan air, dan kekayaan alam yang
terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar
kemakmuran rakyat. Mengingat mineral dan batubara sebagai kekayaan alam yang
terkandung di dalam bumi merupakan sumber daya alam yang tak terbarukan,
pengelolaannya perlu dilakukan seoptimal mungkin, efisien, transparan,
berkelanjutan dan berwawasan lingkungan, serta berkeadilan agar memperoleh
manfaat sebesar-besar bagi kemakmuran rakyat secara berkelanjutan.
Dalam Pertambangan di
Indonesia menurut UU No.11 Tahun 1967, bahan tambang tergolong menjadi 3 jenis,
yakni Golongan A (yang disebut sebagai bahan strategis), Golongan B (bahan
vital), dan Golongan C (bahan tidak strategis dan tidak vital).
Peraturan Pemerintah Nomor
27 Tahun 1980 menjelaskan secara rinci bahan-bahan galian apa saja yang
termasuk dalam gologan A, B dan C.
Ø Bahan Golongan A merupakan barang yang penting bagi
pertahanan, keamanan, dan strategis untuk menjamin perekonomian negara dan
sebagian besar hanya diizinkan untuk dimiliki oleh pihak pemerintah, contohnya
minyak, uranium dan plutonium. Sementara,
Ø Bahan Golongan B dapat menjamin hidup orang banyak,
contohnya emas, perak, besi dan tembaga.
Ø Bahan Golongan C adalah bahan yang tidak dianggap
langsung mempengaruhi hayat hidup orang banyak, contohnya garam, pasir, marmer,
batu kapur, tanah liat, dan asbes.
Guna memenuhi ketentuan
Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 tersebut, telah diterbitkan UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4
TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA tentang
Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan. Undang-undang tersebut selama lebih
kurang empat dasawarsa sejak diberlakukannya telah dapat memberikan sumbangan
yang penting bagi pembangunan nasional. Dalam perkembangan lebih lanjut,
undang-undang tersebut yang materi muatannya bersifat sentralistik sudah tidak
sesuai dengan perkembangan situasi sekarang dan tantangan di masa depan. Di
samping itu, pembangunan pertambangan harus menyesuaikan diri dengan perubahan
lingkungan strategis, baik bersifat nasional maupun internasional. Tantangan
utama yang dihadapi oleh pertambangan mineral dan batubara adalah pengaruh
globalisasi yang mendorong demokratisasi, otonomi daerah, hak asasi manusia,
lingkungan hidup, perkembangan teknologi dan informasi, hak atas kekayaan
intelektual serta tuntutan peningkatan peran swasta dan masyarakat.
Untuk menghadapi tantangan
lingkungan strategis dan menjawab sejumlah permasalahan tersebut, perlu disusun
peraturan perundang-undangan baru di bidang pertambangan mineral dan batubara
yang dapat memberikan landasan hukum bagi langkah-langkah pembaruan dan
penataan kembali kegiatan pengelolaan dan pengusahaan pertambangan
mineral dan batubara.
Undang-Undang
ini mengandung pokok-pokok pikiran sebagai berikut:
Ø Mineral dan batubara sebagai sumber daya yang tak
terbarukan dikuasai oleh negara dan pengembangan serta pendayagunaannya
dilaksanakan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah bersama dengan pelaku usaha.
Ø Pemerintah selanjutnya memberikan kesempatan kepada
badan usaha yang berbadan hukum Indonesia, koperasi, perseorangan, maupun
masyarakat setempat untuk melakukan pengusahaan mineral dan batubara
berdasarkan izin, yang sejalan dengan otonomi daerah, diberikan oleh Pemerintah
dan/atau pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya masing-masing.
Ø Dalam rangka penyelenggaraan desentralisasi dan
otonomi daerah, pengelolaan pertambangan mineral dan batubara dilaksanakan
berdasarkan prinsip eksternalitas, akuntabilitas, dan efisiensi yang melibatkan
Pemerintah dan pemerintah daerah.
Ø Usaha pertambangan harus memberi manfaat ekonomi dan
sosial yang sebesar-besar bagi kesejahteraan rakyat Indonesia.
Ø Usaha pertambangan harus dapat mempercepat
pengembangan wilayah dan mendorong kegiatan ekonomi masyarakat/pengusaha kecil
dan menengah serta mendorong tumbuhnya industri penunjang pertambangan.
Ø Dalam rangka terciptanya pembangunan berkelanjutan,
kegiatan usaha pertambangan harus dilaksanakan dengan memperhatikan prinsip
lingkungan hidup, transparansi, dan partisipasi masyarakat.
B.
DAMPAK
1.
DAMPAK PERTAMBANGAN TERHADAP LINGKUNGAN.
Kegiatan penambangan akan menimbulkan
dampak terhadap lingkungan sekitarnya adalah kegiatan penggalian atau
pengerukan atau penambangan, pengangkutan dan reklamasi lahan bekas
penambangan adalah sebagai berikut: Pengerukan atau penambangan, akibat
pengerukan atau penambangan adalah terbentuknya cekungan-cekungan bekas
penambangan. Dengan cara menerapkan tata cara penambangan yang baik dan benar
serta mempertimbangkan aspek lingkungan tidak akan menimbulkan dampak
negatif. Kualitas udara, dampak terhadap kualitas udara adalah peningkatan
konsentrasi debu (partikulat) akibat aktivitas pengerukan atau penambangan dan
pengangkutan, terutama berlangsung pada musim kemarau. Kuantitatif dampak
relative kecil, hanya di sekitar Lokasi penggalian dan jalur transportasi yang
dilalui dan berlangsung hanya untuk sementara waktu selama
oprasi. Kualitas air, dampak terhadap kualitas air adalah perubahan sifat
fisik, kimia serta biologi perairan. Perubahan tata guna lahan, dampak
bersifat lokal dalam skala kecil dan bersifat sementara. Kebisingan, ditimbulkan
oleh suara mesin alat berat (backhoe and
truck hercules) yang menunjang aktifitas
pengerukan/penambangan. Pengangkutan, beberapa komponen lingkungan yang
diperkirakan akan terkena dampak dari kegiatan ini adalah ketenagakerjaan dan
pendapatan. Kegiatan ini berdampak positif bagi penduduk di sekitar Lokasi
kegiatan, kerena dapat membuka kesempatan kerja, memacu pertumbuhan sekitar
sektor ekonomi masyarakat. Permasalahan Lingkungan Dalam
Pembangunan Pertambangan Energi. Menurut jenis yang dihasilkan di Indonesia terdapat
antara lain pertambangan minyak dan gas bumi ; logam – logam mineral antara
lain seperti timah putih, emas, nikel, tembaga, mangan, air raksa, besi,
belerang, dan lain-lain dan bahan – bahan organik seperti batubara, batu-batu
berharga seperti intan, dan lain- lain.
Pembangunan dan pengelolaan pertambangan
perlu diserasikan dengan bidang energi dan bahan bakar serta dengan pengolahan
wilayah, disertai dengan peningkatan pengawasan yang menyeluruh. Pengembangan
dan pemanfaatan energi perlu secara bijaksana baik itu untuk keperluan ekspor
maupun penggunaan sendiri di dalam negeri serta kemampuan penyediaan energi
secara strategis dalam jangka panjang. Sebab minyak bumi sumber utama pemakaian
energi yang penggunaannya terus meningkat, sedangkan jumlah persediaannya
terbatas. Karena itu perlu adanya pengembangan sumber-sumber energi lainnya
seperti batu bara, tenaga air, tenaga air, tenaga panas bumi, tenaga matahari,
tenaga nuklir, dan sebagainya.
Pencemaran lingkungan sebagai akibat
pengelolaan pertambangan umumnya disebabkan oleh faktor kimia, faktor fisik,
faktor biologis. Pencemaran lingkungan ini biasanya lebih daripada diluar
pertambangan. Keadaan tanah, air dan udara setempat di tambang mempunyai
pengarhu yang timbal balik dengan lingkunganya. Sebagai contoh misalnya
pencemaran lingkungan oleh CO sangat dipengaruhi oleh keaneka ragaman udara,
pencemaran oleh tekanan panas tergantung keadaan suhu, kelembaban dan aliran
udara setempat. Suatu pertambangan yang lokasinya jauh dari masyarakat atau
daerah industri bila dilihat dari sudut pencemaran lingkungan lebih
menguntungkan daripada bila berada dekat dengan permukiman masyarakat umum atau
daerah industri. Selain itu jenis suatu tambang juga menentukan jenis dan
bahaya yang bisa timbul pada lingkungan. Akibat pencemaran pertambangan batu
bara akan berbeda dengan pencemaran pertambangan mangan atau pertambangan gas
dan minyak bumi. Keracunan mangan akibat menghirup debu mangan akan menimbulkan
gejala sukar tidur, nyeri dan kejang – kejang otot, ada gerakan tubuh diluar
kesadaran, kadang-kadang ada gangguan bicara dan impotensi. Melihat ruang
lingkup pembangunan pertambangan yang sangat luas, yaitu mulai dari pemetaan,
eksplorasi, eksploitasi sumber energi dan mineral serta penelitian deposit bahan
galian, pengolahan hasil tambang dan mungkin sampai penggunaan bahan tambang
yang mengakibatkan gangguan pad lingkungan, maka perlu adanya prioritas
perhatian dan pengendalian terhadap bahaya pencemaran lingkungan dan perubahan
keseimbangan ekosistem, agar sektor yang sangat vital untuk pembangunan ini
dapat dipertahankan kelestariannya.
Dalam pertambangan dan pengolahan minyak
bumi misalnya mulai eksplorasi,eksploitasi, produksi, pemurnian, pengolahan,
pengangkutan, serta kemudian menjualnyatidak lepas dari bahaya seperti bahaya
kebakaran, pengotoran terhadap lingkungan oleh bahan-bahan minyak yang
mengakibatkan kerusakan flora dan fauna, pencemaran akibat penggunaan
bahan-bahan kimia dan keluarnya gas-gas/ uap-uap ke udara pada proses pemurnian
dan pengolahan.
Dalam rangka menghindari terjadinya
kecelakaan pencemaran lingkungan dan gangguan keseimbangan ekosistem baik itu
berada di lingkungan pertambangan ataupun berada diluar lingkungan
pertambangan, maka perlu adanya pengawasan lingkungan terhadap :
a)
Cara
Pengelolaan Pembangunan Pertambangan.
Sumber daya bumi di bidang pertambangan
harus dikembangkan semaksimal mungkin untuk tercapainya pembangunan. Dan untuk
ini perlu adanya survey dan evaluasi yang terintegrasi dari para alhi agar
menimbulkan keuntungan yang besar dengan sedikit kerugian baik secara ekonomi
maupun secara ekologis. Penggunaan ekologis dalam pembangunan pertambangan
sangat perlu dalam rangka meningkatkan mutu hasil pertambangan dan untuk
memperhitungkan sebelumnya pengaruh aktivitas pembangunan pertambangan pada
sumber daya dan proses alam lingkungan yang lebih luas. Segala pengaruh
sekunder pada ekosistem baik local maupun secara lebih luas perlu
dipertimbangkan dalam proses perencanaan pembangunan pertambangan, dan
sedapatnya evaluasi sehingga segala kerusakan akibat pembangunan pertambangan
ini dapat dihindari atau dikurangi, sebab melindungi ekosistem lebih mudah
daripada memperbaikinya. Dalam pemanfaatan
sumber daya pertambangan yang dapat diganti perencanaan, pengolahan dan
penggunaanya harus hati-hati se-effisien
mungkin. Harus tetap diingat bahwa generasi mendatang harus tetap dapat
menikmati hasil pembangunan pertambangan ini.
b)
Kecelakaan
di Pertambangan
Usaha pertambangan adalah suatu usaha
yang penuh dengan bahaya. Kecelakaan-kecelakaan yang sering terjadi, terutama
pada tambang-tambang yang lokasinya jauh dari tanah. Kecelakaan baik itu jatuh,
tertimpa benda-benda, ledakan-ledakan maupun akibat pencemaran atau keracunan
oleh bahan tambang. Oleh karena itu tindakan – tindakan penyelamatan sangatlah
diperlukan, misalnya memakai pakaian pelindung saat bekerja dalam pertambangan
seperti topi pelindung, but, baju kerja, dan lain – lain. Contoh sederhana
karena kecelakaan kerja adalah terjadinya lumpur lapindo yang terdapat di
Porong, sidoarjo. Tragedi semburan lumpur lapindo yang terjadi beberapa tahun
silam, setidaknya menjadi bukti adanya kelalaian pekerja tambang minyak yang
lupa menutup bekas lubang untuk mengambil minyak bumi. Semburan di Porong,
sidoarjo bukan fenomena baru di kawasan Jawa Timur. Fenomena yang sama terjadi
di Mojokerto, Surabaya, Gunung Anyar, Rungkut, Purwodadi, jawa Tengah serta
kota-kota yang notabene banyak bermunculnya industri pertambangan juga
pabrik-pabrik perindustrian . Bila melihat empat lokasi tersebut, Porong
ternyata berada pada jalur gunung api purba. Gunung api ini mati jutaan tahun
yang lalu dan tertimbun lapisan batuan dengan kedalaman beberapa kilometer
dibawah permukaan tanah saat ini. Tinjauan aspek geologi dan penelitian sempel
material lumpur di laboratorium yang dilakukan Tim Ahli Ikatan Ahli Geologi
Indonesia (IAGI) sejak juni hingga pertengahan juli menunjukkan, material yang
dikeluarkan ke permukaan bumi memang berasal dari produk gunung berap purba.
c)
Penyehatan
Lingkungan Pertambangan, Pencemaran, dan Penyakit” yang Timbul.
Program Lingkungan Sehat bertujuan untuk
mewujudkan mutu lingkungan hidup yang lebih sehat melalui pengembangan system
kesehatan kewilayahan untuk
menggerakkan pembangunan lintas
sektor berwawasan kesehatan
Adapun kegiatan pokok untuk mencapai
tujuan tersebut meliputi:
1). Penyediaan Sarana
Air Bersih dan Sanitasi Dasar.
2). Pemeliharaan dan
Pengawasan Kualitas Lingkungan.
3). Pengendalian dampak
risiko lingkungan.
4). Pengembangan
wilayah sehat.
d) Pencapaian tujuan penyehatan
lingkungan merupakan akumulasi berbagai pelaksanaan kegiatan
dari berbagai lintas sektor, peran swasta dan masyarakat dimana pengelolaan
kesehatan lingkungan merupakan penanganan yang paling kompleks, kegiatan
tersebut sangat berkaitan antara satu dengan yang lainnya yaitu dari hulu berbagai
lintas sector ikut serta berperan (Perindustrian, KLH, Pertanian, PU dll) baik
kebijakan dan pembangunan fisik dan Departemen Kesehatan sendiri terfokus
kepada hilirnya yaitu pengelolaan dampak kesehatan.
e) Penyediaan Air Bersih Dan Sanitasi.
Adanya perubahan paradigma dikade ini didalam pembangunan sektor air minum dan
penyehatan lingkungan dalam penggunaan prasarana dan sarana yang dibangun,
melalui kebijakan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan yang ditandatangani oleh
Bappenas, Departemen Kesehatan, Departemen Dalam Negeri serta Departemen
Pekerjaan Umum sangat cukup signifikan terhadap penyelenggaraan kegiatan
penyediaan air bersih dan sanitasi khususnya di daerah. Strategi pelaksanaan
yang diantaranya meliputi penerapan pendekatan tanggap kebutuhan, peningkatan
sumber daya manusia, kampanye kesadaran masyarakat, upaya peningkatan
penyehatan lingkungan, pengembangan kelembagaan dan penguatan sistem monitoring
serta evaluasi pada semua tingkatan proses pelaksanaan menjadi acuan pola
pendekatan kegiatan penyediaan Air Bersih dan Sanitasi. Direktorat Penyehatan
Lingkungan sendiri guna pencapaian akses air bersih dan sanitasi diperkuat oleh
tiga Subdit Penyehatan Air Bersih, Pengendalian Dampak Limbah, Serta Penyehatan
Sanitasi Makanan dan Bahan Pangan juga didukung oleh kegiatan dimana Pemerintah
Indonesia bekerjasama dengan donor agency internasional, seperti : ADB, KFW
German, WHO, UNICEF, dan World Bank yang diimplementasikan melalui kegiatan
CWSH, WASC, Pro-Air, WHO, WSLIC-2 dengan kegiatan yang dilaksanakan adalah
pembinaan dan pengendalian sarana dan prasarana dasar pedesaan masyarakt miskin
bidang kesehatan dengan tujuan meningkatkan status kesehatan, produktifitas,
dan kualitas hidup masyarakat yang berpenghasilan rendah di pedesaan khususnya
dalam pemenuhan penyediaan air bersih dan sanitasi. Menurut pengamatan dan
realita industri pertambangan memang
sangat berperan penting bagi jaman sekarang. Soalnya smua kehidupan di bumi ini
menggunakan bahan-bahan yang ada di pertambangan. Contohnya :
1)
Biji besi
digunakan sebagai bahan
dasar membuat alat-alat
rumah tangga, mobil, motor, dll.
2)
Alumunium digunakan sebagai bahan
dasar membuat pesawat.
3)
Emas digunakan untuk membuat
kalung, anting, cincin.
4)
Tembaga digunakan sebagai bahan
dasar membuat kabel
5)
Dan masih
banyak lagi seperti
perak, baja, nikel,
batu bara,timah, pasir kaca, dll.
f)
Kerusakan
Lingkungan di Pertambangan.
Seperti yang dikatakan bahwa dimana ada
suatu aktivitas pasti disitu ada kerusakan lingkungan. Dan kerusakan lingkungan
di pertambangan adalah :
1)
Pembukaan
Lahan Secara Luas.
Dalam masalah ini biasanya investor
membuka lahan besar-besaran,ini menimbulkan pembabatan hutan di area tersebut.
Di takutkan apabila area ini terjadi longsor banyak memakan korban jiwa.
2)
Menipisnya
SDA Yang Tidak Bisa Diperbaharuhi.
Hasil petambangan merupakan Sumber Daya
yang Tidak Dapat diperbarui lagi. Ini menjadi kendala untuk masa-masa yang akan
datang. Dan bagi generasi penerus atau anak cucu kita.
3)
Masyarakat
Dipinggir Area Pertambangan Menjadi Terganggu.
Biasanya pertambangan membutuhkan alat-alat besar yang dapat memecahkan
telinga. Dan biasanya kendaraan berlalu-lalang melewati jalanan warga. Dan
terkadang warga danmasyarakat menjadi kesal.
4)
Pembuangan
Limbah Pertambangan Tidak Sesuai Tempatnya.
Dari
sepenggetahuan saya bahwa ke banyakan pertambangan banyak membuang limbahnya
tidak sesuai tempatnya. Biasanya mereka membuangnya di kali,sungai,ataupun
laut. Limbah tersebut tak jarang dari sedikit tempat pertambangan belum di filter.
Hal ini mengakibatkan rusaknya di sector perairan.
5)
Pencemaran
Udara.
Di saat pertambangan memerlukan api
untuk meleburkan bahan mentah,biasanya penambang tidak memperhatikan asap yang
di buang ke udara. Hal ini mengakibatkan rusaknya ozon. Sejauh mana Kita
mengetahui tentang cara pengelolaan pembangunan Pertambangan ?. Dari petinjauan
saya,bahwa pengelolaan pembangunan pertambangan membutuhkan dana dari
investor,tenaga kerja yang terlatih, alat-alat pertambangan, dan area
pertambangan. Dari survey saya, pertambangan di Indonesia ada dua jenis, yang
pertama lewat jalan illegal,yang kedua non-ileggal. Biasanya yang membedakan illegal dan non-illegal adalah hak
pertambangan meliputi pajak negara. Penanaman modal untuk pertambangan
terhitung milyaran ataupun trilyunan. Sedangkan area pertambangan di Indonesia
tersebar dimana-mana. Investor-investor yang menanamkan modalnya biasanya takut
bangkrut,dikarenakan rupiah sangat kecil nilainya. Dari pengalaman yang
terjadi, di area pertambangan biasanya tertimbun dalam area tersebut. Ini
biasanya dikarenakan gempa atau retaknya lapisan tanah. Adapun kecelakaan
dikarenakan lalai atau ceroboh disaaat bekerja. Hal ini sering terjadi di area
pertambangan,dan tak ada satu orang pun yang tewas karena hal seperti itu. Biasanya
dapat dilihat bahwa dari sisi keamanan belum terjamin keselamatannya. Hal ini
menjadi bertambahnya angka kematian di area pertambangan. Memang jelas berbeda
dari pertambangan yang terdapat di negara meju. Negara mereka menggunakan
alat-alat yang lebih canggih lagi dari pada negara kita. Dan tingkat
keselamatan jauh lebih aman dari pada di negara ini.
6)
Industri.
Permasalahan Lingkungan Dalam
Pembangunan Industri Lingkungan merupakan suatu topik yang tidak akan pernah
mati untuk dibahas. Lingkungan adalah kombinasi antara kondisi fisik yang
mencakup keadaan sumber daya alam seperti tanah, air, energi surya, mineral,
serta flora dan fauna yang tumbuh di atas tanah maupun di dalam lautan, dengan
kelembagaan yang meliputi ciptaan manusia seperti keputusan bagaimana
menggunakan lingkungan fisik tersebut. Lingkungan terdiri dari komponen abiotik
dan biotik. Komponen abiotik adalah segala yang tidak bernyawa seperti tanah,
udara, air, iklim, kelembaban, cahaya, bunyi. Sedangkan komponen biotik adalah
segala sesuatu yang bernyawa seperti tumbuhan, hewan, manusia dan
mikro-organisme (virus dan bakteri). Kita sebagai salah satu makhluk hidup di
dunia tidak akan bisa terpisah dari lingkungan. Lingkungan ini banyak di
manfaatkan oleh seluruh makhluk hidup, salah satunya oleh manusia lingkungan di
jadikan kerabat untuk melakukan kegiatan pembangunan industri. Namun di balik semua kegiatan
pembangunan industri terdapat banyak masalah yang harus di tindak lanjuti.
Misalnya saja pencemaran lingkungan sebagai dampak dari proses pertambangan
umumnya disebabkan oleh bahan yang dapat berupa faktor kimia, fisika dan
biologi. Pencemaran ini biasanya terjadi di dalam dan di luar pertambangan yang
dapat berbeda antara satu jenis pertambangan
dengan jenis pertambangan lainnya. Contoh Pertambangan minyak bumi yang
mempunyai aktivitas mulai dari eksplorasi, produksi, pemurnian, pengolahan,
penganngkutan, dan penjualan tidak lepas dari berbagai bahaya.
7)
Keracunan
Bahan Logam/Metaloid pada Industrialisasi.
Manusia bukan hanya menderita sakit
karena menghirup udara yang tercemar, tetapi juga akibat mengasup makanan yang
tercemar logam berat. Sumbernya sayur-sayuran dan buah-buahan yang ditanam di
lingkungan yang tercemar atau daging dari ternak yang makan rumput yang sudah
mengandung logam berat yang sangat berbahaya bagi kesehatan manusia. Akhir-akhir
ini kasus keracunan logam berat yang berasal dari bahan pangan semakin
meningkat jumlahnya. Pencemaran logam berat terhadap alam lingkungan merupakan
suatu proses yang erat hubungannya dengan penggunaan bahan tersebut oleh
manusia. Pencemaran lingkungan oleh logam berat dapat terjadi jika industri
yang menggunakan logam tersebut tidak memperhatikan keselamatan lingkungan,
terutama saat membuang limbahnya. Logam-logam tertentu dalam konsentrasi tinggi
akan sangat berbahaya bila ditemukan di dalam lingkungan (air, tanah, dan
udara). Sumber utama kontaminan logam berat sesungguhnya berasal dari udara dan
air yang mencemari tanah. Selanjutnya semua tanaman yang tumbuh di atas tanah
yang telah tercemar akan mengakumulasikan logam-logam tersebut pada semua
bagian (akar, batang, daun dan buah). Ternak akan memanen logam-logam berat
yang ada pada tanaman dan menumpuknya pada bagian-bagian dagingnya. Selanjutnya
manusia yang termasuk ke dalam kelompok omnivora (pemakan segalanya), akan
tercemar logam tersebut dari empat sumber utama, yaitu udara yang dihirup saat
bernapas, air minum, tanaman (sayuran dan buah-buahan), serta ternak (berupa
daging, telur, dan susu). Sesungguhnya, istilah logam berat hanya ditujukan
kepada logam yang mempunyai berat jenis lebih besar dari 5 g/cm3. Namun, pada
kenyataannya, unsur-unsur metaloid yang mempunyai sifat berbahaya juga
dimasukkan ke dalam kelompok tersebut. Dengan demikian, yang termasuk ke dalam
kriteria logam berat saat ini mencapai lebih kurang 40 jenis unsur. Beberapa contoh logam berat yang beracun
bagi manusia adalah: arsen (As), kadmium (Cd), tembaga (Cu), timbal (Pb),
merkuri (Hg), nikel (Ni), dan seng (Zn).
Ø Arsen
Arsen (As) atau sering disebut arsenik
adalah suatu zat kimia yang ditemukan sekitar abad-13. Sebagian besar arsen di
alam merupakan bentuk senyawa dasar yang berupa substansi inorganik. Arsen
inorganik dapat larut dalam air atau berbentuk gas dan terpapar pada manusia.
Menurut National Institute for Occupational Safety and Health (1975), arsen
inorganik bertanggung jawab terhadap berbagai gangguan kesehatan kronis,
terutama kanker. Arsen juga dapat merusak ginjal dan bersifat racun yang sangat
kuat.
Ø Merkuri
Merkuri (Hg) atau air raksa adalah logam
yang ada secara alami, merupakan satu-satunya logam yang pada suhu kamar
berwujud cair. Logam murninya berwarna keperakan, cairan tak berbau, dan
mengkilap. Bila dipanaskan sampai suhu 3570C, Hg akan menguap. Selain untuk
kegiatan penambangan emas, logam Hg juga digunakan dalam produksi gas klor dan
soda kaustik, termometer, bahan tambal gigi, dan baterai.
Walaupun Hg hanya terdapat dalam
konsentrasi 0,08 mg/kg kerak bumi, logam ini banyak tertimbun di daerah
penambangan. Hg lebih banyak digunakan dalam bentuk logam murni dan organik
daripada bentuk anorganik. Logam Hg dapat berada pada berbagai senyawa. Bila
bergabung dengan klor, belerang, atau oksigen, Hg akan membentuk garam yang
biasanya berwujud padatan putih. Garam Hg sering digunakan dalam krim pemutih
dan krim antiseptik.
Ø Timbal
Logam timbal (Pb) merupakan logam yang
sangat populer dan banyak dikenal oleh masyarakat awam. Hal ini disebabkan oleh
banyaknya Pb yang digunakan di industri nonpangan dan paling banyak menimbulkan
keracunan pada makhluk hidup. Pb adalah sejenis logam yang lunak dan berwarna
cokelat kehitaman, serta mudah dimurnikan dari pertambangan. Dalam
pertambangan, logam ini berbentuk sulfida logam (PbS), yang sering disebut
galena. Senyawa ini banyak ditemukan dalam pertambangan di seluruh dunia.
Bahaya yang ditimbulkan oleh penggunaan Pb ini adalah sering menyebabkan
keracunan.
8)
Keracunan
Bahan Organis pada Industrialisasi.
Kemajuan industri selain membawa dampak
positif seperti meningkatnya pendapatan masyarakat dan berkurangnya
pengangguran juga mempunyai dampak negatif yang harus diperhatikan terutama
menjadi ancaman potensial terhadap lingkungan sekitarnya dan para pekerja di
industri. Salah satu industri tersebut adalah industri bahan – bahan organik
yaitu metil alkohol, etil alkohol dan
diol. Tenaga kerja sebagai sumber daya manusia adalah aset penting dari
kegiatan industri, disamping modal dan peralatan. Oleh karena itu tenaga kerja
harus dilindungi dari bahaya – bahaya lingkungan kerja yang dapat mengancam
kesehatannya. Metil alkohol dipergunakan sebagai pelarut cat, sirlak, dan
vernis dalam sintesa bahan – bahan kimia untuk denaturalisasi alkohol, dan
bahan anti beku. Pekerja – pekerja di industri demikian mungkin sekali
menderita keracunan methanol. Keracunan tersebut mungkin terjadi oleh karena
menghirupnya, meminumnya atau karena
absorbsi kulit. Keracunan akut yang ringan ditandai dengan perasaan lelah,
sakit kepala, dan penglihatan kabur, Keracunan sedang dengan gejala sakit
kepala yang berat, mabuk , dan muntah, serta depresi susunan syaraf pusat,
penglihatan mungkin buta sama sekali baik sementara maupun selamanya. Pada
keracunan yang berat terdapat pula gangguan pernafasan yang dangkal, cyanosis,
koma, menurunnya tekanan darah, pelebaran pupil dan bahkan dapat mengalami
kematian yang disebabkan kegagalan pernafasan. Keracunan kronis biasanya
terjadi oleh karena menghirup metanol ke paru – paru secara terus menerus yang
gejala – gejala utamanya adalah kabur penglihatan yang lambat laun
mengakibatkan kebutaan secara permanen. Nilai Ambang Batas (NAB) untuk metanol
di udara ruang kerja adalah 200 ppm atau
260 mg permeterkubik udara. Etanol atau etil alkohol digunakan sebagai
pelarut, antiseptik, bahan permulaan untuk sintesa bahan -bahan lain. Dan untuk
membuat minuman keras. Dalam pekerjaan – pekerjaan tersebut keracunan akut
ataupun kronis bisa terjadi oleh karena meminumnya, atau kadang – kadang oleh
karena menghirup udara yang mengandung bahan tersebut, Gejala – gejala pokok
dari suatu keracunan etanol adalah depresi susunan saraf sentral. Untunglah di
Indonesia minum minuman keras banyak di hindari oleh pekerja sehingga ”problem
drinkers” di industri – industri tidak ditemukan, NAB di udara ruang kerja
adalah 1000 ppm atau 1900 mg permeter kubik. Keracunan – keracunan oleh
persenyawaan – persenyawaan tergolong alkohol dengan rantai lebih panjang
sangat jarang, oleh karena makin panjang rantai makin rendah daya racunnya.
Simtomatologi , pengobatan, dan pencegahannya hampir sama seperti untuk etanol.
Seperti halnya etanol, persenyawaan – persenyawaan yang tergolong diol mengakibatkan depresi
susunan saraf pusat dan kerusakan – kerusakan organ dalam seperti ginjal, hati
dan lain – lain. Tanda terpenting keracunan adalah anuria dan narcosis.
Keracunan akut terjadi karena meminumnya, sedangkan keracunan kronis disebabkan
penghirupan udara yang mengandung bahan tersebut. Pencegahan – pencegahan
antara lain dengan memberikan tanda – tanda
jelas kepada tempat – tempat penyimpanan bahan tersebut. Keracunan
toksikan tersebut di atas tidak akan
terjadi manakala lingkungan kerja tidak sampai melebihi Nilai Ambang Batas dan pemenuhan standar
dilakukan secara ketat.
9)
Perlindungan
Masyarakat Sekitar Perusahaan Industri.
Masyarakat sekitar suatu perusahaan
industri harus dilindungi dari pengaruh-pengaruh buruk yang mungkin ditimbulkan
oleh industrialisasi dari kemungkinan pengotoran udara, air, makanan, tempat
sekitar dan lain-lain oleh sampah, air bekas dan udara dari
perusahaan-perusahaan industri.
Semua perusahaan industri harus
memperhatikan kemungkinan adanya pencemaran lingkungan, dimana segala macam
hasil buangan sebelum dibuang harus betul-betul bebas dari bahan yang bisa
meracuni.
Untuk maksud tersebut, sebelum
bahan-bahan tadi keluar dari suatu industri harus diolah dahulu melalui proses
pengolahan. Cara pengolahan ini tergantung dari bahan apa yang dikeluarkan.
Bila gas atau uap beracun bisa dengan pembakaran atau dengan cara pencuciaan
melalui proses kimia sehingga uap/ udara yang keluar bebas dari bahan-bahan
yang berbahaya. Untuk udara atau air buangan yang mengandung partikel/bahan
beracun, bisa dengan cara pengendapan, penyaringan atau secara reaksi kimia
sehingga bahan yang keluar tersebut menjadi bebas dari bahan-bahan yang
berbahaya.
Pemilihan cara ini pada
umumnya didasarkan atas faktor-faktor :
Ø Bahaya
tidaknya bahan-bahan buangan tersebut.
Ø Besarnya
biaya agar secara ekonomi tidak merugikan perusahaan
Ø Derajat
efektifnya cara yang dipakai.
Ø Kondisi
lingkungan setempat.
Selain oleh bahan-bahan buangan,
masyarakat juga harus terlindungi dari bahaya-bahaya oleh karena
produk-produknya sendiri dari suatu industri. Dalam hal ini pihak konsumen
harus terhindar dari kemungkinan keracunan atau terkenanya penyakit oleh
hasil-hasil produksi.
10) Dampak Lingkungan Industri.
Kita telah menciptakan kerusakan bagi
ekosistem kita sendiri. Bumi kita memiliki banyak sekali keanekaragaman jenis
dan sumber daya alam. Manusia, atau yang disebut kita sendiri, terdiri dari
triliunan sel. Sel-sel tersebut menjalani sebuah proses yang berhubungan dengan
kehidupan. Itu mengindikasikan bahwa manusia adalah bagian dari alam yang
memiliki posisi sangat penting. Intelektual manusia, yang menyebabkan bumi ini
diambang kehancuran.
Peningkatan taraf hidup bangsa Indonesia
harus terus diusahakan melalui pertumbuhan ekonomi yang pesat dengan cara
memajukan pembangunan. Salah satu unsur penting dalam pembangunan tersebut
adalah pembangunan di bidang industri. Namun dalam kegiatan industri akan
diikuti dengan dampak negatif industri terhadap lingkungan hidup manusia.
Selain memberikan dampak-dampak positif,
pengembangan Kawasan Industri juga memiliki dampak-dampak yang negatif. Dampak
yang negatif/kerugian ini kebanyakan berkaitan dengan aspek lingkungan. Limbah
industri yang toksik akan memperburuk kondisi lingkungan, meningkatkan penyakit
pada manusia, dan kerusakan pada komponen lingkungan lainnya. Limbah cair
industri paling sering menimbulkan masalah lingkungan seperti kematian ikan,
keracunan pada manusia dan ternak, kematian plankton, akumulasi dalam daging
ikan dan molusca, terutama bila limbah cair tersebut mengandung racun seperti:
As, CN, Cr, Cd, Cu, F, Hg, Pb, atau Zn. Akumulasi racun dalam tubuh pada
konsentrasi yang tidak dapat ditoleransi bisa melumpuhkan organ bahkan
mematikan fungsi kerja otak.
11) Pertumbuhan Ekonomi dan Lingkungan
Hidup Terhadap Pembangunan Industri.
Masyarakat sekitar suatu perusahaan
industri harus dilindungi dari pengaruh-pengaruh buruk yang mungkin ditimbulkan
oleh industrialisasi dari kemungkinan pengotoran udara, air, makanan, tempat
sekitar dan lain sebagainya yang mungkin dapat tercemari oleh limbah perusahaan
industri.
Semua perusahaan industri harus
memperhatikan kemungkinan adanya pencemaran lingkungan dimana segala macam
hasil buangan sebelum dibuang harus betul-betul bebas dari bahan yang bisa
meracuni.
Untuk maksud tersebut, sebelum
bahan-bahan tadi keluar dari suatu industri harus diolah dahulu melalui proses
pengolahan. Cara pengolahan ini tergantung dari bahan apa yang dikeluarkan.
Bila gas atau uap beracun bisa dengan cara pembakaran atau dengan cara
pencucian melalui peroses kimia sehingga uadara/uap yang keluar bebas dari
bahan-bahan yang berbahaya. Untuk udara atau air buangan yang mengandung
partikel/bahan-bahan beracun, bisa dengan cara pengendapan, penyaringan atau
secara reaksi kimia sehingga bahan yang keluar tersebut menjadi bebas dari
bahan-bahan yang berbahaya.
Pemilihan cara ini pada
umumnya didasarkan atas faktor-faktor :
Ø Bahaya
tidaknya bahan-bahan buangan tersebut.
Ø Besarnya
biaya agar secara ekonomi tidak merugikan.
Ø Derajat
efektifnya cara yang dipakai.
Ø Kondisi
lingkungan setempat.
Selain oleh bahan bahan buangan,
masyarakat juga harus terlindungi dari bahaya-bahaya oleh karena
produk-produknya sendiri dari suatu industri. Dalam hal ini pihak konsumen
harus terhindar dari kemungkinan keracunan atau terkenanya penyakit dari
hasil-hasil produksi. Karena itu sebelum dikeluarkan dari perusahaan
produk-produk ini perlu pengujian telebih dahulu secara seksama dan teliti
apakah tidak akan merugikan masyarakat.
Perlindungan masyarakat dari
bahaya-bahaya yang mungkin ditimbulkan oleh produk-produk industi adalah tugas
wewenang Departeman Perindustrian, PUTL, Kesehatan dan lain-lain. Dalam hal ini
Lembaga Konsumen Nasional akan sangat membantu masyarakat dari bahaya-bahaya
ketidakbaikan hasil-hasil produk khususnya bagi para konsumen umumnya bagi
kepentingan masyarakat secara luas.
Berdasarkan data dari Biro Pelatihan
Tenaga Kerja, penyebab kecelakaan yang pernah terjadi sampai saat ini adalah diakibatkan
oleh perilaku yang tidak aman sebagai berikut K3 :
Ø Sembrono
dan tidak hati-hati
Ø Tidak
mematuhi peraturan
Ø Tidak
mengikuti standar prosedur kerja.
Ø Tidak
memakai alat pelindung diri
Ø Kondisi
badan yang lemah
Persentase penyebab kecelakaan kerja
yaitu 3% dikarenakan sebab yang tidak bisa dihindarkan (seperti bencana alam),
selain itu 24% dikarenakan lingkungan atau peralatan yang tidak memenuhi syarat
dan 73% dikarenakan perilaku yang tidak aman. Cara efektif untuk mencegah
terjadinya kecelakaan kerja adalah dengan menghindari terjadinya lima perilaku
tidak aman yang telah disebutkan di atas.
Ada dua sebab utama
terjadinya suatu kecelakaan.
Ø Tindakan
yang tidak aman.
Ø Kondisi
kerja yang tidak aman .
Orang yang mendapat kecelakaan luka-luka
sering kali disebabkan oleh orang lain atau karena tindakannya sendiri yang
tidak menunjang keamanan kecelakaan sering terjadi yang diakibatkan oleh lebih
dari satu sebab. Kecelakaan dapat dicegah dengan menghilangkan hal – hal yang
menyebabkan kecelakan
Beberapa contoh
tindakan yang tidak aman:
Ø Memakai
peralatan tanpa menerima pelatihan yang tepat
Ø Memakai
alat atau peralatan dengan cara yang salah
Ø Tanpa
memakai perlengkapan alat pelindung, seperti kacamata pengaman, sarung tangan
atau pelindung kepala
Ø Bersendang
gurau, tidak konsentrasi, bermain-main dengan teman sekerja atau alat
perlengkapan lainnya.
sikap tergesa-gesa dalam melakukan
pekerjaan dan membawa barang berbahaya di tenpat kerja
Ø Membuat
gangguan atau mencegah orang lain dari pekerjaannya atau mengizinkan orang lain
mengambil alih pekerjaannya, padahal orang tersebut belum mengetahui pekerjaan
tersebut.
2.
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan.
Lingkungan hidup yang merupakan harta warisan yang harus dijaga
keutuhannya dari tangan tangan yang tidak bertanggung jawab, tampaknya tidak
dapat dipertahankan lagi keutuhannya, sebagai akibat kerakusan manusia dalam
memenuhi kebutuhan ekonominya. Pemenuhan kebutuhan ekonomi tampaknya adalah
segalanya meskipun hanya mengorbankan kepentingan lingkungan yang sebenarnya
merupakan kepentingan seluruh bangsa didunia pada umumnya dan bangsa Indonesia
pada khususnya.
Menurut Pasal 1 ayat (1) PP No.27 Tahun 1999 dibedakan antara
istilah AMDAL dan ANDAL. Analisis Mengenai dampak Lingkungan (AMDAL) adalah
kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan atau kegiatan yang
direncanakan, pada lingkungan hidup, yang diperlukan bagi proses pengambilan
keputusan tentang penyelenggaraan uasaha atau kegiatan. Sedangkan ANDAL
kepanjangan dari Analisis dampak lingkungan adalah : telah secara cermat dan
mendalam, tentang dampak besar dan penting suatu rencana usaha dan atau
kegiatan.
Djanius Djamin, (2007:5) pengkajian AMDAL mendahului suatu aktivitas atau
usaha untuk mengetahui seberapa besar kemungkinan dampak atau kerusakan pada
kawasan tertentu sebagai akibat aktivitas suatu usaha, pabrik atau industribaik
menggunakan teknologi yang tapat untuk pencegahan dan meminimumkan dampak yang
timbul.
AMDAL berkaitan erat dengan perijinan lingkungan karena AMDAL adalah
bagian dari prosedur perijinan, dalam praktiknya AMDAL lebih mengarah pada
penonjolan ketentuan administrasinya. Pemenuhan persyaratan AMDAL sebetulnya
lebih banyak di dorong karena merupakan kewajiban yang diperintahkan Undang
Undang bukan karena kesadaran ekologis.
Pasal 16 UULH berbunyi sebagai berikut : “ Setiap rencana yang
diperkirakan mempunyai dampak penting terhadap lingkungan wajib dilengkapi
dengan analisis mengenai dampak lingkungan yang pelaksanaanya diatur dengan
Peraturan Pemerintah ”. pada dasarnya semua usaha dan kegiatan pembangunan
menimbulkan dampak terhadap lingkungan hidup. Perncanaan awal suatu usaha atau
kegiatan pembangunan sudah harus memuat perkiraan dampaknya yang penting
terhadap lingkungan hidup, guna dijadikan pertimbangan apakah untuk rencana
tersebut perlu dibuat analisis mengenai dampak lingkungan.
a.
Tinjauan tentang aspek Integrasi dan Disintegrasi :
1) Pengertian Integritas
Istilah integrasi sosial menurut Ogbrun dan
Ninkoff, merupakan suatu ikatan sosial berdasarkan pada nilai dan norma yang
disepakati bersama dan memberi tuntunan tentang bagaimana individu berperikau
(Mengutip buku Suminar yang berjudul Integrasi dan Disintegrasi Dalam
Perspektif Budaya, 2003:3) Integrasi berhasil apabila :
Ø Anggota masyarakat merasa bahwa mereka berhasil
mengisi kebutuhan satu sama lain.
Ø Tercapai semacam konsensus mengenai norma norma
dan nilai nilai sosial.
Ø Norma norma cukup lama konsisten dan tidak
berubah-ubah. Unsur terpenting dalam pengorganisasian dan
solidaritas kelompok antara laian kemargaan, perkawinan, persamaan agama,
persamaan bahasa dan adat, kesamaan tanah, wilayah, tanggung jawab atas
pekerjaan sama, tanggung jawab dalam dalam mempertahankan eksistensi, ekonomi,
ikatan lembaga yang sama, pertahanan bersama, dan pengalaman, kerja
sama/bantuan sama, dan pengalaman, tindakan dan kehidupan bersama.
Integrasi berasal dari bahasa Inggris “integration”
yang berarti kesempurnaan atau keseluruhan. Dalam hal ini integrasi social
dimaknai sebagai proses penyesuaian diantara unsur-unsur yang saling berbeda
dalam kehidupan masyarakat sehingga menghasilkan pola kehidupan masyarakat yang
memiliki keserasian fungsi. Sedangkan
definisi lain dari integrasi adalah suatu keadaan dimana kelompok-kelompok
etnik beradaptasi terhadap kebudayaan mayoritas masyarakat, namun masih tetap
mempertahankan kebudayaan mereka masing-masing. Sehingga integrasi memiliki dua
pengertian, yaitu:
Pengendalian terhadap konflik dan penyimpangan sosial dalam suatu sistem sosial tertentu.
Upaya integrasi sosial dapat dilakukan dengan sebagian
menghilangkan berbagai faktor penyebab disintegrasi dan menciptakan atau
membangun faktor faktor integrasi. Artinya dengan integrasi ini persatuan dan
kesatuan struktur masyarakat akan terjalin lebih kuat dan tidak rawan
perpecahan ”disintegrasi”. Dan apabila integrasi ini tidak tercipta akibatnya
mengarah pada rawannya konflik konfik sosial yang akan terjadi. Maka dari itu
penting kiranya bagi masyarakat dan pemerintah untuk senantiasa menjaga
integrasi dalam berbagi hal, termasuk untuk mengambil kebijakan publik terutama
dalam bidang kesejahteraan rakyat.
Yang bisa menjadi faktor integrasi bangsa adalah semboyan kita yang
terkenal yaitu bhineka tunggal ika, dimana kita terpisah-pisah oleh laut tetapi
kita mempunyai ideologi yang sama yaitu pancasila. Dengan kata lain yang dapat
menjadi faktor integrasi bangsa Indonesia adalah:
Ø Pancasila.
Ø Bhineka Tunggal Ika.
Ø Rasa Cinta Tanah Air.
Ø Perasaan Senasib Sepenanggungan.
Dengan menyadari keadaan bangsa Indonesia yang majemuk itu, setiap warga
negara harus waspada agar jangan sampai melakukan hal-hal negatif yang dapat
memperlemah persatuan dan kesatuan bangsa. Karena sikap integrasi diwaktu sekarang ini sangatlah miris. Factor
factor integrasi bangsa sering sekali diabaikan demi kepentingan pribadi. Unsur
unsur masyarakat juga diabaikan, akibatnya
konflik horizontal sering terjadi berujung pada perpecahan/disintegrasi.
Ketidaksesuaian unsur antara pemimpin dan yang dipimpin (rakyat) menjadi pemicu
utama lunturnya intergrasi bangsa. Perlu adanya kesesuaian dari kedua pihak
untuk lebih mengutamakan kebersamaan dan kepentingan bersama demi terwujudnya
persatuan dan kesatuan bangsa yang utuh. Adapun faktor-faktor internal dan eksternal yang dapat
mempengaruhi integrasi dalam masyarakat, antara lain sebagai berikut:
Ø Faktor internal: kesadaran diri sebagai makhluk social, tuntutan kebutuhan,
dan semangat gotong royong.
Ø Faktor eksternal: tuntutan perkembangan zaman, persaman kebudayaan,
terbukanya kesempatan, berpartisipasi dalam kehidupan bersama, persamaan visi,
dan tujuan, sikap toleransi, adanya consensus nilai, dan adanya tantangan dari
luar. Untuk mencapai integrasi dalam masyarakat
diperlukan setidaknya dua hal berikut untuk menjadi solusi atas perbedaan yang terdapat dalam
masyarakat:
v Pada setiap diri individu masing- masing harus
mengendalikan perbedaan/ konflik yang ada pada suatu kekuatan bangsa dan bukan
sebaliknya.
v Tiap warga masyarakat merasa saling dapat mengisi
kebutuhan antara satu dengan yang lainnya. Sehingga dalam masyarakat tercipta
keharmonisan dan saling memahami antara satu sama lain, maka konflik pun dapat
dihindarkan.
v Maka dari itu ada empat sistem berikut untuk mengurangi konflik yang
terjadi, antara lain:
ü Mengedepankan identitas bersama seperti sistem budaya yang berasaskan nilai- nilai
Pancasila dan UUD 1945.
ü Menerapkan sistem sosial yang bersifat kolektiva sosial dalam masyarakat dalam segala
bidang.
ü Membiasakan sistem kepribadian yang terintegrasi dengan nilai-nilai sosial kemasyarakatan yang terwujud dalam pola- pola
penglihatan (persepsi), perasaan (cathexis), sehingga pola-pola penilaian yang
berbeda dapat disamakan sebagai pola-pola ke-Indonesiaan.
Mendasarkan pada nasionalisme yang tidak
diklasifikasikan atas persamaan ras, melainkan identitas kenegaraan. Berdasarkan diskipsi diatas maka dapat
disimpulkan bahwa Integrasi adalah merupakan pembauran warga masyarakat menjadi satu kesatuan yang utuh dan bulat kedalam satu kesatuan sosial. Sebagai dasar Negara Pancasila telah menciptakan kestabilan nasional
dan mengatasi kemajemukan masyarakat Indonesia. Rasa cinta tanah air memungkinkan digalangnya persatuan dan kesatuan sehingga mampu mengatasi kemajemukan dengan mengacu kepada prinsip Bhineka Tunggal Ika.
2) Pengertian Disintegrasi.
Sedangakan pengertian disintegrasi
sendiri menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah suatu
keadaan tidak bersatu padu atau keadaan terpecah belah; hilangnya keutuhan atau
persatuan; perpecahan. Disintegrasi merupakan faktor terpenting yang
dilancarkan imperialisme untuk mendominasi pemerintahan suatu negara sehingga
pembangunan masyarakatnya diorientasikan pada corak Barat. (Suminar dalam buku yang berjudul Integrasi dan Disintegrasi
Dalam Perspektif Budaya, 2003:3) Disorganisasi sebagai fase kehidupan yang
mendahului disintegrasi sosial diperkirakan sebagai dampak dari perbedaan
pandangan tentang tujuan kelompok, nilai dan norma sosial, dan tindakan dalam
masyarakat. Apabila sistem hukum atau sanksi terhadap perbedaan pemahaman
sistem norma dan nilai, sistem tindakan/perilaku anggota kelompok tidak ketat,
maka dengan sendirinya langkah pertama menuju disintegrasi telah dicapai.
Dengan demikian, gejala disorganisasi dan disintegrasi sosial dipengaruhi oleh
faktor faktor O’Brien, Schrag dan Martin ( 1964:2) antara lain :
Ø Ketidak sesuaian anggota kelompok mengenai tujuan kehidupan sosial kemasyarakatan
yang telah disepakati.
Ø Norma dan nilai sosial yang ada sudah tidak mampu
lagi membantu anggota masyarakat dalam mencapai tujuan individu dan kelompok.
Ø Norma dan nilai kelompok yang telah disepekati
anggota kelompok bertentangan satu sama lainnya.
Ø Sangksi sudah menjadi lemah bahkan tidak
dilaksanakan dengan konsekuen.
Ø Tindakan anggota masyarakat telah bertentangan
dengan norma dan nilai kelompok. Menurut Ogbrun dan Nimkoff (1960: 107) Konflik dan
pertentangan sebenarnya terdiri dari dua fase, yakni fase disorganisasi dan
fase disintegrasi.
Karena
kehidupan sosial kemasyarakatan sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor, maka
konflik akan berkisar pada penyesuaian diri atau penolakan dari faktor faktor
sosial tersebut. Beberapa faktor yang akan mempengaruhi kehidupan sosial menuju
disintegrasi atau menuju ke integrasi (mengutip buku Suminar, 2003:2) yaitu:
Ø Tujuan dari kelompok ( goals and objectives ).
Ø Sistem sosial ( Social system ).
Ø Sistem tindakan/tingkah laku ( action system ).
Ø Sistem sanksi ( sanction system/law enforcement ).
Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa integrasi masyarakat
dapat diartikan adanya kerjasama dari seluruh anggota masyarakat, mulai dari
individu, keluarga, lembaga, dan masyarakat secara keseluruhan sehingga
menghasilkan satu kesatuan yang utuh berupa adanya konsesus nilai-nilai yang
sama-sama dijunjung tinggi. Sedangkan disintegrasi suatu keadaan tidak bersatu
padu atau keadaan terpecah belah, hilangnya keutuhan atau persatuan,
perpecahan yang pada umumnya disintegrasi merupakan faktor
terpenting yang dilancarkan imperialisme untuk mendominasi pemerintahan suatu
negara sehingga pembangunan masyarakatnya diorientasikan pada corak Barat.
Untuk mencegah ancaman disintegrasi bangsa harus diciptakan keadaan stabilitas
keamanan yang mantap dan dinamis dalam rangka mendukung integrasi bangsa serta
menegakkan peraturan hukum sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
b. Tinjauan Aspek Hubungan Masyarakat dengan
Pemerintah.
1)
Masyarakat.
Indonesia negara yang berbhineka dari berbagai aspek, misal dari segi
etnik, adat istiadat, kepercayaan yang perlu dihormati eksistensinya dalam
Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sentralisasi dalam segala aspek termasuk di
dalam kebudayaan ditangani pemerintah pusat telah menjadi pilihan terbaik oleh
para pendiri negara kesatuan (founding fathers). Keputusan ini juga
mendapat dukungan dari rakyat karena ia merupakan dialog panjang yang berakar
dari latar sejarah negara bangsa, oleh sebab itu indonesia yang terbenteng dari
titik paling berat dengan kota sabang hingga keujung paling timur dengan kota
merauke merupakan kekayaan khasanah budaya nusantara yang bhineka dalam segala
aspek yang harus dihormati.
Menurut Soetandyo Wignjosoebroto, masyarakat adalah
kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu system adat istiadat
tertentu yang bersifat kontinyu dan yang terkait oleh suatu rasa identitas
bersama. Ada pendapat lain tentang konsep masyarakat menurut M.M. Djojodigoeno
dalam bukunya Azas-azas Sosiologi yang juga dikutip oleh
Koentjaraningrat, bahwa ia membedakan dua konsep tentang masyarakat yaitu
“ masyarakat dalam arti luas dan masyarakat dalam arti sempit”.
“Masyarakat dalam arti luas” dapat dicontohkan masyrakat Indonesia, yang
memiliki kesatuan wilayah, kesatuan adat istiadat, rasa identitas komunitas,
dan rasa loyalitas terhadap komunitas sendiri. Sedangkan “masyarakat dalam arti
sempit” adalah masyarakat dari suatu desa atau kota tertentu, masyarakat yang
terdiri dari warga suatu kelompok kekerabatan seperti dadia, marga, atau suku .
Istilah masyarakat dalam pengertian yang seluas luasnya adalah
sekelompok manusia yang terikat oleh suatu kebudayaan yang mereka anggap
sama . Ciri-ciri yang ada didalam suatu masyarakat itu
sangat beraneka ragam, sesuai dengan aktivitas kelompoknya.
Hal-hal yang membedakan antara satu kelompok masyarakat dengan kelompok
lainnya antara lain:
Ø Adanya suatu wilayah tertentu.
Ø Memiliki semacam kesepakatan, aturan atau norma
tertentu adanya suatu wilayah tertentu.
Ø Adanya upaya untuk menaati dan mempertahankan
aturan atau norma tersebut.
Ø adanya perasaan bangga untuk berada didalamnya.
Ø adanya tujuan tertentu yang ingin dicapai bersama.
Ø adanya kesamaan nasib, keadaan dan perjuangan.
Ø adanya rasa aman dan perlindungan dari
pemimpinnya.
Istilah Masyarakat atau society adalah merupakan sekelompok orang yang membentuk sebuah sistem semi tertutup (atau semi terbuka), dimana
sebagian besar interaksi adalah antara individu-individu yang berada dalam
kelompok tersebut. Kata "masyarakat" sendiri berakar dari kata dalam
bahasa Arab, musyarak. Lebih abstraknya, sebuah masyarakat adalah suatu
jaringan hubungan - hubungan antar entitas - entitas. Masyarakat adalah sebuah komunitas yang interdependen (saling tergantung satu
sama lain). Umumnya, istilah masyarakat digunakan untuk mengacu sekelompok
orang yang hidup bersama dalam satu komunitas yang teratur.
Menurut Nasikun struktur masyarakat Indonesia
ditandai oleh dua cirinya yang bersifat unik. Secara horizontal, ia ditandai
oleh kenyataan adanya kesatuan-kesatuan social berdasarkan
perbedaan-perbedaan suku bangsa, perbedaan-perbedaan agama, adat serta
perbedaan-perbedaan kedaerahan. Secara vertical struktur masyarakat Indonesia
ditandai oleh adanya perbedaan-perbedaan vertical antara lapisan atas dan
lapisan bawah yang cukup tajam. Maka dari itu kemudian muncul ciri-ciri
suatu masyarakat pada umumnya sebagai berikut :
Ø Manusia yang hidup
bersama sekurang-kurangnya terdiri atas dua orang.
Ø Bergaul dalam waktu
cukup lama. Sebagai akibat hidup bersama itu, timbul sistem komunikasi dan
peraturan-peraturan yang mengatur hubungan antar manusia.
Ø Sadar bahwa mereka
merupakan satu kesatuan.
Ø Merupakan suatu sistem
hidup bersama. Sistem kehidupan bersama menimbulkan kebudayaan karena mereka
merasa dirinya terkait satu dengan yang lainnya.
Ø Masyarakat yang mempunyai struktur kekuasaan yang
luwes mempunyai ciri ciri berikut :
v Pemisahan antara berbagi struktur kekuasaan.
v Kesempatan untuk membentuk asosiasi volunter.
v Mobilitas dalam struktur kelas kelas atau
kelas-kelas okupasional.
v Masyarakat dengan struktur kekuasaan yang ketat
ditandai oleh adanya ciri berikut :
v Konsolidasi struktur kekuasaan pada pusat kekuasaan
tunggal.
v Larangan membentuk asosiasi yang mandiri
v Mobilitas sosial yang sangat terbatas.
Ø Simmel, (1908:5) Masyarakat merupakan suatu proses dinamis, yang ditentukan oleh apa yang
dilakukan oleh anggotanya, suatu ”Geschehen” (happening, kejadian), yang
berlangsung terus selama mereka masih bersedia untuk memberi dukungan aktif
kepada itu. Seandainya suatu masyarakat membubarkan semua struktur sosialnya,
dan tiap tiap anggota mulai memakai isyaratnya sendiri mencari jalanya sendiri,
membuat peraturannya sendiri, sehingga pada akhirnya tidak tinggal apapun
yang masih dibagi bersama, masyarakat itu berhenti ada (dan individu berhenti
juga ada). Masyarakat adalah bentuk kehidupan bersama yang diusahakan para
anggotanya.
Ø Menurut Furnivall, masyarakat indonesia pada masa
Hindia-Belanda adalah merupakan suatu masyarakat yang majemuk (plural
societies), yakni suatu masyarakat yang terdiri atas dua atau lebih
elemen yang hidup sendiri-sendiri tanpa ada pembauran satu sama lain didalam
suatu kesatuan politik. Sebagai masyarakat majemuk, masyarakat Indonesia disebut sebagai suatu tipe masyarakat daerah tropis
dimana mereka yang berkuasa dan mereka yang dikuasai memiliki perbedaan ras
(mengutip buku Nasikun, 1984:31).
Ø Menurut Pareto, hampir seluruh kehidupan
masyarakat terdiri dari perbuatan perbuatan nonlogis. Antara lain ia menyebut
proses pengambilan keputusan oleh hakim. Untuk sebagian besar keputusan
keputusannya dipengaruhi oleh kepentingan dan setimen-sentimen yang sedang
berbengaruh didalam masyarakat. Hal sama harus dikatakan tentang hamir semua
tindakan dan kegiatan politik pembangunan masyarakat, kesehatan, pendidikan,
ekonomi, dan lain lain yang diresapi unsur-unsur yang nonlogis.
Ø K.j. Veger,
(1985:91) masyarakat terdiri dari jaringan relasi-relasi antara orang, yang
menjadikan mereka bersatu. Masyarakat bukan badan fisik, juga bukan bayangan saja di dalam kepala orang, melainkan
sejumlah pola perilaku yang disepakati dan ditunjang bersama.
Ø Masyarakat adalah karya ciptaan manusia sendiri.
Hal ini ditegaskan oleh Toennies dalam kata pembukaan bukunya. Masyarakat bukan
organisme yang dihasilkan oleh proses proses biologis. Juga bukan mekanisme
yang terdiri dari bagian bagian individual yang masing masing berdiri sendiri,
sedangkan mereka didorong oleh naluri spontan yang bersifat menentukan bagi
manusia. Masyarakat adalah usaha manusia untuk mengadakan dan memelihara relasi
relasi timbal balik yang mantap. Kemauan manusia itulah yang mendasari
masyarakat.
2. Pemerintah
Pemerintahan sebagai sekumpulan orang-orang yang
mengelola kewenangan kewenangan, melaksanakan kepemimpinan dan koordinasi
pemerintahan serta pembangunan masyarakat dari lembaga-lembaga dimana mereka
ditempatkan. Pemerintahan
merupakan organisasi atau wadah orang yang mempunyai kekuasaaan dan lembaga
yang mengurus masalah kenegaraan dan kesejahteraan rakyat dan negara.
Definisi pemerintah secara Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah sebuah sistem yang menjalankan
wewenang dan kekuasaan yang mengatur kehidupan sosial, ekonomi, dan politik
suatu negara atu bagian bagian; sekelompok orang yang secara bersama sama
memikul tanggung jawab terbatas untuk menggunakan kekuasaan; penguasa suatu
negara atau bagian negara; dan badan yang tertinggi dari yang memerintah suatu
negara seperti kabinet dalam sistem pemerintahan indonesia, yaitu DPR, MPR dan
Presiden.
Definisi pemerintah secara luas dapat diartikan sebagai sekumpulan
orang-orang yang mengelola kewenangan dan kebijakan dalam mengambil keputusan
dan melaksanakan kepemimpinan dan kordinasi pemerintah serta pembangunan
masyarakat dan wilayahnya yang membentuk sebuah lembaga dimana mereka
ditempatkan. Pemerintah merupakan sebuah wadah orang orang yang mempunyai
kekuasaan didalam lembaga yang disebut negara dan mengurusi masalah kenegaraan
dan kesejahteraan rakyat. Pemerintah dalam sebuah negara minimal terdiri atas
tiga bentuk lembaga yang berbeda yang mempunyai kedudukan yang sama dalam
menentukan kebijakan sebuah negara. Lembaga tersebut bernama, lembaga
legeslatif, lembaga eksekutif dan lembaga yudikatif.
Merujuk pada definisi pemerintah maka kita harus mendefinisikan pula arti
kata pemerintahan. Pemerintahan adalah urusan yang dilakukan pemerintah dalam
sebuah negara dalam rangka menyelenggarakan kesejahteraan rakyat dan
menjalankan kepentingan umum yang bersifat kenegaraan. Pemerintah juga
mempunyai kekuasaan untuk membuat perundang undangan serta hukum diwilayah
tertentu dalam negaranya. Jadi pemerintah mempunyai kekuasaan untuk menerapkan
hukum serta undang-undang yang telah dirumuskan diwilayah tertentu didalam
negara.
3. Pemerintah Daerah
Mengingat Negara Indonesia terdiri dari
pulau-pulau dan memiliki daerah yang sangat luas, Pemerintah Pusat mengadakan
alat-alat perlengkapan setempat yang disebarkan ke seluruh wilayah Negara yang
terdapat di daerah, ini disebabkan Pemerintah Pusat tidak dapat menangani secara
langsung urusan-urusan yang ada di daerah. Namun bukan berarti pemerintah pusat
melepaskan tanggung jawabnya. Pemerintahan Daerah menurut Ketentuan Pasal 1
ayat 2 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah adalah :
Penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah Daerah dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) menurut Asas Otonomi dan tugas pembantuan
dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan
Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Dasar Republik
Indonesia tahun 1945. Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati atau Walikota
dan Perangkat Daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah.
HAW Widjaja, (2007: 140) Pemerintah Daerah adalah kepala daerah beserta
perangkat daerah otonom yang sebagai badan eksekutif daerah. Artinya, lembaga
eksekutif terdiri dari kepala daerah beserta perangkat daerah otonom yang lain
dan pelaksanaan fungsi-fungsi pemerintah daerah dilakukan oleh lembaga
pemerintah daerah yaitu pemerintah daerah dan Dewan Perwakilan rakyat (DPRD).
Pemerintah daerah adalah Gubernur, Bupati atau Walikota dan perangkat daerah
sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. Dengan demikian peran
pemerintah daerah adalah segala sesuatu yang dilakukan dalam bentuk cara tindak
baik dalam rangka melaksanakan otonomi daerah sebagai suatu hak, wewenang dan
kewajiban pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan
pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Mustopadidjaja (2003) menyatakan bahwa pemerintah sangat ditentukan
oleh tiga hal yaitu aparatur pemerintah, organisasi birokrasi, dan
procedure tata laksananya, karena itu apabila operasionalisasi suatu kebijakan
ingin dapat berjalan secara optimal dan sebagai mana mestinya perlu dilakukan
sosialisasi dan pemberdayaan terhadap aparatur pemerintah agar prosedur
ketatalaksanaan dan bentuk organisasi birokrasinya sesuai dengan kebutuhan dan
tuntunan dari misi yang akan dicapai. Karena pada dasarnya pemerintah
merupakan satu kesatuan unsur dari atasan sampai pada tingkat bawahan.
Kebijakan lahir dari aparatur pemerintah guna mengatur tata kehidupan rakyat
agar tidak melaanggar batasan hukum. Kebijakan kebijakan yang dihasilkan
pemerintah daerah berupa perda yang harus ditaati dan dijalankan oleh semua
lapisan masyarakat yang mendiami daerah tersebut.
HAW Widjaja, (2007: 140) hubungan antara Pemerintah daerah dan DPRD
merupakan hubungan kerja yang kedudukannya setara dan bersifat kemitraan. Kedudukan
setara bermakna bahwa diantara lembaga pemerintahan daerah memiliki kedudukan
yang sama dan sejajar, artinya tidak saling membawahi. Hal ini tercermin dalam
membuat kebijakan daerah bahwa pemerintah daerah dan DPRD adalah sama
sama mitra sekerja dalam membuat kebijakan daerah untuk melaksanakan otonomi
daerah sesuai dengan fungsi masing masing sehingga antar kedua lembaga itu
membangun suatu hubungan kerja sifatnya saling mendukung bukan merupakan lawan
ataupun pesaing satu sama lain dalam melaksanakan fungsi masing-masing.
Kebijakan apapun yang dihasilkan oleh pemerintah daerah harus senantiasa
sejalan dengan struktur masyarakat yang mendiaminya. Unsur masyarakat menjadi
sangat penting dalam mempengaruhi setiap kebijakan daerah yang akan diambil.
Pemerintah daerah merupakan lingkup pemerintah yang lebih kecil dari tatanan
nasional, oleh karena itu pemerintah daerah lebih dianggap dekat dengan
masyarakat dibanding pemerintah pusat. Kebijakan yang sifatnya memicu konflik
antara pemerintah daerah dengan masyarakat harusnya bisa dihindari dengan cara
pendekatan pendekatan pada masyarakat yang sifatnya social. Karena masyarakat
merupakan unsur social jadi pemerintah daerah harus mampu mengatur masyarakat
yang mendiami suatu daerah dengan tanpa mengedepankan kekuasaan tetapi
mengedepankan kepentingan kebersamaan guna tercapainya kemakmuran dan
kesejahteraan masyarakat.
M.J. Herskovits, menyatakan “ kedudukan sebagai pemimpin
diperoleh karena kualitas tertentu yang dimilikinya, dan bukan karena
kekuasaannya terhadap berbagai sumber daya” (mengutip buku Seorjono
Soekamto yang berjudulMasyarakat dan Kekuasaan, 187:19). Artinya
pemeritah berkuasa karena dipilih oleh rakyatnya jadi kesejahteraan rakyat
tentunya lebih diperhatikan. Termasuk dengan membuat kebijakan kebijakan yang
sekiranya tidak bertentangan dengan kepentingan rakyatnya. Karena pada dasarnya
para pemimpin pada suatu struktur kekuasaan tertentu beserta keluarga dan
pengikutnya, lazim bertanggung jawab untuk mempertahankan integrasi komuniti,
mencakupi pangan, maupun menjamin kedamaian.
c. Tinjauan Dari Segi Aspek Teori Sosial.
Masyarakat dan pemerintah merupakan satu kesatuan unsur yang saling
mempengaruhi dan tidak bisa dipisahkan. Hubungan pemimpin (yang mengatur)
dan rakyat (yang diatur) merpakan bagian dari fenomena praktik
kenegaraan. Hubungan ini sering sekali bertentangan jika lahir suatu kebijakan
baru dari aparatur pemerintah yang sifatnya sepihak. Sepihak dalam hal ini
adalah hanya melihat dari satu pihak saja tanpa mempedulikan pihak pihak lain
yang sebenarnya terlibat, namun tidak dianggap. Ini berari kebijakan yang ada
hanya menguntungkan pihak tertentu saja. Fenomena seperti ini lah yang kemudian
mengakibatkan adanya konflik antara penguasa dengan rakyat. Karena sering
sekali masyarakat yang sifatnya marginal pendapatnya tidak didengarkan oleh
para pemegang kekuasaan. Dan akibatnya tujuan Negara untuk memberikan
kemakmuran dan kesejahteraan pada rakyatnya tidak dapat tercapai. Kemudian
munculah permasalahan yang sifatnya konfik. Hal ini sangatlah berbahaya jika
sampai berlanjut selama bertahun-tahun, karena bisa memicu konflik yang
berkepanjangan.
Dari diskripsi fenomena diatas maka diperlukan suatu teori yang bisa
mengurai permasalahan yang ada. Masyarakat adalah makhlik social dan pemerintah
juga harus mengdepankan pendekatan social terhadap masyarakat. Maka dari itu
diperlukan adanya teori social untuk mengaitkannya. Menurut Christopher Lloyd dalam bukunya Teori social adalah setiap bentuk yang
abstrak tentang sifat masyarakat manusia, ekonomi, dan tindakan social . Dewasa
ini tidak ada teori sosial yang secara terbuka menghendaki integrasi
social yang melulu disandarkan pada kekuatan. Tetapai jika integrasi social
saat ini secara luas disadari sebagai keperluan pokok termasuk dalam masyarakat
yang kurang lebih sekuler, maka integrasi social itu secara ideal juga
diharapkan berisi pemikiran sekuler. Masalah pokoknya dalam teori social
modern sampai sejauh mana pandangan yang merupakan harapan bijaksana itu bisa
termaktub dalam kenyakinan yanga dianggap benar dan sampai seberapa jauh hal
itu harus takluk pada kenyakinan yang sebenarnya palsu.
Teori sosial melekat pada masyarakat yang tidak setara adalah konflik kepentingan
yang tidak terhindari antara kelas dominan dengan kelas subordinat. Struktur
ketidak setaraan ini terus dipelihara melalui barbagai cara. Pertama,
struktur itu dipelihara jika orang orang yang tidak beruntung dicegah jangan
sampai memandang diri mereka tidak beruntung atau dirugikan. Kedua, meskipun
diakui mereka harus diiming-imingi bahwa kondisi tersebut cukup adil, bahwa
ketidaksetaraan itu benar, abasah, dan adil. Kemudian Adam Smith
mengungkapkan bahwa “ dengan mewujudkan kepentingannya sendiri dia
sering kali memajukan kepentingan social secara lebih efektif disbanding ketika
dia benar-benar bermaksud hanya dengan memajukan kepentingan sosial tersebut” . Ini artinya mereka yang tergolong kaum dominan
selalu memakai nama kepentingan umum demi mewujudkan kepentingan pribadinya.
Hal ini yang kemudian membuat masyarakat yang merasa dirugikan menuntuk pada
kaum dominan dalam hal ini penguasa untuk selalu senantiasa
mengepantingkan kepentingan bersama. Ada
nilai lain yang terkait erat dengan pelandasan teori social pada tindakan
proporsif individu. Dalam jenis upaya ilmiah tertentu, termasuk etika,
filsafat moral, filsafat politik, ekonomi, dan hukum, teori didasarkan pada
citra manusia sebagai pelaku yang bertujuan dan bertanggungjawab. Artinya
adalah stiap manusia memiliki maksud dan tujuan yang sifatnya berbeda. Namun
maksud dan tujuan tersebut harus berlandaskan peraturan yang ada dengan menitik beratkan pada kepentingan bersama sehingga segala
bentuk perwujudan yang sifatnya kebijakan mampu dipertanggung jawabkan didepan
dinamika sosial masyarakat yanag ada.
3.
ANALISA PERSEPEKTIF DOGMATIS.
Tafsir
Ayat-ayat Al-Quran Tentang Kelestarian Lingkungan Hidup.
Kelestarian alam harus dijaga. Manusia dalam menjalani
hidup sangat bergantung pada keadaan alam. Jika alam sekitar baik, manusia akan
nyaman dalam menjalani hidup, sedangkan jika rusak akan merasa terancam. Alam
semesta juga telah memenuhi segala kebutuhan hidup manusia. Semua yang
dibutuhkan manusia, bahkan juga makhluk-makhluk Allah lainnya, telah tersedia
di alam ini. Dengan demikian, menjaga kelestarian alam memang sangat penting.
Ø Surah Ar-Rum Ayat 41-42
tentang Kerusakan Alam oleh Manusia
ظَهَرَ ٱلۡفَسَادُ فِي ٱلۡبَرِّ وَٱلۡبَحۡرِ بِمَا كَسَبَتۡ
أَيۡدِي ٱلنَّاسِ لِيُذِيقَهُم بَعۡضَ ٱلَّذِي عَمِلُواْ لَعَلَّهُمۡ يَرۡجِعُونَ
٤١ قُلۡ سِيرُواْ فِي ٱلۡأَرۡضِ فَٱنظُرُواْ كَيۡفَ كَانَ عَٰقِبَةُ ٱلَّذِينَ مِن
قَبۡلُۚ كَانَ أَكۡثَرُهُم مُّشۡرِكِينَ ٤٢
1.Terjemahan.
(41) Telah nampak kerusakan di darat dan di laut
disebabkan karena perbuatan tangan manusi, supaya Allah merasakan kepada mereka
sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang
benar). (42) Katakanlah: "Adakanlah perjalanan di muka bumi dan
perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang terdahulu. Kebanyakan dari
mereka itu adalah orang-orang yang mempersekutukan (Allah)" (Q.S. Ar-Rum:
41-42)
2. Isi Kandungan Surah
Ar-Rum Ayat 41-42
Setiap manusia mengemban tugas mulia dari Allah
swt., yaitu sebagai khalifah di bumi. Manusia diberi tugas untuk mengurus dan
melestarikan alam. Manusia diperintahkan mengambil manfaat dari alam, tetapi
harus tetap menjaga kelestariannya.
Ø Dalam ayat 41 Surah ar-Rum
Allah swt. menjelaskan bahwa kerusakan yang terjadi di darat dan laut akibat
ulah tangan manusia. Kerusakan alam yang terjadi di muka bumi merupakan buah
dari perbuatan manusia. Manusia mengeksploitasi kekayaan alam tanpa memikirkan
akibatnya. Hal ini dapat kita temukan dari berbagai kasus, misalnya hutan yang
gundul, pencemaran air, pencemaran udara, dan matinya satwa-satwa di alam.
Hutan menjadi gundul karena keserakahan manusia.
Manusia menebang pepohonan di hutan tanpa mau menanamnya kembali. Demikian juga
jika membuang sampah ke sungai atau selokan dapat menyumbat air. Hutan yang
gundul dan sungai yang tersumbat akan menyebabkan banjir dan tanah longsor.
Bencana banjir dan tanah longsor ini pasti merugikan manusia, baik moril maupun
materiil. Puluhan bahkan ratusan jiwa dapat melayang karena bencana ini.
Kerusakan tidak hanya terjadi di darat. Akan tetapi,
kerusakan juga di laut. Air laut yang seharusnya bersih dapat berubah menjadi
kotor karena limbah yang mencemarinya. Akibatnya, ikan-ikan dan binatang lain
yang sangat tergantung pada kelestarian air laut menjadi terancam.
Hal-hal yang diuraikan di depan berupa kerusakan
secara fisik. Selain itu, ada juga kerusakan berupa moril. Perilaku yang
bertentangan dengan syariat-Nya merupakan contoh kerusakan berupa moril. D emikian
juga perbuatan melampaui batas dan melanggar larangan-Nya. Sikap-sikap yang
dianggap rusak ini juga sering dilakukan oleh umat manusia.
Bencana yang terjadi di muka bumi merupakan kehendak
Allah swt. agar manusia merasakan akibat perbuatannya dan kembali ke jalan yang
benar. Dengan adanya bencana seharusnya menjadi pelajaran bagi manusia agar
selalu menjaga kelestarian bumi. Kerusakan di bumi harus segera dihentikan. Hal
ini dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti merawat bumi dengan baik,
tidak mengeksploitasi lingkungan, dan menunjukkan akhlak yang baik terhadap
sesama manusia dan makhluk-makhluk lain. (Hamka: 2006).
Ø Surah ar-Rum Allah Swt.
memerintahkan kepada manusia agar melakukan perjalanan di muka bumi. Perjalanan
ini dimaksudkan untuk melihat akibat yang menimpa orang-orang yang berbuat
kerusakan. Mereka menerima balasan yang sesuai dengan perbuatannya. Kaum Nabi
Nuh a.s. musnah diterpa bencana banjir karena berbuat merusak. Kaum Nabi Lut
a.s. dimusnahkan oleh Allah Swt. karena melampaui batas (perilaku seksual).
Peristiwa yang menimpa umat-umat terdahulu tersebut hendaknya dapat kita
jadikan sebagai pelajaran. Jika kita melakukan perbuatan yang melampaui batas,
kita juga dapat menerima balasan sebagaimana yang menimpa umat terdahulu.
Perbuatan merusak dan melampaui batas terhadap alam
ini sering dilakukan oleh orang-orang musyrik. Orang-orang musyrik tidak
mempercayai Tuhan sehingga mereka tidak memiliki kontrol dalam menjalani
hidupnya. Mereka berbuat sekendak hati, asal menguntungkan. Mereka tidak pernah
memikirkan bahwa akibat dari perbuatan merusak tersebut akan merugikan orang
lain sehingga dilaknat oleh Allah swt.
Islam mengajarkan umatnya agar menjaga lingkungan.
Hal ini dapat dilihat dari berbagai ibadah yang dilaksanakan umat Islam. Sebagai
contoh Dalam ibadah haji, para jamaah haji dilarang menebang pohon dan membunuh
hewan. Hal ini mengajarkan kepada kita agar selalu menjaga kelestarian
lingkungan alam. Pepohonan yang ditebangi dan hewan-hewan yang diburu dapat
merusak ekosistem.
Melestarikan lingkungan dapat dimulai dengan
melakukan hal-hal yang sederhana. Misalnya tidak membuang sampah sembarangan,
menyiram bunga, merawat hewan peliharaan, dan menanam pepohonan. Semua itu
merupakan perbuatan yang mungkin tidak sulit bagi kita, tetapi membawa dampak
yang positif bagi alam.
Lingkungan yang terjaga mendatangkan manfaat bagi
manusia. Manusia dapat memperoleh kebutuhan hidupnya dari alam sekitar. Tidak
berbuat kerusakan di muka bumi juga dapat dilakukan dengan senantiasa
menjalankan perintah Allah swt. dan menjauhi larangan-Nya. Dengan berpegang
teguh terhadap syariat-Nya kita akan selamat di dunia dan akhirat serta tidak
akan mengalami nasib sebagaimana umat terdahulu yang melampaui batas.
Ø Surah Al-A'raf Ayat 56-58
tentang Larangan Berbuat Kerusakan
وَلَا تُفۡسِدُواْ فِي ٱلۡأَرۡضِ بَعۡدَ إِصۡلَٰحِهَا وَٱدۡعُوهُ
خَوۡفٗا وَطَمَعًاۚ إِنَّ رَحۡمَتَ ٱللَّهِ قَرِيبٞ مِّنَ ٱلۡمُحۡسِنِينَ ٥٦ وَهُوَ
ٱلَّذِي يُرۡسِلُ ٱلرِّيَٰحَ بُشۡرَۢا بَيۡنَ يَدَيۡ رَحۡمَتِهِۦۖ حَتَّىٰٓ إِذَآ
أَقَلَّتۡ سَحَابٗا ثِقَالٗا سُقۡنَٰهُ لِبَلَدٖ مَّيِّتٖ فَأَنزَلۡنَا بِهِ ٱلۡمَآءَ
فَأَخۡرَجۡنَا بِهِۦ مِن كُلِّ ٱلثَّمَرَٰتِۚ كَذَٰلِكَ نُخۡرِجُ ٱلۡمَوۡتَىٰ لَعَلَّكُمۡ
تَذَكَّرُونَ ٥٧ وَٱلۡبَلَدُ ٱلطَّيِّبُ يَخۡرُجُ نَبَاتُهُۥ بِإِذۡنِ رَبِّهِۦۖ وَٱلَّذِي
خَبُثَ لَا يَخۡرُجُ إِلَّا نَكِدٗاۚ كَذَٰلِكَ نُصَرِّفُ ٱلۡأٓيَٰتِ لِقَوۡمٖ يَشۡكُرُونَ
٥٨
1. Terjemahan.
(56) Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka
bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut
(tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah
amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik.
(57) Dan Dialah yang meniupkan angin sebagai pembawa
berita gembira sebelum kedatangan rahmat-Nya (hujan); hingga apabila angin itu
telah membawa awan mendung, Kami halau ke suatu daerah yang tandus, lalu Kami
turunkan hujan di daerah itu, maka Kami keluarkan dengan sebab hujan itu
pelbagai macam buah-buahan. Seperti itulah Kami membangkitkan orang-orang yang
telah mati, mudah-mudahan kamu mengambil pelajaran. (58) Dan tanah yang baik,
tanaman-tanamannya tumbuh subur dengan seizin Allah; dan tanah yang tidak
subur, tanaman-tanamannya hanya tumbuh merana. Demikianlah Kami mengulangi
tanda-tanda kebesaran (Kami) bagi orang-orang yang bersyukur.
2. Isi Kandungan Surah
Al-A'ra-f Ayat 56-58
Surah al-A'raf ayat 56 berisi penjelasan bahwa Allah
swt. melarang manusia berbuat kerusakan di muka bumi. Kerusakan yang dimaksud
di sini tidak hanya yang berupa fisik terhadap lingkungan. Akan tetapi, berbuat
merusak secara moral, seperti bermaksiat, melampaui batas, dan enggan
beribadah. Dalam kehidupan sehari-hari kita dapat menemukan kerusakan-kerusakan
moral, misalnya dengan maraknya perampokan, pembunuhan, mengundi nasib,
minum-minuman keras, menggunakan narkoba, dan berjudi.
Perbuatan merusak , baik secara fisik dengan tidak
melestarikan lingkungan maupun secara moral dengan berbuat maksiat, sama-sama
berbahaya bagi kehidupan manusia. Dengan demikian, kita dianjurkan untuk
menjauhinya. Akhir ayat ke-56 ini A llah Sw t. memerintahkan kepada manusia
untuk berdoa kepada Allah Swt. agar dijauhkan dari perbuatan yang menimbulkan
kerusakan. Berdoa kepada Allah Sw t. dilak ukan dengan penuh harap dan rasa tak
ut. Penuh harap agar doa dikabulkan dan rasa takut atas dosa serta ancaman-Nya.
Ø Ayat 57 Surah al-A'raf
menjelaskan sebuah proses alam, yaitu proses terjadinya hujan. Allah swt.
meniupkan angin yang membawa kabar gembira. Angin tersebut mendahului
terjadinya hujan. Jika angin tersebut membawa awan mendung, Allah Swt.
menghalau dan mengarahkannya ke daerah yang tandus dan gersang kemudian
turunlah hujan. Air hujan yang diturunkan oleh Allah Swt. membawa rahmat. Air
hujan membasahi tanah yang semula gersang atau kering. Tanah yang telah basah
menjadi subur sehingga kita dapat menanam berbagai macam buah dan tanaman.
Buah-buahan dan tumbuh-tumbuhan berguna bagi manusia dan hewan. Sebagian
mufasir menafsirkan ayat 57 Surah al-A'raf untuk mengingatkan kita bahwa Allah
Swt. berkuasa untuk membangkitkan atau menghidupkan kembali manusia setelah
mati di alam kubur. (Hamka: 2004)
Ø Ayat 58 Surah al-A'raf
memberikan perumpamaan dengan tanah yang subur dan tandus. Penyebutan tanah
yang subur dan tanah yang tandus seperti dijelaskan pada ayat ini menunjukkan
adanya proses alami (sunatullah) yang terjadi di bumi ini. Di atas tanah yang
subur, biji yang ditanam akan tumbuh dengan baik dan menghasilkan buah yang
bermanfaat bagi manusia. Di atas tanah yang tandus, meskipun sudah ditanam
biji, tetapi biji tersebut tidak tumbuh. Perumpamaan tanah yang subur dan tanah
yang tidak subur menggambarkan sifat dan tabiat manusia dalam menerima petunjuk
Allah Swt. Ada manusia yang dapat menerima petunjuk Allah Swt. dan
mengamalkannya untuk dirinya sendiri dan masyarakat. Akan tetapi, ada juga manusia
yang tidak mau menerima kebenaran. Mereka ibarat tanah tandus yang tidak dapat
menumbuhkan biji yang ditanam. Mereka tidak mau menerima kebenaran dan tidak
dapat memperoleh manfaatnya sedikit pun.
Ø Surah Sad Ayat 27 tentang
Ancaman Orang yang Berbuat Merusak
وَمَا خَلَقۡنَا ٱلسَّمَآءَ وَٱلۡأَرۡضَ
وَمَا بَيۡنَهُمَا بَٰطِلٗاۚ ذَٰلِكَ ظَنُّ ٱلَّذِينَ كَفَرُواْۚ فَوَيۡلٞ لِّلَّذِينَ
كَفَرُواْ مِنَ ٱلنَّارِ ٢٧
1. Terjemahan
Dan Kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa
yang ada antara keduanya tanpa hikmah. Yang demikian itu adalah anggapan
orang-orang kafir, maka celakalah orang-orang kafir itu karena mereka akan
masuk neraka.
2. Isi Kandungan Surah Sad
Ayat 27
Allah Swt. pencipta alam semesta beserta isinya. Dia
menciptakan langit, bumi, dan segala sesuatu yang ada di dalamnya. Hanya Dia
yang mampu menciptakan alam raya ini. Dengan demikian, hanya Dia pula yang
patut untuk disembah, dijadikan tempat kita berlindung dan memohon pertolongan.
Ø Dalam Surah Sad ayat 27
Allah Swt. menjelaskan bahwa Dia menciptakan langit dan bumi dengan tidak
sia-sia. Ada dua pendapat atau penafsiran terkait kalimat "Batila".
Pendapat pertama menyatakan bahwa maksud dari sia-sia di sini adalah tidak ada
manfaat atau madaratnya. Pendapat kedua menafsirkan sia-sia sebagai tidak ada
balasan terhadap perbuatan manusia.
Ø Dalam ayat 27 Surah Sad
Allah swt. menyatakan bahwa langit dan bumi yang diciptakan oleh Allah swt.
bermanfaat bagi makhluk. Semua yang ada di antara langit dan bumi tidak
sia-sia. Allah Swt. menciptakan segala sesuatu ada manfaatnya. Semua yang ada
di antara langit dan bumi membawa manfaat yang besar bagi manusia. Misalnya
udara, tanah, air, api, batu, dan pepohonan, binatang, gunung, sungai, laut,
gurun, dan alam lainnya. Semua itu diciptakan dengan tidak sia-sia sebab dapat
dijadikan sebagai ujian bagi manusia. Dengan ujian tersebut, manusia akan
menerima balasan sesuai dengan amal perbuatannya.
Ø Seseorang yang menganggap
bahwa penciptaan langit dan bumi hanya sia-sia digolongkan sebagai orang kafir.
Orang kafir tidak pernah meyakini adanya hari pembalasan. Mereka meyakini bahwa
perbuatannya di dunia tidak menimbulkan akibat apa pun setelah kematiannya.
Mereka tidak menyadari bahwa saatnya nanti di akhirat akan dimintai
pertanggungjawaban atas perbuatannya di dunia. Oleh karena itu, mereka berani
berbuat merusak alam ini. Mereka berbuat sesukanya terhadap alam, tidak peduli
akan mengakibatkan kerusakan sehingga membahayakan umat manusia dan makhluk
lain. Jika seseorang bersikap demikian, Allah memperingatkannya untuk
dimasukkan di neraka. (Husi Thoyar, Pendidikan Agama Islam: 2011).
C. Konflik
Pertambangan
1.
Pengertian
Konflik
Secara etimologi, konflik (conflict)
berasal dari bahasa latin configere yang berarti saling memukul. Menurut Antonius, dkk konflik adalah
suatu tindakan salah satu pihak yang berakibat menghalangi, menghambat, atau
mengganggu pihak lain dimana hal ini dapat terjadi antar kelompok masyarakat
ataupun dalam hubungan antar pribadi. Hal ini sejalan dengan pendapat Morton Deutsch, seorang pionir
pendidikan resolusi konflik yang menyatakan bahwa dalam konflik, interaksi
sosial antar individu atau kelompok lebih dipengaruhi oleh perbedaan daripada
oleh persamaan. Sedangkan menurut
Scannell konflik adalah suatu hal alami dan normal yang timbul karena
perbedaan persepsi, tujuan atau nilai dalam sekelompok individu. Hunt dan Metcalf membagi konflik menjadi
dua jenis, yaitu :
a) Intrapersonal
conflict (konflik intrapersonal) .
b) Interpersonal
conflict (konflik interpersonal) .
Konflik intrapersonal adalah
konflik yang terjadi dalam diri individu sendiri, misalnya ketika keyakinan
yang dipegang individu bertentangan dengan nilai budaya masyarakat, atau
keinginannya tidak sesuai dengan kemampuannya.
The
Big Book of Conflict Resolution Games. United States of America: McGraw – Hill
Companies, Inc 2010.
Konflik
intrapersonal ini bersifat psikologis, yang jika tidak mampu diatasi dengan
baik dapat menggangu bagi kesehatan psikologis atau kesehatan mental (mental
hygiene) individu yang bersangkutan. Sedangkan konflik interpersonal ialah
konflik yang terjadi antar individu. Konflik ini terjadi dalam setiap
lingkungan sosial, seperti dalam keluarga, kelompok teman sebaya, sekolah,
masyarakat dan negara. Konflik ini dapat
berupa konflik antar individu dan kelompok, baik di dalam sebuah kelompok
(intragroup conflict) maupun antar kelompok (intergroup conflict). Dalam
penelitian ini titik fokusnya adalah pada konflik sosial remaja, dan bukan
konflik dalam diri individu (intrapersonal conflict). Berdasarkan uraian dan
pendapat para pakar di atas, maka dapat disimpulkan bahwa konflik adalah adanya
pertentangan yang timbul di dalam seseorang (masalah intern) maupun dengan
orang lain (masalah ekstern) yang ada di sekitarnya. Konflik dapat berupa
perselisihan, adanya keteganyan, atau munculnya kesulitan-kesulitan lain di
antara dua pihak atau lebih. Konflik sering menimbulkan sikap oposisi antar
kedua belah pihak, sampai kepada mana pihak-pihak yang terlibat memandang satu
sama lain sebagai pengahalang dan pengganggu tercapainya kebutuhan dan tujuan
masing- masing.
2. Konflik Dalam Pertambangan
Usaha pertambangan merupakan kegiatan
untuk mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya alam tambang (bahan galian) yang
terdapat dalam bumi Indonesia. Menurut Salim, pertambangan adalah sebagian atau
seluruh tahapan kegiatan dalam rangka penelitian, pengelolaan dan pengusahaan
mineral atau batubara yang meliputi penyelidikan umum, eksploitasi, studi
kelayakan, kontruksi, pertambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan
serta kegiatan pascatambang. Sementara menurut Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan
Batubara Pasal 1 butir (1) disebutkan pertambangan adalah sebagian atau seluruh
tahapan kegiatan dalam rangka penelitian, pengelolaan, dan pengusahaan mineral
atau batubara yang meliputi penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi,
penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta
kegiatan pasca tambang.
Berdasarkan kedua definisi
tersebut, Pertambangan adalah
rangkaian kegiatan dalam rangka upaya pencarian, penambangan (penggalian),
pengolahan, pemanfaatan dan penjualan bahan galian (mineral, batubara, panas bumi, migas) Jadi Ilmu Pertambangan :
ialah ilmu yang mempelajari secara teori dan praktik hal-hal yang
berkaitan dengan industripertambangan berdasarkan prinsip praktik
pertambangan yang baik dan benar (good mining practice). Paradigma baru
kegiatan industri pertambangan
ialah mengacu pada konsep pertambangan yang berwawasan Lingkungan
dan berkelanjutan, yang
meliputi :
a)
Penyelidikan Umum (prospecting).
g)
Pengolahan (mineral dressing).
k)
Pengakhiran Tambang (Mine Closure).
Selain memberikan keuntungan kegiatan
pertambangan juga memberikan dampak pada kehidupan masyarkat. Dampak yang
muncul dalam kegiatan pertambangan adalah Dampak sosial ekonomi menurut
Homenauck dapat dikategorikan ke dalam kelompok kelompok dampak nyata (real
impact) dan dampak khusus (special impact). Dampak nyata (real impact) adalah
dampak yang timbul sebagai akibat dari aktivitas proyek, pra konstruksi,
konstruksi, operasi dan pasca operasi, misalnya migrasi penduduk, kebisingan
atau polusi udara. Dampak Khusus (special impact) adalah suatu dampak yang
timbul dari persepsi masyarakatb terhadap resiko dari adanya proyek. Dampak
pada kondisi sosial-ekonomi pada penelitian ini dikaji melalui peluang
berusaha, peningkatan pendapatan, perubahan mata pencaharian, perubahan
perilaku masyarakat, kejadian migrasi serta konflik.
Konflik (sengketa) pertambangan yang dimaksud
dalam penelitian adalah konflikantara investor dengan masyarakat lokal yang
terjadi dalam pelaksanaan kegiatan pertambangan. Sedangkan masyarakat lokal
adalah kelompok masyarakat yang secara historis memiliki teritorial dan
identitas diri dan mengidentifikasikan diri sebagai kelompok yang berbeda.
Masyarakat tradisional atau lokal merupakan suatu ciri masyarakat yang masih
menjaga tradisi peninggalan nenek moyangnya baik dalam aturan hubungan antara
manusia maupun dengan alam sekitarnya yang mengutamakan keselarasan dan keharmonisan.
Van Maydell, dalam bedah bukunya Sardjono berpendapat bahwa masyarakat lokal
pada dasarnya cukup bila dibedakan atas 2 kelompok yaitu :
Ø Pemburu
(hunters) dan peramu (gatherers) hasil hutan atau juga diistilahkan dengan “penghuni hutan” (forest dwellers).
Ø Para
petani di sekitar hutan (forest farmers) yang pada umumnya merupakan penduduk di sekitar hutan. Masyarakat tradisional
sejak lama memahami perlunya dan
berusaha melindungi lingkungan hidupnya yang berupa hutan dan alam sekitarnya melalui
berbagai aturan adat tidak tertulis.
Kegiatan pertambangan menurut Salim HS
tidak selalu dapat dilaksanakan dengan baik oleh kontraktor yang ditunjuk atau
pemegang izin pertambangan. Dalam melaksanakan kegiatan tambang, kontraktor
yang ditunjuk selalu menimbulkan masalah. Masalah itu tidak hanya terjadi
antara masyarakat dengan kontraktor atau pemegang izin pertambangan tapi juga
antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah. Kesenjangan penerimaan penghasilan
juga diperoleh pada level pemerintah, antara pemerintah daerah penghasil
tambang dengan penerimaan pemerintah pusat serta kerusakan lingkungan yang
disebabkan oleh kegiatan pertambangan.
Simon Fisher, dkk dalam Salim HS
mengemukakan enam teori yang mengkaji dan
menganalisis penyebab terjadinya konflik.
D. Teori
Penyebab Konflik.
1.
Teori
Hubungan Masyarakat.
Teori ini berpendapat bahwa penyebab
terjadinya konflik adalah oleh polarisasi (kelompok yang berlawanan) yang terus
terjadi, ketidak percayaan dan permusuhan diantara kelompok yang berbeda dalam
suatu masyarakat.
2.
Teori
Negosiasi Prinsip.
Teori ini menganggap bahwa penyebab
terjadinya sengketa adalah dikarenakan posisi-posisi yang tidak selaras dan
perbedaan pandangan tentang sengketa oleh pihak-pihak yang mengalami konflik.
3.
Teori
Identitas.
Asumsi dari teori ini adalah terjadinya
konflik disebabkan karena identitas yang terancam, yang sering berakar pada
hilangnya sesuatu atau penderitaan dimasa
lalu yang tidak diselesaikan.
4.
Teori
Kesalahpahaman.
Menurut teori ini, sengketa terjadi
disebabkan tidak sesuainya cara-cara dalam komunikasi di antara berbagai budaya
yang berbeda.
5.
Teori
Transformasi Konflik.
6.
Menurut teori ini, sengketa terjadi
disebabkan tidak sesuainya cara-cara dalam komunikasi di antara berbagai budaya
yang berbeda.
7.
Teori
Kebutuhan Manusia.
Berasumsi bahwa sengketa disebabkan oleh
kebutuhan dasar manusia, baik fisik, mental dan sosial yang tidak terpenuhi
atau dihalangi. Keamanan, identitas, pengakuan, partisipasi, dan otonomi sering
menjadi inti diskusi. Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa konflik pertambangan merupakan konflik yang terjadi dalam
pelaksanaan kegiatan pertambangan, dimana pada kegiatan pertambangan tidak
selalu dapat dilaksanakan dengan baik oleh kontraktoryang ditunjuk atau
pemegang izin pertambangan dan menimbulkan masalah.
E. Resolusi
Konflik.
Resolusi konflik yang dalam bahasa
Inggris adalah conflict resolution memiliki makna yang berbeda-beda menurut
para ahli yang fokus meneliti tentang konflik. Resolusi dalam Webster
Dictionary menurut Levine adalah :
Ø
Tindakan mengurai suatu permasalahan.
Ø Pemecahan.
Ø Penghapusan
atau penghilangan permasalahan.
Sedangkan Weitzman & Weitzman dalam Morton &
Coleman didefinisikan sebagai sebuah tindakan pemecahan masalah bersama (solve
a problem together), Menurut Mindes, resolusi konflik
merupakan kemampuan untuk menyelesaikan perbedaan dengan yang lainnya dan
merupakan aspek penting dalam pembangunuan sosial dan moral yang memerlukan
keterampilan dan penilaian untuk bernegoisasi, kompromi serta mengembangkan
rasa keadilan. Sedangkan menurut Fisher
et al, resolusi konflik adalah usaha menangani sebab-sebab konflik dan
berusaha membangun hubungan baru yang bisa tahan lama di antara
kelompok-kelompok yang berseteru. Sebagai suatu proses sosial yang sifatnya
dinamis, konflik sangat rentan terhadap pengaruh- pengaruh yang berasal dari
berbagai aspek. Sifatnya yang dinamis cenderung membuat konflik dapat dikelola
untuk mencapai suatu resolusi, dimana resolusi tersebut merupakan suatu keadaan
dimana kepentingan yang mengalami pergesekan dapat bertemu dan menetapkan
kesepakatan bersama. Menurut Bunyamin
Maftuh, dispute (sengketa) akan dikelola melalui penguatan keamanan militer dan
tekanan-tekanan maupun ancaman. Sebaliknya, kekerasan sebagai produk
kalkulasi rasional menempatkan individu dan kelompok dalam hubungan konflik
yang dinamis dan terlembagakan. Perilaku kekerasan bisa ditransformasikan menjadi perilaku perdamaian
karena para aktor memiliki kreativitas. Namun demikian transformasi perilaku
kekerasan menjadi perilaku damai akan ditentukan oleh kemungkin-kemungkinan
pemecahan masalah yang dapat ditafsirkan oleh para pihak berkonflik. Hal ini
berarti membutuhkan suatu jaminan kelembagaan sosial yang menjadi tempat bagi
pihak berkonflik untuk memperhitungkan berbagai kemungkinan pemecahan masalah
tersebut melalui fungsi negoisasi atau dialog, pendapat serupa juga disampaikan oleh Anderson, bahwa situasi konflik
selalu membawa kemungkinan perdamaian karena dalam fakta empirisanya suatu
wilayah konflik dan perang terdapat sistem dan kelembagaan yang bisa dijadikan
sebagai proses menuju perdamaian. Proses
yang mengandung unsur dialog dan negoisasi di antara para pihak yang
berkonflik. Istilah tata kelola konflik (conflict management) belum cukup populer ilmu sosial Indonesia lebih
mengenal istilah pengelolaan konflik (conflict
management). Kedua istilah tersebut tidak terlalu menyolok perbedaannya
walapun conflict governance dianggap lebih mendasarkan diri pada konsep ideal
demokrasi. Pada dasarnya menurut Fisher
lembaga tata konflik, lembaga tata kelola memiliki tujuan utama mengubah
konflik tidak produktif yang muncul dalam bentuk kekerasan menjadi konflik
produktif yang muncul dalam bentuk dialog dan negosiasi damai. Lembaga ini
tidak bertugas menemukan pemecahan masalah karena hal ini akan dicapai oleh
para pihak konflik melalui proses negoisasi. Hunt dan Metcalf membagi konflik
menjadi dua jenis, yaitu intrapersonal conflict (konflik intrapersonal) dan
interpersonal conflict (konflik interpersonal). Konflik intrapersonal adalah
konflik yang terjadi dalam diri individu sendiri, misalnya ketika keyakinan
yang dipegang individu bertentangan dengan nilai budaya masyarakat, atau
keinginannya tidak sesuai dengan kemampuannya. Konflik intrapersonal ini
bersifat psikologis, yang jika tidak mampu diatasi dengan baik dapat menggangu
bagi kesehatan psikologis atau kesehatan mental (mental hygiene) individu yang
bersangkutan. Sedangkan konflik interpersonal ialah konflik yang terjadi antar
individu. Konflik ini terjadi dalam setiap lingkungan sosial, seperti dalam
keluarga, kelompok teman sebaya, sekolah, masyarakat dan negara. Konflik ini
dapat berupa konflik antar individu dan kelompok, baik di dalam sebuah kelompok
(intragroup conflict) maupun antar kelompok (intergroup conflict). Dalam
penelitian ini titik fokusnya adalah pada konflik sosial remaja, dan bukan
konflik dalam diri individu (intrapersonal conflict). Secara ideal demokrasi seharusnya menampilkan
tata kelola konflik yang memiliki kelembagaan tiga dimensi pengelolaan yang
beroperasi secara dinamis. Walaupun pada setiap konteks konflik selali memiliki
desain kelembagaan tata kelola konflik yang berbeda. Kenyataan ini kemudian
difasilitasi oleh desentralisasi kekuasaan dan otonomi daerah yang memberi
kemungkinan besar kelembagaan tata kelola konflik bisa dibangun di tingkat
daerah. Metode resolusi konflik melalui konsep tata kelola konflik (conflict
governance). Konsep tersebut melibatkan penggunaan seluruh sumber daya yang ada,
disertai strategi yang tepat, sehingga tujuan dari resolusi tersebut dapat
dicapai dengan baik. Resolusi konflik dapat dicapai dengan dua cara, yakni
pengaturan sendiri oleh pihak-pihak yang berkonflik (self regulation), dan
melalui intervensi pihak ketiga (third party intervention). Dalam pengaturan
sendiri, pihak-pihak yang terlibat menyusun strategi konflik untuk mencapai
tujuannya. Sementara apabila melibatkan pihak ketiga, terdiri atas; resolusi
melalui pengadilan, proses administrasi, dan resolusi perselisihan
alternatif. Berdasarkan penjelasan yang
telah diungkapkan oleh beberapa pakar, maka dapat dijabarkan bahwa dalam menganalis konflik sedikitnya terdapat
beberapa indikator penting. Indikator-indikator tersebut antara lain
sebagai berikut:
1. Interaksi
(interaction).
Interaksi (interaction), yakni
hubungan-hubungan sosial yang
terjadi antara Individu
ataupun kelompok yang
dapat menyebabkan konflik.
2. Sumber-sumber
konflik (source).
Sumber-sumber
konflik (source), yang meliputi :
perbedaan fisik, perbedaan kepentingan,
perbedaan perlakuan, perbedaan
identitas, kekecewaan,
keterbatasan sumber daya,
bahasa, terputusnya komunikasi,
perbedaan persepsi, dan stereotip.
3.
Pihak-pihak yang berkonflik (stakeholder).
Pihak-pihak yang berkonflik (stakeholder), yakni
pihak-pihak yang berkonflik atau memiliki kepentingan atas terjadinya konflik,
meliputi : individu, kelompok, dan pihak ketiga (mediator, free rider, dan lain
sebagainya). Berdasarkan pemaparan teori menurut para ahli tersebut maka dapat
ditarik kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan resolusi konflik adalah suatu
cara individu untuk menyelesaikan masalah yang sedang dihadapi dengan individu
lain secara sukarela. Resolusi konflik juga menyarankan penggunaan cara-cara
yang lebih demokratis dan konstruktif untuk menyelesaikan konflik dengan
memberikan kesempatan pada pihak-pihak yang berkonflik untuk memecahkan masalah
mereka oleh mereka sendiri atau dengan melibatkan pihak ketiga yang bijak,
netral dan adil untuk membantu pihak-pihak yang berkonflik memecahka
masalahnya.
F. Problematika
Konflik Pertambangan.
Keberadaan
perusahaan tambang di Indonesia kini banyak dipersoalkan oleh berbagai
kalangan, ini disebabkan keberadaan perusahaan tambang tersebut telah
menimbulkan
dampak negatif di dalam pengusahaan bahan galian.
Dampak
negatif dari keberadaan perusahaan tambang adalah meliputi:
Ø Rusaknya
hutan yang berada di dearah lingkar tambang.
Ø Tercemarnya
laut.
Ø Terjangkitnya
penyakit bagi masyarakat yang bermukim di daerah lingkar tambang.
Ø Konflik
antara masyarakat yang tinggal di sekitaran lingkar tambang dengan perusahaan pemilik/pengelola
tambang; dan lainnya.
Kegiatan
pertambangan banyak menimbulkan ketimpangan. Ketimpangan
pendapatan
(kemakmuran) antara pengusaha pertambangan dengan
kesejahteraan
masyarakat sekitar wilayah pertambangan.
Ketimpangan-
ketimpangan yang terjadi dalam setiap tahap kegiatan pertambangan:
1.
Tahap
Penyelidikan Umum.
a) Lahirkan
pro dan kontra yang memicu benih perpecahan antar masyarakat.
b) Beredar
janji-janji manis ‘bahasa surga’ seperti masyarakat akan sejahtera, refitalisasi
tempat-tempat umum, jalan diperbaiki, listrik terang benderang, menjadi kota
ramai, sehingga gaya hidup masyarakat mulai berubah.
c) Beredar
informasi yang simpang siur dan membingungkan.
2.
Tahap
Eksplorasi.
Konflik antar pemilik kepentingan mulai
terbuka. Pada posisi ini biasanya Pemerintah mulai menujukan keberpihakan pada
perusahaan, Bujuk rayu, intimidasi, hingga teror dan ancaman makin meningkat.
3.
Tahap
Eksploitasi.
Dimulainya Penghancuran gunung, hutan,
sungai dan laut. Dimulainya proses pembuangan limbah Tailing yang akan meracuni
sumber air dan pangan, Limbah Tailing dan batuan akan menjadi masalah dari hulu
hingga hilir.
Dimulainya kerja-kerja akademisi,
penalaran, penelitian dan konsultan bayaran untuk membuktikan bahwa tidak ada
pencemaran. Meningkatnya konflik antar masyarakat dan masyarakat dengan pejabat
Negara. Penguasaan sumberdaya alam, pencemaran lingkungan dan proses
pemiskinan.
Meningkatnya pelanggaran Hak Asasi
Manusia, kasus korupsi dan suap.
Meningkatnya kasus asusila karena akan
terbukanya fasilitasi judi dan tempat prostitusi.
4.
Tahapan
Tutup Tambang.
a)
Makin terpuruknya ekonomi lokal dan
menigkatnya jumlah pengangguran.
b)
Terbentuknya danau-danau asam dan
beracun yang akan terus ada dalam jangka waktu yang panjang, Tidak pulihnya
ekosistem yang dirusak oleh perusahaan tambangan.
c)
APBD banyak terkuras untuk menutupi
protes rakyat sementara perusahaan telah pergi meninggalkan berbagai masalah.
Menurut Salim konflik atau sengketa yang sering terjadi dalam pertambangan
antara lain:
Ø Konflik
antara (masyarakat adat) dengan perusahaan tambang.
Ø Konflik
karena Pencemaran lingkungan disekitar wilayah pertambangan.
Ø Konflik
antara pemilik tanah dengan perusahaan tambang (pertanahan).
Ø Konflik
antara pemerintah (Negara) dengan perusahaan tambang.
Ø Konflik
perburuhan.
Ø Konflik
pengembangan masyarakat.
G.
PEMETAAN KONFLIK.
Pemetaan konflik dilakukan dengan
mengelompokkannya ke dalam ruang-ruang konflik. Kriteria-kriteria ruang konflik
tersebut menurut Salim HS terbagi ke dalam lima ruang konflik, yaitu:
d) Konflik Data.
Konflik data, terjadi ketika seseorang
mengalami kekurangan informasi yang dibutuhkan untuk mengambil keputusan yang
bijaksana, mendapat informasi yang salah, tidak sepakat mengenai data yang
relevan, menerjemahkan informasi dengan cara yang berbeda atau memakai tata
cara pengkajian yang berbeda.
a.
Konflik
Kepentingan.
Konflik kepentingan, disebabkan oleh
persaingan kepentingan yang dirasakan atau yang secara nyata memang tidak
bersesuaian. Konflik kepentingan terjadi karena masalah yang mendasar atau
substantif (misalnya uang dan sumberdaya), masalah tata cara (sikap dalam
menangani masalah) atau masalah psikologis (persepsi atau rasa percaya, keadilan,
rasa hormat).
b.
Konflik
hubungan antar manusia.
Konflik hubungan antar manusia terjadi
karena adanya emosi-emosi negatif yang kuat, salah persepsi, salah komunikasi
atau tingkah laku negatif yang berulang (repetitif). Masalah-masalah ini sering
menimbulkan konflik yang tidak realistis atau yang sebenarnya tidak perlu
terjadi.
c.
Konflik
Nilai.
Konflik hubungan antar manusia terjadi
karena adanya emosi-emosi negatif yang kuat, salah persepsi, salah komunikasi
atau tingkah laku negatif yang berulang (repetitif). Masalah-masalah ini sering
menimbulkan konflik yang tidak realistis atau yang sebenarnya tidak perlu
terjadi.
d.
Konflik
Struktural.
Konflik struktural, terjadi ketika
adanya ketimpangan untuk melakukan akses dan kontrol terhadap sumberdaya, pihak
yang berkuasa dan memiliki wewenang formal untuk menetapkan kebijakan umum,
biasanya memiliki peluang untuk meraih akses dan melakukan kontrol sepihak
terhadap pihak lain. Simon Fisher dkk dalam Salim mengemukakan teori yang
menyebabkan terjadinya konflik dalam masyarakat antara lain teori hubungan
masyarakat menyebabkan adannya kelompok yang berlawanan sehingga muncul
permusuhan, dan teori kebutuhan manusia menyebabkan terjadinya konflik karena
tidak terpenuhi atau terhalanginya kebutuhan dasar manusia baik fisik maupun
mental. Konflik masyarakat dengan pertambangan tidak hal yang baru di
Indonesia. Pertambangan merupakan kegiatan untuk melakukan eksplorasi,
eksploitasi dan memilih mineral, menyuling, dan operasi lainnya dibawah tanah.
Pengertian pertambangan dijumpai dalam Undang- Undang No 4 tahun 2009,
pertambangan adalah sebagian atau seluruh tahapan pengelolaan dan pengusahaan
mineral atau batubara yang meliputi penyelidikan umum, eksplorasi, studi
kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan
penjualan, serta kegiatan pasca tambang. Konflik yang terjadi antara masyarakat
dengan pertambangan menurut Maimunah dan Salim HS antara lain karena :
a)
Salah
Urus Pengelolaan Tambang.
Salah urus terhadap pengelolaan bahan
tambang yang hanya dipandang sebagai komoditas penghasil devisa dan PAD
(Pendapatan Asli Daerah), sehingga seluruh upaya diserahkan mengeluarkan izin
pertambangan sebanyak-banyaknya tanpa memikirkan dampak yang terjadi akibat
pemberian izin tersebut.
b)
Pengingkaran
Hak Rakyat Atas Penguasaan Dan Pengelolaan Tanah.
Pengingkaran hak rakyat atas penguasaan
dan pengelolaan tanah, tidak ada satupun Kontrak Karya Pertambangan yang
mendaptkan izin persetujuan rakyat terlebih dahulu sebelum berdirinya
perusahaan tambang.
c)
Daya
Rusak Sektor Tambang.
Daya rusak sektor tambang tidak bisa
dikelola dengan baik oleh perusahaan dan Negara. Ketakutan masyarakat terhadap
dibuangnya limbah sisa hasil pertambangan akan menyebabkan pencemaran air.
Abiodun Alao menjelaskan air dan tanah dalam kategori sumber daya yang vital
bagi kelangsungan hidup manusia. Sedangkan sumber daya alam yang lain seperti
minyak bumi, batu bara dan gas bumi dikategorikan sebagai sumber daya yang
digunakan untuk mendukung pencapaian kenyamanan hidup manusia. Maka tak urung
air menempati posisi yang berbeda dibandingkan sumber daya alam yang lainnya
karena air menjadi sumber daya yang esensial dalam kelangsungan hidup manusia
sehingga cara apapun dilakukan untuk mengamankan pasokan air, baik dengan jalur
diplomasi maupun konfrontasi.
H.
MENAKAR KONFLIK
PERTAMBANGAN.
Kisah pertambangan di berbagai negara,
termasuk di seluruh wilayah Indonesia, tak pernah luput dari cerita konflik
multi-pihak dan multi-dimensional. Sejarah panjang pertambangan di Indonesia,
misalnya, dimulai sejak akhir abad XIX oleh Rejim Penjajah Belanda, menimbulkan
gejolak kepemilikan.Karena itu, Pada tahun 1958 Presiden Soekarno
menasionalisasikan korporasi pertambangan Belanda kedalam perusahaan milik
negara, Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Beberapa contoh perusahaan
pertambangan nasional dan multinasional di tanah air selalu dihiasi berbagai
konflik multi-pihak dan multi-dimensional.
Kehadiran PT Freeport Indonesia
berdasarkan persetujuan Pemerintah, Kontrak Kerja, dalam perjalanan aktivitas
penambangan menimbulkan berbagai konflik dengan masyarakat lokal (Suku Amungme
dan Komoro). Di daerah Minahasa Raya, masyarakat Pante Buyat berkonflik dengan
Perusahaan tambang PT Newmont Minahasa Raya (NMR) akibat tailing beracun yang
mencemari teluk buyat. PT Manggarai Manganese yang mendapat konsesi eksplorasi
di Kabupaten Manggarai Timur juga diwarnai konflik dengan masyarakat lokal. PT
Sumber Jaya Asia (SJA) yang menambang di Hutan Lindung Galak Rego pun menuai
masalah dan konflik. Itulah sejumlah contoh kasus konflik yang terjadi dalam
proses penambang mineral di wilayah Nusantara.
1.
Menakar
Makna dan Akar Konflik.
Deanna Kemp dalam Just Relations and
Company-Community Conflict in Mining
(2010), menyebut sumber konflik di sektor pertambangan berakar pada relasi yang
tidak setara antara warga dan korporasi (pengusaha). Hubungan yang tidak setara
itu berakibat pada pembagian keuntungan yang tidak adil. Dalam kajian Deanna
Kemp, eskalasi konflik dipicuh oleh kepentingan ekonomi atau ketahanan
sumber-sumber penghidupan, akses dan kepemilikan terhadap tanah dan air serta
dampak lingkungan yang ditimbulkan oleh aktivitas industry ekstraktif. Selain
itu, konflik dapat bersumber pada masalah gender, pelemahan terhadap kohesi
sosial dan keyakinan budaya, kekerasan atau pelecehan hak-hak dasar warga (HAM)
dan ketidak-adilan dalam distribusi keuntungan. Dengan kata lain, konflik
terjadi karena perusahaan tambang mengabaikan persoalan-persoalan lingkungan
yang terkaiterat dengan dimensi kemanusiaan. Berdasarkan model triangle konflik
dari Johan Galtung (Miall, H; Rambostham, O& Woodhouse, T, 2005), konflik
diilustrasikan sebagai kontradiksi antar semua pihak karena perbedaan
kepentingan. Konflik dalam aras ini dipicuh oleh perbedaan kepentingan dalam
relasi, kesalah-pahaman (misperceptions), emosi (ketakutan, kemarahan dan
kegetiran), pemaksaan, permusuhan, ancaman dan serangan destruktif yang terjadi
diantara pemangku kepentingan. Tensi ketegangan dan konflik dapat meningkat
secara signifikan manakala semua pemangku kepentingan tidak mampu membangun
sebuah komunikasi dan pemahaman yang baik dan efektif. Perbedaan persepsi dan
paradigma yang tajam juga dapat merusak relasi dan meningkatkan konflik. Di
hadapan konflik yang selalui mewarnai sektor usaha pertambangan, segelintir
orang berpendapat bahwa konflik tidak selalu destruktif, tetapi memiliki sebuah
potensi kekuatan positif yang mengarah pada hasil yang lebih baik pada tingkat
komunitas lokal (Bebbington and Burry, 2009; Zandvliet, 2005; Zandvliet and
Anderson, 2009). Dalam perspektif ini, semua pemangku kepentingan yang terlibat
dalam konflik semakin menyadari makna keadilan dan kesetaraan, mengerti tentang
hak-hak dasar orang lain yang harus dihargai dan diakui. Konflik mendorong
semua pihak untuk memahami dan menemukan model dan strategi penyelesaian
konflik yang tepat dan bermartabat. Jadi, salah satu dampak positif dan
konstruktif dari sebuah konflik yang terjadi adalah adanya peningkatan
pemahaman dan kesadaran baru pada semua pihak. Bagaimana pun, dalam sebuah konflik,
semua pihak mengalami peningkatan pengetahuan tentang segala sesuatu yang
terkait erat dengan kepentingan kelompok dan hajat hidup orang banyak. Lebih
dari itu, semua pihak juga dapat belajar apa artinya transparansi,
akuntabilitas serta semua langkah prosedural yang dibutuhkan untuk
terlaksananya sebuah investasi yang aman dan profitable demi kesejahteraan
hidup bersama (common good). Jelaslah bahwa ada beberapa faktor kontekstual
yang berperan dalam melahirkan konflik di sektor pertambangan (Bdk. Bebbington
et al., 2008). Para pakar tetap konsisten pada temuan mereka bahwa kelalaian
dan kurangnya koordinasi oleh pihak manajemen perusahaan telah menjadi penyebab
terjadinya konflik antara korporasi dan warga komunitas setempat. Dampak
negatif yang menimbulkan eskalasi konflik yang lebihbesar ketika penambangan
terjadi di atas tanah komunal atau adat (hak ulayat masyarakat adat), di mana
terjadi benturan paradigma, persepsi, pemaknaan nilai-nilai kearifan lokal
antara korporasi dan masyarakat adat setempat berkaitan dengan tanah dan segenap pranata budayanya. Dalam banyak
kasus, korporasi hanya melihat tanah dan segenap kekayaannya dalam perspektif
ekonomi-bisnis (nilai komoditi). Sementara itu, tanah bagi sejumlah masyarakat
adat Nusantara, memandang tanah dalam perspektif kultural sebagai ibu yang
memberi makan kepada mereka. Ibu tanah ini harus dirawat dan dipelihara,
bukannya dijual untuk dihancurkan.
2.
Studi
Kasus Perbandingan (Comperative of Case).
Dalam salah satu penelitian yang
dilakukan oleh Bebbington dan Bury (2009) berkaitan dengan konflik tambang di
Peru, disimpulkan bahwa keterlibatan pihak ketiga (third parties) akan
meningkatkan keberlanjutan (sustainability) konflik dan bahwa ‘broker’ atau
makelar dari luar dapat memperkuat kekuasaan yang asimetris dan melestarikan
konflik. Jika ditelaah lebih jauh, maka secara faktual, korporasi memiliki
aturan mainnya sendiri yang tidak memadai untuk mencapai keadilan di hadapan
konflik sumber daya alam. Dalam kasus pertambangan di Peru dan juga dapat terjadi
di wilayah lain di dunia, ditemukan bahwa konflik selalu terkait erat dengan
tiga hal yakni alokasi lahan, relasi kekuasaan dan kesenjangan, dan kegagalan
korporasi merespon pemahaman dan cara pandang masyarakat adat. Bagaimana pun,
konflik itu muncul karena masyarakat adat di sekitar tambang tidak diberi
kesempatan untuk menyuarakan kepentingan dan kebutuhan mereka dalam konteks
investasi. Penelitian di sektor pertambangan, yang dilakukan oleh Bidang
Advokasi JPIC OFM Indonesia (2012, 2013 & 2014), ditemukan berbagai faktor
dan aktor dalam konflik pertambangan. Dalam studi kasus PT Arumbai Mangabekti,
PT Manggarai Manganese, PT Aditya Bumi Pertambangan, PT Soe Makmur Resources,
disana dapat dipetakan model konflik pertambangan. Konflik pertambangan multi-dimensional,
melibatkan multi pihak, seperti Perusahaan Pertambangan, komunitas setempat,
tokoh agama dan LSM, Pemerintah
setempat, masyarakat sekitar, pemilik lahan, para pekerja lokal, aparat
keamanan (Kepolisian dan TNI) dan aparat penegak hukum (Kejaksaan dan
Pengadilan setempat). Konflik itu terpolarisasi dalam dua kelompok kepentingan
investasi, yang disebut dengan pro-kontra pertambangan. Secara sederhana, para
aktor yang terlibat dalam konflik pertambangan dapat dikategorisasikan sbb:
Kategori pertama adalah para pihak pro (setuju) investasi pertambangan biasanya
terdiri dari korporasi pertambangan, Pemerintah setempat yang menerbitkan IUP,
aparat keamanan dan penegak hukum, Pemangku/Tetua adat dan warga adat yang
sudah “dibeli” oleh perusahaan dan yang sudah diintimidasi oleh Pemerintah dan
aparat keamanan dan penegak hukum serta para pekerja lokal. Kategori kedua
adalah para pihak yang kontra (menolak) investasi pertambangan. Mereka itu
adalah tokoh agama setempat, pro Lingkungan hidup, LSM yang peduli lingkungan
dan anti pertambangan, warga masyarakat (korban eksploitasi tambang dan yang
terkena dampak), Tua adat yang mempertahankan hak ulayat dan para pemilik
lahan. Faktor pemicuh konflik bisa beragam. Konflik dapat bersumber dari
kontestasi lahan komunal adat (tanah ulayat) yang melibatkan berbagai pihak
dengan kepentingan, kebutuhan dan posisi yang berbeda-beda. Akar konflik ini
berelasi erat dengan masalah partisipasi warga masyarakat dalam proses
pengambilan keputusan bersama (musyawarah kampung), yang dihubungkan dengan
berbagai tekanan dan manipulasi dari orang lain, kekuasaan yang tidak setara
dan pelanggaran terhadap hak asasi manusia, khususnya hak-hak ekonomi, sosial
dan budaya (Bdk. Kovenan internasional tentang hak asasi manusia). Konflik akan
memunculkan pola-pola resistensi dan perlawanan serta protes yang
berkepanjangan. Aksi protes dan perlawanan biasanya dilakukan oleh
kelompok-kelompok anti pertambangan untuk menggugat kebijakan pertambangan dan
mendorong pembatalan ijin usaha pertambangan (IUP) di sebuah wilayah
pertambangan. Gerakan perlawanan komunitas (didukung -/+60 komunitas),
masyarakat lingkar tambang muncul dari sebuah kesadaran akan kehilangan hak-hak
ekonomi, social dan budaya setempat. Lahan-lahan perkebunan dan curah laharan
Gunung Kelud di aliranSungai Seringjing dialihkan menjadi wilayah pertambangan.
Demikian juga kekayaan hutan yang terawat serta sumber-sumber air yang menopang
kehidupan masyarakat tergaruk-hilang oleh aktivitas penambangan yang masif.
Warga masyarakat terjebak dalam pusaran konflik, tindakan intimidasi dan
manipulasi serta iklim ketidak-nyamanan dalam ruang kehidupan mereka. Alih-alih
menyejahterakan warga (“bahasa SURGA”), menaikan pendapatan ekonomi keluarga
dan mempercepat pembangunan, warga justeru terpental dalam perputaran persoalan
yang rumit dan berkepanjangan. Jika membaca alur historis dari kehadiran dan
aktivitas pertambangan di seuruh wilayah negara Republik Indonesia, maka hampir
pasti bahwa semua perusahaan pertambangan tidak luput dari konflik, meski
secara yuridis telah mengantongi ijin usaha pertambangan dari Pemerintah
setempat. Fakta historis ini nampaknya tidak pernah mendapatkan sebuah solusi
yang tepat, khususnya dari para pengambil kebijakan di negeri ini. Disinyalir
bahwa hingga saat ini Pemerintah belum menyediakan seperangkat peraturan yang
dijadikan pedoman resolusi konflik di wilayah pertambangan. Pedoman tersebut
mestinya menjadi semacam seperangkat proses, langkah dan tahapan yang dapat
digunakan untuk penyelesaian konflik pertambangan demi jaminan kepastian sebuah
investasi. Lebih dari itu, pedoman tersebut dapat dimanfaatkan untuk menjamin
hak-hak masyarakat kecil dan semua pemangku kepentingan yang terlibat di dalam
konflik pertambangan. Karena itu, satu hal yang paling penting untuk
meminimalisir konflik pertambangan adalah kebutuhan untuk membangun hubungan,
konsultasi dan partisipasi yang baik di antara
multi-stakeholders.
I. ACUAN
REFERENSI Penelitian.
Potensi pertambangan Galian C terutama
(sirtu) di Damarwulan Kecamatan Puncu disekitaran kaki lereng curah dan laharan
Gunung Kelud Kabupaten Kediri dan masuk di zona perkebunan PTPN XII cukup luas,
namun potensi tersebut dikelola secara srampangan serta membabi buta dan tidak
mengidahkan ramah lingkungan. Hasil dari pertambangan Galian C tersebut
diharapkan dapat menambah kehidupan ekonomi masyarakat sekitar dilakukan secara
manual diarea laharan Sungai Serinjing yang sebelumnya berusaha di bidang
perkebunan, peternakan, perikanan, irigasi, penghasil listrik PLTA (small
scupe) untuk lingkungan wilayah PTPNXII di Damarwulan Kecamatan Puncu kabupaten
Kediri dan sektor usaha lainnya. Teknologi yang digunakan dalam mengelola
potensi pertambangan Galian C di Damarwulan Kecamatan Puncu kabupaten Kediri
dirasakan sangat amat merusak lingkungan karena pengelolaan explorasi /
exploitasi pertambangan Galian C yang besar-besaran dan membabi buta yang
didukung oleh para kapitalis murka (pokoke bathi /yang penting untung) dan
didukung oleh para penguasa yang murka (Bethorokolo) tanpa mengindahkan amanah
negara, bangsa serta rakyat dalam hal ini rakyat ditipu para investor yang
bekerjasama dengan penguasa untuk merusak Sumber Daya Alam yang tidak dapat
diperbaharui (unresoneble) dan memusnahkan ekosistem habitat lingkungan juga
mutual siklus ekosistem, dengan mengunakan alat-alat berat dengan tidak
memikirkan kelestarian alam, dan alam lingkungan. Untuk mengatasi permasalahan
tersebut, Pemerintah Propinsi Jawa Timur dalam hal ini yang melegalisasi semua
perijinan sesuai UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG
PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA yang berkaitan dengan memberikan peluang kepada para investor (penambang)
untuk melakukan usaha pertambangan Galian C yang berada di Damarwulan Kecamatan
Puncu wilayah PTPN XII kabupaten Kediri. Perijinan yang dikeluarkan tersebut
diharapkan akan dapat membantu meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan
kesejahteraan masyarakat di wilayah tersebut dan ramah lingkungan (normalisasi
laharan di Sungai Sarinjing) dengan memperhatikan kelestarian alam, ekosistem
lingkungan dizona tersebut yang telah di wariskan oleh pemerintah Hindia
Belanda yang notabene sebagai pilot project rancangan untuk tata ruang dan
lingkungan industri (RUTL/I) pada era itu dan sampai sekarang dengan master
plant dan rule model industri perkebunan tersebut masih relevan dengan jaman
sekarang. Namun
pada pelaksanaannya justru menimbulkan konflik antara investor (penambang PT.
EPAS) dengan masyarakat lokal yang hidup
di penambangan Galian C di lereng, kaki Gunung Kelud tersebut terutama di
Damarwulan kecamatan Puncu wilayah perkebunan PTPN XII kabupaten Kediri.
Adanya keresahan masyarakat dan PTPN XII disebabkan oleh karena tidaknya ada
ganti rugi, mata pencarian penduduk lokal yang hilang sebagai pekerja
perkebunan yang disewakan oleh PTPN XII untuk masyarakat yang dalam sumbernya
dari ADM PTPN XII seluas 300 HA karena penduduknya disekitar Damarwulan tidak
banyak maka masing KK mendapat kurang lebih 1HA setiap KK.
Terjadinya pencemaran, kerusakan Sumber
Daya Alam dan ekosistem lingkungan hidup (biota hidup). Konflik yang muncul
antara investor dengan masyarakat lokal perlu dimediasi (dalam hal ini Gerakan
Masyarakat Perangi Korupsi / GMPK) lembaga yang independent mengawal serta
pendampingan untuk menyelesaikan konflik antara investor, masyarakat lokal,
PTPN XII dan pemerintah daerah. Resolusi konflik pertambangan Galian C di Damarwulan
Kecamatan Puncu kabupaten Kediri menemui beberapa kendala antara lain tidak
temukannya titik terang penyelesaian konflik antara investor dengan masyarakat
lokal, PTPN XII hal ini diindikasikan dengan adanya penambang / PT.ESPAS,
melakukan explorasi/exploitasi yang ngawur dan membabi buta unjuk manajemen
power, mengadu domba dan cara lain untuk melanggengkan penambangannya untuk memuaskan
profit (koyok merah/recehan pundi-pundi rupiah) tanpa mengindahkan SDA serta
ekosistem lingkungan. Meskipun langkah-langkah penyelesaian konflik telah
dilakukan dengan melibatkan pihak Pemerintah Daerah kabupaten Kediri, DPRD
kabupaten Kediri, Kepolisian, TNI, Departemen Kementrian dan Lembaga negara Republik
Indonesia yang terkait . Berdasarkan uraian pada tinjauan teori di atas, maka
dapat disusun kerangka pemikiran sebagai berikut:
Ø Kerangka
Dasar Penulisan.
Ø Sumber
data dan referensi diolah penulis secara literatur dan lapangan.
Ø Konflik
Penambangan.
Ø Menimbulkan
keresahan dan kegaduhan (pilkada tahun 18 &19) :
v Tidak
ada ganti rugi (lost value of money).
v Mata
pencarian yang hilang (perkebunan dan peternakan).
v Perusakan
SDA dan ekosistem lingkungan.
v Penambangan
Galian C oleh PT. ESPAS di Damarwulan Kecamatan Puncu disekitaran kaki lereng
curah dan laharan Gunung Kelud Kabupaten Kediri show of force untuk
mempertahankan bisnis pertambangannya sehingga masalah konflik terus
berkepanjangan hingga detik ini (konflik
horizontal).
J. SOLUSI Menyelesaikan Konflik Pertambangan.
Berkepanjangannya serta seoalah-olah ada
pembiaran konflik pertambangan di sejumlah daerah di negeri ini, tidak terlepas
dari minusnya kemauan politik pemerintah (pusat maupun daerah) dalam merespon
tuntutan dan kepentingan publik. Justru yang terjadi adalah pengabaian, yang
tentu saja semakin memperbesar konflik pertambangan. Tahun 2010-2011 saja,
terdapat setidaknya 13 konflik pertambangan apalagi hingga tahun 2017
ratusan/ribuan konflik dan banyak yang tak ter-expose baik melalui media maupun
keputusan secara kekuatan hukum. Secara umum, konflik-konflik pertambangan itu
disebabkan pencemaran lingkungan, penolakan warga, konflik lahan dengan warga,
ketenagakerjaan dan tumpang tindih lahan. Selain itu, kehadiran pertambangan
justru menimbulkan persoalan baru. Misalnya semakin retaknya hubungan
kekeluargaan, serta menyuburkan konflik sosial dan horizontal. Juga, kehadiran
pertambangan tidak mampu menghadirkan kesejahteraan masyarakat setempat. Pihak
yang diuntungkan dari aktivitas pertambangan ini hanyalah pengusaha dan
pejabat. Realitas ini menunjukkan adanya persoalan serius dalam dunia
pertambangan kita. Maraknya pemberian Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang
didasarkan atas kepentingan sesaat penguasa daerah tanpa melibatkan masyarakat
luas, merupakan pintu gerbang konflik pertambangan. Pemberian izin seringkali dilakukan menjelang dan atau
setelah Pilkada. Hal ini mengindikasikan adanya pencarian dana kampanye maupun
balas jasa atas dukungan dalam Pilkada. Era otonomi daerah justru menjadi
kesempatan emas bagi beberapa elite daerah untuk memperkaya diri dengan menjual
surat izin tersebut. Pemberian izin yang instan seperti itu sudah pasti
menimbulkan masalah baru. Apalagi izin tersebut tidak didasarkan pada
tanggungjawab perusahaan dalam memperhatikan lingkungan dan memberdayakan
masyarakat setempat. Dengan mengandalkan surat resmi tersebut, pihak pengusaha
tambang pun melakukan eksploitasi besar-besaran demi keuntungan yang
sebesar-besarnya tanpa peduli pada aspek lingkungan dan sosial. Sehingga masuk
akal ketika sejumlah pertambangan di tanah air merusak lingkungan dan tidak
memberikan kesejahteraan bagi masyarakat sekitar. Alhasil, ketika masyarakat melakukan unjuk
rasa maupun perlawanan, biasanya dihadapi dengan pendekatan keamanan dengan
menjadikan aparat keamanan sebagai tembok penjaga aktivitas pertambangan.
Bahkan parahnya, pihak perusahaan pertambangan menggaji aparat keamanan (yang
sebenarnya sudah digaji dari uang rakyat) untuk menjaga usaha pengerukan
kekayaan alam tersebut. Masyarakat yang melakukan tuntutan pencabutan izin pun
akhirnya diredam aparat keamanan secara represif. Persoalan konflik
pertambangan ini harus segera diselesaikan. Jika tidak, maka akan menjadi bom
waktu yang sewaktu-waktu bisa meledak. Oleh sebab itu, segala perusahaan
tambang yang bermasalah sudah saatnya dievaluasi. Jika memang tambang tersebut
membawa penderitaan bagi rakyat dan merusak lingkungan, maka perlu tindakan
tegas (bila perlu pencabutan izin). Di
sinilah sangat dibutuhkan kemauan dan keseriusan pemerintah dalam merespon
suara masyarakat demi kepentingan bersama.
Tidak ada konflik yang tidak bisa
diselesaikan. Tinggal langkah-langkah yang seperti apa yang ditempuh untuk
menyelesaikannya. Kembali pada jalur konstitusi, pasal 33 UUD 1945. Memang
sejak orde baru hingga sekarang (orde terbaru), negara telah mengingkarinya.
Mulai dari lahirnya UU No 1 Tahun 1967 hingga UU No 25 Tahun 2007, menjadi
pintu masuk dominasi asing. Sehingga sampai hari ini, rakyat tetap menderita.
Kerusakan Sumber Daya Alam, matinya ekosistem lingkungan, timbulnya penyakit
hingga hama, kekeringan, banjir, tanah longsor,
pergerakan tanah, kelaparan, kesenjangan sosisal, terjadi di atas tanah wilayah pertambangan.
Komentar “Abah Sulchan (Ketua
GMPK Kediri Raya)”, di saat kemiskinan dan pengangguran menghimpit jutaan
rakyat, pemerintah (pusat dan daerah) dengan suara lantang dan percaya diri
selalu mengundang kehadiran investor-investor asing dan kroni-kroninya.
Seolah-olah investor itu menjadi DEWA penyelamat pembebas bagi rakyat miskin (“rakyat
sing endhi tho blok-golok”). Padahal
dalam realitasnya, justru menambah persoalan baru.
Perlu ditekankan, kita memang bukan anti
asing. Bukan menolak investor asing. Hanya saja dalam pengelolaan dan pembagian
hasil, terjadi ketidakadilan. Pemerintah seolah-olah hanya sebagai penjaga
keamanan bagi pemodal asing, dengan menerima recehan dari mereka. Sementara
rakyat menjadi buruh murah di negeri sendiri, bahkan diasingkan dan digusur
dari tanah sendiri. Rakyat (terpaksa) menerima “limbah” buruk dari usaha
pengerukan kekayaan alam tersebut. PT Freeport Indonesia merupakan salah satu
contoh perusahaan tambang yang bermasalah, melanggar pasal 33. Dari segi
kepemilikan saham, lebih dari 90% saham perusahaan yang sudah mengeruk kekayaan
bumi Papua sejak 1967 ini dikuasai Freeport McMoran Copper and Gold. Sisanya
sekitar 9% dikuasai pemerintah Indonesia. Bila dilihat dari kondisi ekonomi
masyarakat, maka sungguh memprihatinkan di mana rakyat di sekitar pertambangan
tersebut menderita. Belum lagi kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh
kehadiran perusahaan tambang ini. Sekali
lagi, kembali ke pasal 33 UUD 1945 bukan berarti menolak hadirnya modal asing. Yang perlu ditekankan adalah bagaimana agar
terjadi keadilan dalam penguasaan cabang produksi yang penting bagi negara
khususnya dalam pertambangan (minimal 51% untuk Indonesia), agar kekayaan alam
negara tersebut demi kemakmuran rakyat, dan pengelolaannya memperhatikan
lingkungan serta bervisi jangka panjang. Tanpa hal itu, konflik akan tetap
membara dan rakyat menderita. (Jhon Rivel Purba).
K. Rawan Praktik Korupsi.
Banyak
pihak yang menaruh ekspekstasi besar terhadap pengaturan di dalam UU Minerba.
Kalangan investor, misalnya, berharap UU Minerba dapat lebih membawa kepastian
hukum dalam hal perizinan penambangan maupun ekspor terhadap
industri-industri pertambangan dalam negeri yang banyak didominasi oleh pihak asing,
pembebasan tanah dan keamanan, serta koordinasi yang lebih baik antara berbagai
lembaga pemerintahan baik di tingkat pusat maupun daerah. Pergantian rezim dari
kontrak karya ke izin yang merupakan salah satu isu sentral dalam UU Minerba.
Namun,
menurut Indonesian Coruption Watch (ICW), UU tersebut belum
memberikan jaminan sektor pertambangan yang bebas korupsi. Hal ini dilihat dari
tidak adanya jaminan trensparansi dan akuntabilitas, serta tidak adanya
evaluasi terhadap pelaku pertambangan yang sudah ada. Selain itu, pengesahan UU
Minerba justru akan membuka peluang monopoli di daerah dalam pemberian izin
(IUP). Dalam hal ini, akan banyak praktek kolusi dalam pemberian izin baik di
level pemerintah maupun pemerintah daerah, paparnya.
Bukan
itu saja ketimpangan-ketimpangan dari UU Minerba yang baru ini. Peneliti Hukum
ICW, Illian Deta Arta Sari, mengatakan, sebagai pengganti UU No. 11 Tahun 1967
tentang Ketentuan Pokok Pertambangan, UU Minerba masih melanggengkan rezim
perampokan kekayaan negara. Apalagi, pertambangan illegal yang terjadi saat ini
dilakukan secara sistematis. Akan tetapi, hal itu tidak diimbangi dengan sangsi
yang tertera di UU tersebut.
Dalam
Pasal 165 UU Minerba dijelaskan bahwa setiap orang yang mengeluarkan IUP, Izin
Pertambangan Rakyat (IPR) atau Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) yang
bertentangan dengan UU ini dan menyalahgunakan kewenangannya, akan diberi
sanksi pidana paling lama dua tahun penjara dan denda paling banyak Rp200 juta.
Bagi perusahaan tambang kelas kakap, mungkin sangsi tersebut bisa dikatakan
ringan. Tetapi tidak bagi penambang kecil yang melakukan kegiatan pertambangan
di pinggiran, jika sewaktu-waktu melakukan kesalahan.
UU
Minerba yang baru berpotensi kepada obral perizinan. Padahal, peluang
terjadinya korupsi di perizinan sangat besar. Korupsi tersebut bisa dalam
bentuk pra-perizinan dan pasca-perizinan. Korupsi pra-perizinan biasanya
dilakukan melalui sogokan atau suap. Sedangkan korupsi pasca-perizinan bisa
melalui pembayaran pajak, iuran, royalti yang seharusnya diterima pemerintah
atau daerah. Dalam hal ini sering terjadi manipulasi volume hasil tambang
setoran ke kas negara menjadi berkurang, dalam argumennya.
Dalam
perhitungan yang dilakukan ICW, ternyata selama periode 2001-2007 ditemukan
kekurangan penerimaan (royalti) negara dari sektor Minerba senilai Rp58,286
triliun. Kekurangan itu terdiri dari batu bara senilai Rp16,417 triliun dan
mineral lainnya senilai Rp.41,417 triliun. Selain itu, berdasarkan laporan
keuangan pemerintah pusat diketahui sektor minerba memang belum banyak
memberikan kontribusi pada penerimaan negara. Hal ini tentu menjadi tidak
sebanding antara keuntungan dengan dampak lingkungan yang timbulkan oleh
industri minerba.
S.
LANGKAH FINALTY.
Aktivitas penambangan yang dilakukan
oleh PT ESPAS di area zona merah lokasi Damarwulan & perkebunan PTPN XII selama
ini telah mengakibatkan Sumber Daya Alam dan ekosistem lingkungan menjadi rusak
parah karena explorasi & explotasi yang tidak ramah lingkungan,penebangan
pohon yang fungsinya penyerapan air guna melindungi sumber mata air yang berada
dilokasi berfungsi sebagai air minum, PLTA (small scupe), Irigasi dan sangat berdampak luas menimbulkan bencana
alam longsor. Langkah yang tidak dqapat ditawar lagi PT. ESPAS harus --------------”mengHentikan
& MENUTUP” -------------------
semua aktivitas-aktivitas penambangan di area zona merah kaki, lereng Gunung
Kelud tanpa syarat (terutama menggunakan
alat-alat berat). Mengingat di wilayah penambangan terdapat situs-situs
peninggalan jaman kerajaan Majapahit kuno dan para archeologi (BPPT), pengiat sejarah
serta pelestarian budaya situs-situs telah mendata kembali agar bisa dilestarikan
peninggalan situs-situs sejarah yang memang bagian dari sejarah kita khususnya
di wilayah Damarwulan dan perkebunan PTPN XII di kecamatan Puncu kabupaten
Kediri.
T.
UPAYA PENGEMBALIAN.
Untuk menjaga dan mengembalikan
Sumber Daya Alam dan Ekosistem Lingkungan yang telah terbentuk memang perlu
jangka waktu yang sanagt lama dan membutuhkan proses panjang juga. Maka perlu
melibatkan semua element-element masyarakat (tokok, pemuda, penduduk terdampak),
pihak PTPN XII, Penambang Lokal, pengiat
lingkungan, pemerintah Daerah / Pusat, Kementrian terkait. Dengan cara
mengembalikan Sumber Daya Alam di kaki, lereng kawasan Gunung Kelud antara lain
:
1. RE-VITALISASI LAHAN TAMBANG.
Pelaksanaan
dan Rincian Alokasi Dana (terlampir/menyusul).
2. RE-BOISASI.
Pelaksanaan
dan Rincian Alokasi Dana (terlampir/menyusul).
3. RE-ENVIRONMENT TERDAMPAK.
Pelaksanaan
dan Rincian Alokasi Dana (terlampir/menyusul).
4. RE-MENTALING (Masyarakat Terdampak).
Pelaksanaan
dan Rincian Alokasi Dana (terlampir/menyusul).
5. RE-KONSILIASI (Konflik Horizontal).
Untuk menjaga dan mengembalikan situasi
kondusif aman, kenyamanan, keharmonisan, ketenangan, ketentraman dan kedamaian
tanpa ada rasa curiga saling sapa di alam natural yang telah terbentuk, memang
perlu melibatkan semua segment dan element masyarakat. Maka perlu partisipasi
dalam upaya re-konsiliasi masyarakat terdampak dengan melibatkan element-element
masyarakat (tokok, pemuda, penduduk terdampak), pihak PTPN XII, Penambang
Lokal, pengiat lingkungan, pemerintah
Daerah / Pusat, Kementrian terkait. Dengan cara mengembalikan Sumber Daya Alam
di kaki, lereng kawasan Gunung Kelud ini bisa dilakukan dengan saling
silaturohim :
a). Antar Masyarakat dan Masyarakat
(terdampak).
c). Antar Masyarakat dan Penambang.
b). Antar Masyarakat dan Pemerintah
Daerah.
d). Antar Masyarakat, Element
terkait, Pemerintah Daerah,Penambang
U.
PEMBERDAYAAN
MASYARAKAT KE KOMODITAS / AKTIVITAS EKONOMI YANG RAMAH LINGKUNGAN DAN BERMASA
DEPAN.
1. Kegiatan Ekonomi Peternakan.
Misalnya : Peternakaan SAPI
kerjasama dengan SANTORIN.
LAMPIRAN : 04.
-
Terlampir.
2. Pemberdayaan Lahan Kosong.
Untuk hasil komoditas yang menjanjikan, misalnya:
penanaman rumput odot / gajah untuk pakan ternak, empon-empon, jika
mungkin
paneli, buah-buahan dll.
-
KONSEP (menyusul).
3. Pemberdayaan Perikanan.
-
KONSEP (menyusul).
V.
KOMPENSASI PT. ESPAS
(dan kroni-kroninya) TERHADAP ALAM.
1.
HUKUM.
(Proses, terlampir / menyusul).
2.
KOMPENSASI PT.
ESPAS dan kroninya, terhadap Sumber Daya Alam dan Ekosistem Lingkungan.
Nominal : Rp. 1, 500.000.000,- (satu triliun lima ratus juta rupih).
(PROSES,rincian,
terlampir / menyusul)
KESIMPULAN
Undang-Undang Dasar 1945
Pasal 33 ayat (3) menegaskan bahwa bumi, dan air, dan kekayaan alam yang
terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk
sebesar-besar kemakmuran rakyat. Mengingat mineral dan batubara sebagai
kekayaan alam yang terkandung di dalam bumi merupakan sumber daya alam yang tak
terbarukan, pengelolaannya perlu dilakukan seoptimal mungkin, efisien,
transparan, berkelanjutan dan berwawasan lingkungan, serta berkeadilan agar memperoleh
manfaat sebesar-besar bagi kemakmuran rakyat secara berkelanjutan.
Dalam Pertambangan di
Indonesia menurut UU No.11 Tahun 1967, bahan tambang tergolong menjadi 3 jenis,
yakni Golongan A (yang disebut sebagai bahan strategis), Golongan B (bahan vital),
dan Golongan C (bahan tidak strategis dan tidak vital).
Peraturan Pemerintah Nomor
27 Tahun 1980 menjelaskan secara rinci bahan-bahan galian apa saja yang
termasuk dalam gologan A, B dan C.
Ø Bahan Golongan A merupakan barang yang penting bagi
pertahanan, keamanan, dan strategis untuk menjamin perekonomian negara dan
sebagian besar hanya diizinkan untuk dimiliki oleh pihak pemerintah, contohnya
minyak, uranium dan plutonium. Sementara,
Ø Bahan Golongan B dapat menjamin hidup orang banyak,
contohnya emas, perak, besidan tembaga.
Ø Bahan Golongan C adalah bahan yang tidak dianggap
langsung mempengaruhi hayat hidup orang banyak, contohnya garam, pasir, marmer,
batu kapur, tanah liat, dan asbes.
Guna memenuhi ketentuan
Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 tersebut, telah diterbitkan UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4
TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA tentang
Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan. Undang-undang tersebut selama lebih
kurang empat dasawarsa sejak diberlakukannya telah dapat memberikan sumbangan
yang penting bagi pembangunan nasional. Dalam perkembangan lebih lanjut,
undang-undang tersebut yang materi muatannya bersifat sentralistik sudah tidak
sesuai dengan perkembangan situasi sekarang dan tantangan di masa depan. Di
samping itu, pembangunan pertambangan harus menyesuaikan diri dengan perubahan
lingkungan strategis, baik bersifat nasional maupun internasional. Tantangan
utama yang dihadapi oleh pertambangan mineral dan batubara adalah pengaruh
globalisasi yang mendorong demokratisasi, otonomi daerah, hak asasi manusia,
lingkungan hidup, perkembangan teknologi dan informasi, hak atas kekayaan
intelektual serta tuntutan peningkatan peran swasta dan masyarakat.
Untuk menghadapi tantangan
lingkungan strategis dan menjawab sejumlah permasalahan tersebut, perlu disusun
peraturan perundang-undangan baru di bidang pertambangan mineral dan batubara
yang dapat memberikan landasan hukum bagi langkah-langkah pembaruan dan penataan
kembali kegiatan pengelolaan dan pengusahaan pertambangan
mineral dan batubara.
Namun pada pelaksanaannya
justru menimbulkan konflik antara investor (penambang PT. ESPAS) dengan masyarakat lokal yang hidup di
penambangan Galian C di lereng, kaki Gunung Kelud tersebut terutama di
Damarwulan kecamatan Puncu wilayah perkebunan PTPN XII kabupaten Kediri.
Adanya keresahan masyarakat dan PTPN XII disebabkan oleh karena tidaknya ada
ganti rugi, mata pencarian penduduk lokal yang hilang sebagai pekerja perkebunan
yang disewakan oleh PTPN XII untuk masyarakat yang dalam sumbernya dari ADM
PTPN XII seluas 300 HA karena penduduknya disekitar Damarwulan tidak banyak
maka masing KK mendapat kurang lebih 1HA setiap KK. Terjadinya pencemaran,kerusakan
Sumber Daya Alam dan ekosistem lingkungan hidup (biota hidup). Konflik yang
muncul antara investor dengan masyarakat lokal perlu dimediasi (dalam hal ini
Gerakan Masyarakat Perangi Korupsi / GMPK) lembaga yang independent mengawal serta
pendampingan untuk menyelesaikan konflik antara investor, masyarakat lokal,
PTPN XII dan pemerintah daerah. Resolusi konflik pertambangan Galian C di Damarwulan
Kecamatan Puncu kabupaten Kediri menemui beberapa kendala antara lain tidak
temukannya titik terang penyelesaian konflik antara investor dengan masyarakat
lokal, PTPN XII hal ini diindikasikan dengan adanya penambang / PT.ESPAS,
melakukan explorasi/exploitasi yang ngawur dan membabi buta unjuk manajemen
power, mengadu domba dan cara lain untuk melanggengkan penambangannya untukmemuaskan
profit (koyok merah/recehan pundi-pundi rupiah) tanpa mengindahkan SDA serta
ekosistem lingkungan.
Menurut
Bunyamin Maftuh, dispute (sengketa) akan dikelola melalui penguatan keamanan
militer dan tekanan-tekanan maupun ancaman. Sebaliknya,
kekerasan sebagai produk kalkulasi rasional menempatkan individu dan kelompok
dalam hubungan konflik yang dinamis dan terlembagakan. Perilaku kekerasan
bisa ditransformasikan menjadi perilaku
perdamaian karena para aktor memiliki kreativitas. Namun demikian transformasi
perilaku kekerasan menjadi perilaku damai akan ditentukan oleh
kemungkin-kemungkinan pemecahan masalah yang dapat ditafsirkan oleh para pihak
berkonflik. Hal ini berarti membutuhkan suatu jaminan kelembagaan sosial yang
menjadi tempat bagi pihak berkonflik untuk memperhitungkan berbagai kemungkinan
pemecahan masalah tersebut melalui fungsi negoisasi atau dialog, pendapat serupa juga
disampaikan oleh Anderson, bahwa situasi konflik selalu membawa
kemungkinan perdamaian karena dalam fakta empirisanya suatu wilayah konflik dan
perang terdapat sistem dan kelembagaan yang bisa dijadikan sebagai proses menuju perdamaian.
Secara umum, konflik-konflik
pertambangan itu disebabkan pencemaran lingkungan, penolakan warga, konflik
lahan dengan warga, ketenagakerjaan dan tumpang tindih lahan. Selain itu,
kehadiran pertambangan justru menimbulkan persoalan baru. Misalnya semakin
retaknya hubungan kekeluargaan, serta menyuburkan konflik sosial dan
horizontal. Juga, kehadiran pertambangan tidak mampu menghadirkan kesejahteraan
masyarakat setempat. Pihak yang diuntungkan dari aktivitas pertambangan ini
hanyalah pengusaha dan pejabat. Realitas ini menunjukkan adanya persoalan serius
dalam dunia pertambangan kita. Maraknya pemberian Izin Usaha Pertambangan (IUP)
yang didasarkan atas kepentingan sesaat penguasa daerah tanpa melibatkan
masyarakat luas, merupakan pintu gerbang konflik pertambangan. Pemberian izin seringkali dilakukan menjelang dan atau
setelah Pilkada. Hal ini mengindikasikan adanya pencarian dana kampanye maupun
balas jasa atas dukungan dalam Pilkada. Era otonomi daerah justru menjadi
kesempatan emas bagi beberapa elite daerah untuk memperkaya diri dengan menjual
surat izin tersebut. Pemberian izin yang instan seperti itu sudah pasti
menimbulkan masalah baru. Apalagi izin tersebut tidak didasarkan pada
tanggungjawab perusahaan dalam memperhatikan lingkungan dan memberdayakan
masyarakat setempat. Dengan mengandalkan surat resmi tersebut, pihak pengusaha
tambang pun melakukan eksploitasi besar-besaran demi keuntungan yang
sebesar-besarnya tanpa peduli pada aspek lingkungan dan sosial. Sehingga masuk
akal ketika sejumlah pertambangan di tanah air merusak lingkungan dan tidak
memberikan kesejahteraan bagi masyarakat sekitar. Alhasil, ketika masyarakat melakukan unjuk
rasa maupun perlawanan, biasanya dihadapi dengan pendekatan keamanan dengan
menjadikan aparat keamanan sebagai tembok penjaga aktivitas pertambangan.
Bahkan parahnya, pihak perusahaan pertambangan menggaji aparat keamanan (yang
sebenarnya sudah digaji dari uang rakyat) untuk menjaga usaha pengerukan
kekayaan alam tersebut. Masyarakat yang melakukan tuntutan pencabutan izin pun
akhirnya diredam aparat keamanan secara represif. Persoalan konflik
pertambangan ini harus segera diselesaikan. Jika tidak, maka akan menjadi bom
waktu yang sewaktu-waktu bisa meledak. Oleh sebab itu, segala perusahaan
tambang yang bermasalah sudah saatnya dievaluasi. Jika memang tambang tersebut
membawa penderitaan bagi rakyat dan merusak lingkungan, maka perlu tindakan
tegas (bila perlu pencabutan izin). Di
sinilah sangat dibutuhkan kemauan dan keseriusan pemerintah dalam merespon
suara masyarakat demi kepentingan bersama.
(Penyusun)
Januari
/ 2018
ISTILAH-ISTILAH
DANPENGERTIAN
DALAM PERTAMBANGAN
Menurut Undang-Undang
Nomor 4 Tahun 2009 Pasal 103 Ayat 1 dijelaskan bahwa pemegang IUP dan IUPK
Operasi Produksi wajib melakukan pengolahan dan pemurnian mineral hasil
pertambangan di dalam negeri. Penerapan Undang-undang Minerba tersebut sebagai
pengganti dari UU Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok
Pertambangan, mengharuskan perusahaan tambang melaksanakan proses hilirisasi
terhadap mineral mentah atau bijih (ore) yang diperoleh. Pasalnya, produksi
bijih mentah hasil pertambangan Indonesia selalu diekspor keluar negeri untuk
diolah lebih lanjut. Kondisi inilah yang membuat pemerintah Indonesia merancang
adanya tahap lanjutan terhadap hasil pertambangan tersebut sebelum diekspor ke
luar negeri. Khususnya, terkait kewajiban pembangunan pabrik pengolahan dan
pemurnian tambang (smelter) bagi perusahaan tambang yang beroperasi di tanah
air. Aturan yang mulai diberlakukan pada tanggal 12 Februari 2015 dilakukan
dalam rangka nasionalisasi pengelolaan sumberdaya mineral dan batubara. Dengan
adanya proses pengolahan dan pemurnian bijih mineral di dalam negeri akan
memberikan nilai tambah yang lebih untuk setiap jenis mineral. Sebelumnya, pada
UU No.11/1967 produksi hasil pertambangan berupa bijih mineral dapat diekspor
secara besar-besaran ke luar negeri dan masih belum adanya proses hilirisasi
yang terumus secara kongkrit. Multiplayer Effect juga
diharapkan dapat terjadi pada industri-industri lainnya, semisal industri pupuk
dan lain-lain. Selain itu, kebijakan ini juga diharapkan dapat memberikan
dampak positif di bidang ketenagakerjaan akibat pembangunan industri pengolahan
dan pemurnian di dalam negeri. Namun, diberlakukannya UU Minerba ini juga
menimbulkan beberapa permasalahan terutama terhadap pengusaha pertambangan yang
masih belum membangun pabrik smelter dan berakibat pada pemutusan tenaga
kerja.Selain itu penerapan UU Minerba ini juga berdampak pada sektor
ekonomi dimana ekspor rill menurun tajam. Berdasarkan hal tersebut diatas,
melalui kajian ini, Kementerian Energi dan Maritim berusaha untuk mendalami
dampak penerapan UU Minerba sekaligus memberi evaluasi dan rekomendasi yang
dapat ditawarkan.
Pertambangan di Indonesia
Menurut UU No.11 Tahun
1967, bahan tambang tergolong menjadi 3 jenis, yakni Golongan A (yang disebut
sebagai bahan strategis), Golongan B (bahan vital), dan Golongan C (bahan tidak
strategis dan tidak vital).
Peraturan Pemerintah Nomor
27 Tahun 1980 menjelaskan secara rinci bahan-bahan galian apa saja yang termasuk
dalam gologan A, B dan C.
Bahan Golongan A
merupakan barang yang penting bagi pertahanan, keamanan, dan strategis untuk
menjamin perekonomian negara dan sebagian besar hanya diizinkan untuk dimiliki
oleh pihak pemerintah, contohnya minyak, uranium dan plutonium. Sementara, Bahan Golongan B dapat menjamin hidup
orang banyak, contohnya emas, perak, besidan tembaga.
Bahan Golongan C
adalah bahan yang tidak dianggap langsung mempengaruhi hayat hidup orang
banyak, contohnya garam, pasir, marmer, batu kapur, tanah liat, dan asbes.
Mineral adalah senyawa anorganik yang terbentuk di alam,
yang memiliki sifat fisik dan kimia tertentu serta susunan kristal teratur atau
gabungannya yang membentuk batuan, baik dalam bentuk lepas atau padu.
Batubara adalah
endapan senyawa organik karbonan yang terbentuk secara alamiah dari sisa
tumbuh-tumbuhan.
Pertambangan Mineral adalah pertambangan kumpulan mineral
yang berupa bijih atau batuan, di luar panas bumi, minyak dan gas bumi, serta
air tanah.
Pertambangan Batubara adalah pertambangan endapan
karbon yang terdapat di dalam bumi, termasuk bitumen padat, gambut, dan batuan
aspal.
Usaha Pertambangan adalah kegiatan dalam rangka pengusahaan mineral
atau batubara yang meliputi tahapan kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi,
studi kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian,
pengangkutan dan penjualan, serta pascatambang.
Izin Usaha Pertambangan, yang selanjutnya disebut IUP, adalah izin untuk
melaksanakan usaha pertambangan.
IUP Eksplorasi adalah izin usaha yang diberikan untuk melakukan
tahapan kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi, dan studi kelayakan.
IUP Operasi Produksi adalah izin usaha yang diberikan setelah selesai
pelaksanaan IUP Eksplorasi untuk melakukan tahapan kegiatan operasi produksi.
Izin Pertambangan
Rakyat, yang selanjutnya disebut IPR,
adalah izin untuk melaksanakan usaha pertambangan dalam wilayah pertambangan
rakyat dengan luas wilayah dan investasi terbatas.
Izin Usaha Pertambangan
Khusus, yang selanjutnya disebut
dengan IUPK, adalah izin untuk melaksanakan usaha pertambangan di wilayah izin
usaha pertambangan khusus.
IUPK Eksplorasi adalah izin usaha yang diberikan untuk melakukan
tahapan kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi, dan studi kelayakan di wilayah
izin usaha pertambangan khusus.
IUPK Operasi Produksi adalah izin usaha yang diberikan setelah selesai
pelaksanaan IUPK Eksplorasi untuk melakukan tahapan kegiatan operasi produksi
di wilayah izin usaha pertambangan khusus.
Penyelidikan Umum adalah tahapan kegiatan pertambangan untuk
mengetahui kondisi geologi regional dan indikasi adanya mineralisasi.
Eksplorasi adalah tahapan kegiatan usaha pertambangan untuk
memperoleh informasi secara terperinci dan teliti tentang lokasi, bentuk,
dimensi, sebaran, kualitas dan sumber daya terukur dari bahan galian, serta
informasi mengenai lingkungan sosial dan lingkungan hidup.
Studi Kelayakan adalah tahapan kegiatan usaha pertambangan untuk
memperoleh informasi secara rinci seluruh aspek yang berkaitan untuk menentukan
kelayakan ekonomis dan teknis usaha pertambangan, termasuk analisis mengenai
dampak lingkungan serta perencanaan pasca tambang.
Operasi Produksi adalah tahapan kegiatan usaha pertambangan yang
meliputi konstruksi, penambangan, pengolahan, pemurnian, termasuk pengangkutan
dan penjualan, serta sarana pengendalian dampak lingkungan sesuai dengan hasil
studi kelayakan.
Konstruksi adalah kegiatan usaha pertambangan untuk
melakukan pembangunan seluruh fasilitas operasi produksi, termasuk pengendalian
dampak lingkungan.
Penambangan adalah bagian kegiatan usaha pertambangan untuk
memproduksi mineral dan/atau batubara dan mineral ikutannya.
Pengolahan dan
Pemurnian adalah kegiatan usaha
pertambangan untuk meningkatkan mutu mineral dan/atau batubara serta untuk
memanfaatkan dan memperoleh mineral ikutan.
Pengangkutan adalah kegiatan usaha pertambangan untuk
memindahkan mineral dan/atau batubara dari daerah tambang dan atau tempat
pengolahan dan pemurnian sampai tempat penyerahan.
Penjualan adalah kegiatan usaha pertambangan untuk menjual
hasil pertambangan mineral atau batubara.
Analisis Mengenai
Dampak Lingkungan, yang selanjutnya
disebut amdal, adalah kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha
dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi
proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan.
Reklamasi adalah kegiatan yang dilakukan sepanjang tahapan
usaha pertambangan untuk menata, memulihkan, dan memperbaiki kualitas
lingkungan dan ekosistem agar dapat berfungsi kembali sesuai peruntukannya.
Kegiatan pascatambang, yang selanjutnya disebut pascatambang, adalah
kegiatan terencana, sistematis, dan berlanjut setelah akhir sebagian atau
seluruh kegiatan usaha pertambangan untuk memulihkan fungsi lingkungan alam dan
fungsi sosial menurut kondisi lokal di seluruh wilayah penambangan.
Operasi Produksi
adalah tahapan kegiatan usaha pertambangan yang meliputi konstruksi,
penambangan, pengolahan, pemurnian, termasuk pengangkutan dan penjualan, serta
sarana pengendalian dampak lingkungan sesuai dengan hasil studi kelayakan.
Konstruksi
adalah kegiatan usaha pertambangan untuk melakukan pembangunan seluruh
fasilitas operasi produksi, termasuk pengendalian dampak lingkungan.
Penambangan
adalah bagian kegiatan usaha pertambangan untuk memproduksi mineral dan/atau
batubara dan mineral ikutannya.
Pengolahan dan Pemurnian
adalah kegiatan usaha pertambangan untuk meningkatkan mutu mineral dan/atau
batubara serta untuk memanfaatkan dan memperoleh mineral ikutan.
Pengangkutan
adalah kegiatan usaha pertambangan untuk memindahkan mineral dan/atau batubara
dari daerah tambang dan/atau tempat pengolahan dan pemurnian sampai tempat
penyerahan.
Penjualan
adalah kegiatan usaha pertambangan untuk menjual hasil pertambangan mineral
atau batubara.
Badan Usaha
adalah setiap badan hukum yang bergerak di bidang pertambangan yang didirikan
berdasarkan hukum Indonesia dan berkedudukan dalam wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
Jasa Pertambangan
adalah jasa penunjang yang berkaitan dengan kegiatan usaha pertambangan.
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan, yang selanjutnya disebut amdal, adalah kajian
mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang
direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan
keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan.
Pemberdayaan Masyarakat adalah usaha untuk meningkatkan kemampuan masyarakat,
baik secara individual maupun kolektif, agar menjadi lebih baik tingkat
kehidupannya.
Wilayah Pertambangan, yang selanjutnya disebut WP, adalah wilayah yang memiliki potensi
mineral dan/atau batubara dan tidak terikat dengan batasan administrasi
pemerintahan yang merupakan bagian dari tata ruang nasional.
Wilayah Usaha Pertambangan, yang selanjutnya disebut WUP, adalah
bagian dari WP yang telah memiliki ketersediaan data, potensi, dan/atau
informasi geologi.
Wilayah Izin Usaha Pertambangan, yang selanjutnya disebut WIUP, adalah wilayah
yang diberikan kepada pemegang IUP.
Wilayah Pertambangan Rakyat, yang selanjutnya disebut WPR, adalah bagian dari WP
tempat dilakukan kegiatan usaha pertambangan rakyat.
Wilayah Pencadangan Negara, yang selanjutnya disebut WPN, adalah bagian dari WP
yang dicadangkan untuk kepentingan strategis nasional.
Wilayah Usaha Pertambangan Khusus yang selanjutnya disebut WUPK, adalah bagian dari WPN
yang dapat diusahakan.
Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus dalam WUPK, yang selanjutnya disebut WIUPK, adalah
wilayah yang diberikan kepada pemegang IUPK.
Pemerintah Pusat,
yang selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik Indonesia yang
memegang kekuasaan Pemerintahan Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Pemerintah daerah
adalah gubernur, bupati atau walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur
penyelenggaraan pemerintahan daerah.
Menteri
adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertambangan
mineral dan batubara.
Wilayah Pertambangan, yang selanjutnya disebut WP, adalah wilayah yang
memiliki potensi mineral dan/atau batubara dan tidak terikat dengan batasan
administrasi pemerintahan yang merupakan bagian dari tata ruang nasional.
Eksplorasi,
disebut juga penjelajahan atau pencarian, adalah tindakan mencari atau
melakukan penjelajahan dengan tujuan menemukan sesuatu; misalnya daerah tak
dikenal, termasuk antariksa, minyak bumi, gas alam, batubara, mineral, gua,
air, ataupun informasi. Pengertian eksplorasi di "Abad Informasi dan
Spiritual" saat ini, juga meliputi tindakan pencarian akan pengetahuan
yang tidak umum atau pencarian akan pengertian metafisika-spiritual; misalnya tentang
kesadaran, cyberspace atau noosphere. Istilah ini dapat digunakan pula untuk
mengambarkan masuknya budaya suatu masyarakat untuk pertama kalinya ke dalam
lingkungan geografis atau budaya dari masyarakat lainnya. Meskipun eksplorasi
telah terjadi sejak awal keberadaan manusia, kegiatan eksplorasi dianggap
mencapai puncaknya pada saat terjadinya Abad Penjelajahan, yaitu ketika para
pelaut Eropa menjelajah ke seluruh penjuru dunia untuk menemukan berbagai
daerah dan budaya baru. Dalam konteks riset ilmiah, eksplorasi adalah salah
satu dari tiga bentuk tujuan riset, sedangkan tujuan lainnya ialah penggambaran
dan penjelasan.
Tanggung jawab Sosial
Perusahaan atau Corporate Social Responsibility adalah suatu konsep bahwa
organisasi, khususnya, perusahaan adalah memiliki berbagai bentuk tanggung
jawab terhadap seluruh pemangku kepentingannya, yang di antaranya adalah
konsumen, karyawan, pemegang saham, komunitas dan lingkungan dalam segala aspek
operasional perusahaan yang mencakup aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan.
Oleh karena itu, CSR berhubungan erat dengan "pembangunan
berkelanjutan", yakni suatu organisasi, terutama perusahaan, dalam
melaksanakan aktivitasnya harus mendasarkan keputusannya tidak semata
berdasarkan dampaknya dalam aspek ekonomi, misalnya tingkat keuntungan atau
deviden, tetapi juga harus menimbang dampak sosial dan lingkungan yang timbul
dari keputusannya itu, baik untuk jangka pendek maupun untuk jangka yang lebih
panjang.
Lingkungan adalah
kombinasi antara kondisi fisik yang mencakup keadaan sumber daya alam seperti
tanah, air, energi surya, mineral, serta flora dan fauna yang tumbuh di atas
tanah maupun di dalam lautan, dengan kelembagaan yang meliputi ciptaan manusia
seperti keputusan bagaimana menggunakan lingkungan fisik tersebut. Lingkungan juga
dapat diartikan menjadi segala sesuatu yang ada di sekitar manusia dan
mempengaruhi perkembangan kehidupan manusia.
Lingkungan terdiri dari
komponen abiotik dan biotik. Komponen abiotik adalah segala yang tidak bernyawa
seperti tanah, udara, air, iklim, kelembaban, cahaya, bunyi. Sedangkan komponen
biotik adalah segala sesuatu yang bernyawa seperti tumbuhan, hewan, manusia dan
mikro-organisme (virus dan bakteri).
Ilmu yang mempelajari
lingkungan adalah ilmu lingkungan atau ekologi. Ilmu lingkungan adalah cabang
dari ilmu biologi.
Pengertian Studi Kelayakan (Feasibility Study)
Menurut Yacob Ibrahim (1998;1) mengemukakan bahwa Studi
Kelayakan (feasibility study) adalah kegiatan untuk menilai sejauh mana manfaat
yang dapat diperoleh dalam melaksanakan suatu kegiatan usaha /proyek dan
merupakan bahan pertimbangan dalam mengambil suatu keputusan, apakah menerima
atau menolak dari suatu gagasan usaha /proyek yang direncanakan. Pengertian
layak dalam penilaian ini adalah kemungkinan dari gagasan usaha/proyek yang
akan dilaksanakan memberikan manfaat (benefit), baik dalam arti financial benefit
maupun dalam arti social benefit. Layaknya suatu gagasan usaha/proyek dalam
arti social benefit tidak selalu menggambarkan dalam arti financial benefit,
hal ini tergantung dari segi penilaian yang dilakukan.
Reklamasi daratan, biasanya disebut reklamasi, adalah proses pembuatan daratanbaru dari dasar laut
atau dasar sungai. Tanah yang direklamasi disebut tanah reklamasi atau
landfill.
Menurut UUD, definisi reklamasi adalah kegiatan yang dilakukan oleh orang dalam
rangka meningkatkan manfaat sumber daya lahan ditinjau dari sudut lingkungan
dan sosial ekonomi dengan cara pengurugan, pengeringan lahan atau drainase.
Reklamasi dapat juga didefinisikan sebagai aktivitas penimbunan suatu areal
dalam skala relatif luas hingga sangat luas di daratan maupun di areal perairan
untuk suatu keperluan rencana tertentu.
Reklamasi daratan umumnya dilakukan dengan tujuan perbaikan dan
pemulihan kawasan berair yang rusak atau tak berguna menjadi lebih baik dan
bermanfaat. Kawasan ini dapat dijadikan lahan pemukiman, objek wisata dan
kawasan niaga.
Metalurgi ekstraktif adalah studi mengenai proses yang digunakan untuk memisahkan logam
berharga dalam konsentrat dari material lain. Bidang ini merupakan bagian dari
sains terapan dan ilmu teknik yang mencakup semua aspek proses fisik dan kimia
yang digunakan dalam memproduksi mineral yang mengandung bahan logam. Logam
yang diekstraksi dapat berupa produk akhir maupun produk semijadi yang
membutuhkan pemrosesan lebih lanjut melalui metalurgi fisik, ilmu keramik, dan
bidang disiplin lainnya di dalam ilmu bahan.
Ilmu ini dibagi menjadi
metalurgi ekstraktif besi dan non-besi (ferrous dan non-ferrous). Penerapan
subbidang metalurgi seperti pemrosesan mineral, hidrometalurgi, pyrometalurgi
dan elektrometalurgi membagi ilmu ini menjadi beberapa subdivisi lagi.
Penerapan ilmu ini secara komersial menerapkan beberapa proses metalurgi
sekaligus yang menjadikannya tumpang tindih dan tidak memiliki batasan yang
jelas dalam membedakannya. Pada bagian pengolahan mineral, konsentrat yang
mengandung logam berharga dipisahkan dari pengotor (gangue mineral) yang
menyertainya.
Pertambangan
adalah sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam rangka penelitian,
pengelolaan dan pengusahaan mineral atau batubara yang meliputi penyelidikan
umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan dan
pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta kegiatan pascatambang.
Studi AMDAL
merupakan studi kelayakan suatu rencana kegiatan dari sudut pandang lingkungan,
yang dituangkan dalam suatu dokumen AMDAL yang bersifat scientific and
manageable sehingga dapat digunakan sebagai instrumen perencanaan dan manajemen
lingkungan. Hal-hal yang secara substansial harus tercakup dalam studi AMDAL
sebagai berikut.
- Mendeskripsikan
permasalahan lingkungan hidup yang timbul.
- Menjelaskan kondisi yang
melandasi timbulnya dampak.
- Menyusun teori, rumusan,
dan tata hubungan antarkondisi atau antarperistiwa.
- Menyusun prediksi,
estimasi, atau proyeksi mengenai peristiwa yang akan terjadi atau
gejala yang akan muncul.
- Menyusun rekomendasi
dalam bentuk rencana kegiatan pencegahan, pengelolaan,
pengendalian, dan pemantauan dampak
lingkungan.
Apa itu Normalisasi ataukah Restorasi Sungai ? Normalisasi sungai adalah menciptakan kondisi sungai
dengan lebar dankedalaman tertentu.Sungai mampu mengalirkan air sehingga tidak
terjadi luapandari sungai tersebut. Kegiatan normalisasi sungai berupa
membersihkan sungaidari endapan lumpur dan memperdalamnya agar kapasitas sungai
dalammenampung air dapat meningkat. Hal ini dilakukan dengan cara mengeruk
sungaitersebut di titik-titik rawan tersembunyi aliran air upaya pemulihan
lebar sungaimerupakan bagian penting dari program normalisasi sungai karena meningkatkankapasitas
sungai dalam menampung dan mengalirkan ke laut
Overburden adalah lapisan tanah penutup (
lapisan yg menutupi bahan galian ) yang biasanya terdiri dari
:
-
Top Soil
-
Sub Soil
-
Lapisan tanah inti ( sand Stone, Clay, dan lain – lain )
Top Soil adalah lapisan tanah paling atas (pucuk atau
humus) Adalah bagian atas tanah (humus) dengan ketebalan 1-1.5 m dari permukaan
yang mengandung unsur-unsur hara yang diperlukan untuk pertumbuhan vegetasi.
Sub Soil adalah lapisan tanah antara
top soil dan overburden (lapisan tanah inti).
Clay adalah tanah lempung.
Sand
stone adalah batu
pasir.
Mud adalah Lumpur.
IB (Inter burden) adalah lapisan tanah penutup yang
terletak diantara dua lapisan batubara/bahan galian.
BCM ( Bank
Cubic Meter ) adalah meter
kubik tanah insitu/asli.
LCM ( Loose
Cubic Meter ) adalah meter
kubik tanah gembur.
PIT adalah lokasi penambangan.
Ripping adalah penggaruan/Pemberian/Loosening material
dengan mengunakan Alat Berat, biasanya yang digaru OB.
Loading adalah pemuatan, biasanya yang
di muat OB atau Coal.
Hauling adalah pengangkutan,
biasanya ang diangkut OB atau Coal.
Digging adalah pengalian.
Direct
Digging adalah
penggalian secara langsung tanpa di ripping.
Front Loading Adalah titik lokasi pengambilan OB/batubara yang sudah
siap dimuat ke Dump Truck/alat haluing.
Disposal Adalah tempat/lokasi yang dirancang/direncanakan untuk
menampung material buangan overburden dari tambang.
Frame Disposal Adalah bagian luar dari tiap level disposal yang berfungsi
sebagai counter bagian tengah disposal.
Seleksi Material Adalah proses memilah material
yang akan di buang di disposal.
Land Clearing adalah pembersihan areal menggunakan A2B dari semak belukar atau
pohon – pohon yang berdiameter kecil sampai besar untuk persiapan penambangan.
Produksi adalah jumlah produksi atau hasil kerja unit persatuan waktu ( per
shift/perhari/perbulan ).
Productivity adalah kapasitas produksi unit
per jam.
Hauling Road adalah jalan angkut OB dan Batubara, OB ke disposal dan batubara ke port
site.
Cycle Time adalah waktu edar yang diperlukan oleh unit untuk melakukan satu
siklus/perputaran kerja.
SR (Strpping Ratio ) adalah ratio atau perbandingan antara overburden yang dikupas dengan bahan
galian (coal, dll ) yang didapat.
Daily Production Report Adalah laporan harian yang
dikerjakan secara manual, berisi pencapaian hasil kerja harian (weather
condition, production, equipment performance, dan problem- problem).
COAL (
Batubara )
Expose Adalah lapisan batubara fresh (segar/baru) yang
terbuka oleh karena adanya pengupasan overburden di atas atau di samping
lapisan batubara tersebut.
Fines Coal Adalah batubara berukuran sangat kecil (halus),
terjadi akibat adanya penghancuran oleh unit yang bekerja di atas lapisan
batubara.
Dirty Coal Adalah batubara yang telah tercampur dengan material
overburden atau sisipan.
Cleaning Coal Adalah kegiatan untuk membersihkan permukaan lapisan
batubara dari material overburden, sisipan, dirty coal, fines coal dan
material lain non batubara.
Coal
Getting adalah
pengambilan batubara yang siap untuk di loading.
Crusher adalah mesin penghancur batubara sehingga menjadi
butir – butiran kecil sesuai dengan permintaan pasar.
ROM (Run of Mine ) adalah tempat penyetokan batubara
yang belum dimasukkan ke tempat crusher /mesin penghancur batubara
Spontaneous Combustion adalah terbakarnya batubara
baik dalam kondisi insitu maupun dalam stock ROM dikarenakan karena kondisi
yang lembab atau panas.
Fine Coal Trap adalah tempat untuk menampung dan memisahkan antara
batubara yang halus dengan air.
ROM Stockpiling Adalah proses penumpukan batubara yang diatur
menurut aturan tertentu dan dilakukan di tempat tertentu.
Dilusi
batubara adalah
batubara yang tercampur overburden atau kotoran benda asing.
Inspeksi Kontaminasi Adalah proses terencana untuk memeriksa alat
produksi yang beraktivitas di batubara untuk memastikan bahwa unit tersebut
bebas dari kontaminan (material non batubara yang terangkut bersama batubara).
Kontaminasi Adalah terbawanya
material-material non batubara ke Crushing Plant
Inspeksi Awal Adalah inspeksi kontaminasi sebelum melakukan
aktivitas yaitu pada awal shift atau unit yang selesai perbaikan.
Galian merupakan
aktivitas atau lokasi di mana manusia melakukan ekstraksi, ekskavasi, atau penambangan bebatuan, tanah
liat, pasir, kerikil, dan bahan
bangunan lainnya. Galian memiliki
bentuk yang sama dengan tambang terbuka, namun tidak untuk menambang mineral dan bahan
bakar fosil. Galian umumnya
memproduksi bebatuan dalam dimensi yang telah ditentukan karena akan digunakan
dalam bahan bangunan.
Komoditas
tambang
mineral dan batu bara |
mineral
radioaktif meliputi:
-
radium,
-
thorium
-
uranium,
-
monasit
bahan
galian radioaktif lainnya;
|
b)
mineral logam meliputi - litium
- kalsium - timbal - indium - mangaan - bauksit - galena - barit - kobalt - ilmenit - dysprosium- niobium- aluminium - ruthenium - stronium - berilium - emas - seng - platina - air raksa - vanadium - tantalum - yitrium - alumina - khrom - thorium - neodymium- iridium - palladium- germanium - magnesium - tembaga - timah - bismuth - wolfram - kromit - cadmium - magnetit - niobium - erbium - cesium - hafnium - rhodium - selenium - zenotin - kalium - perak - nikel -molibdenum - titanium - antimoni - besi - zirkonium- ytterbium - galium - lanthanum- scandium- osmium - telluride c) mineral bukan logam meliputi - intan - pasir kuarsa - brom - halit - magnesit - ball clay - feldspar - kalsit - zirkon - perlit - korundum - fluorspar - klor - asbes - yarosit - fire clay - bentonit - rijang - wolastonit - garam batu - grafit - kriolit - belerang - talk - oker - zeolit - gipsum - pirofilit - tawas - clay - arsen - yodium - fosfat - mika - fluorit - kaolin - dolomit - kuarsit - batu kuarsa - batu gamping untuk semen d) batuan meliputi: - pumice - obsidian - tanah diatome - slate - andesit - basalt - tanah liat - opal - kristal kuarsa - kayu terkersikan - agat - batu gunung - kerikil sungai - kerikil sungai ayak tanpa pasir - kerikil berpasir alami (sirtu) - bahan timbunan pilihan (tanah) - tanah merah (laterit) - onik - tras - marmer - tanah serap (fullers earth) - granit - gabro - trakhit - tanah urug - kalsedon - jasper - gamet - diorit - quarry besar - batu kali - urukan tanah setempat - batu gamping - pasir laut - toseki - perlit - granodiorit - peridotit - leusit - batu apung - chert - krisoprase - giok - top - kerikil galian dari bukit - pasir urug |
DELIK
MATERIL TINDAK PIDANA LINGKUNGAN
Ada
perbedaan atau bisa dibilang perkembangan rumusan delik tindak pidana dalam
Undang undang Nomor 4 tahun 1982 tentang
Ketentuan Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup, Undang Undang Nomor 23
tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPLH 1997) dan Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
(UUPPLH 2009). Jika pada UUKKPPLH 1982
hanya mengenal delik materil, maka di UUPLH 1997 dan UUPPLH 2009 perumusan
deliknya bersifat delik materil dan delik formil bahkan di UUPPLH 2009 delik
formilnya lebih banyak dibandingkan UULH 1997.
Perbedaan
delik materiel dan delik formil adalah :
Delik
Materil (Materiil Delict) adalah:
"Delik
yang rumusannya memberikan ancaman pidana terhadap perbuatan yang telah
menimbulkan akibat dari perbuatan (Ada hubungan kausalitas antara perbuatan dan
akibat dari perbuatan)".
Delik formil (Formeel Delict) adalah:
"Delik
yang rumusannya memberikan ancaman pidana terhadap perbuatan yang dilarang,
tanpa memandang akibat dari perbuatan".
Delik
materiel dalam ketentuan Undang Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan
dan Pengelolaan Lingkungan Hidup terdapat pada Pasal 98 dan Pasal 99, yaitu
setiap orang yang dengan sengaja atau kelalaiannya melakukan:
Ø Perbuatan yang mengakibatkan dilampauinya baku mutu
udara ambien, baku mutu air, baku mutu air laut, atau kriteria baku kerusakan
lingkungan hidup.
Ø Perbuatan yang mengakibatkan dilampauinya baku mutu
udara ambien, baku mutu air, baku mutu air laut, atau kriteria baku kerusakan
lingkungan hidup dan mengakibatkan orang luka dan/atau bahaya kesehatan manusia.
Ø Perbuatan yang mengakibatkan dilampauinya baku mutu
udara ambien, baku mutu air, baku mutu air laut, atau kriteria baku kerusakan
lingkungan hidup dan mengakibatkan orang luka berat atau mati.
Delik
materil juga terdapat dalam Pasal 112 UUPPLH 2009 yaitu Setiap pejabat
berwenang yang dengan sengaja tidak melakukan pengawasan terhadap ketaatan
penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan terhadap peraturan perundang-undangan
dan izin lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 dan Pasal 72, yang
mengakibatkan terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan yang
mengakibatkan hilangnya nyawa manusia.
Sedangkan
perbutan yang dilarang yang masuk kategori delik formil dalam UU No 32 Tahun
2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidupter dapat pada Pasal
100 s/d Pasal 111 dan Pasal 113 s/d Pasal 115 anyara lain:
Ø Melanggar baku mutu air limbah, baku mutu emisi, atau
baku mutu gangguan.
Ø Melepaskan dan/atau mengedarkan produk rekayasa
genetik ke media lingkungan hidup yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan
atau izin lingkungan.
Ø Melakukan pengelolaan limbah B3 tanpa izin.
Ø Menghasilkan limbah B3 dan tidak melakukan
pengelolaan.
Ø Melakukan dumping limbah dan/atau bahan ke media
lingkungan hidup tanpa izin.
Ø Memasukkan limbah ke dalam wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia;
Ø Melakukan pembakaran lahan.
Ø Melakukan usaha dan/atau kegiatan tanpa memiliki izin
lingkungan;
Ø Menyusun amdal tanpa memiliki sertifikat kompetensi
penyusun amdal;
Ø Pejabat pemberi izin lingkungan yg menerbitkan izin
lingkungan tanpa dilengkapi dengan amdal atau UKL-UPL.
Ø Pejabat pemberi izin usaha dan/atau kegiatan yang
menerbitkan izin usaha dan/atau kegiatan tanpa dilengkapi dengan izin
lingkungan.
Ø Memberikan
informasi palsu, menyesatkan, menghilangkan informasi, merusak informasi, atau
memberikan keterangan yang tidak benar yang diperlukan dalam kaitannya dengan
pengawasan dan penegakan hukum yang berkaitan dengan perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup;
Ø Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang tidak melaksanakan
paksaan pemerintah.
Ø Dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi, atau
menggagalkan pelaksanaan tugas pejabat pengawas lingkungan hidup dan/atau
pejabat penyidik pegawai negeri sipil.
Perbuatan dan sanksi pidana dalam Hukum Pidana
Khusus bidang lingkungan hidup yang diatur dalam ketentuan Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup antara lain
PASAL-PASAL DELIK MATERIL TINDAK PIDANA LINGKUNGAN HIDUP
1. Pasal 98 ayat (1) UUPPLH Th 2009:
Setiap
orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan yang mengakibatkandilampauinya
baku mutu udara ambien, baku mutu air, baku mutu air laut, atau kriteria baku
kerusakan lingkungan hidup, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3
(tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling sedikit Rp3.000.000.000,00
(tiga miliar rupiah) dan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar
rupiah).
2.
Pasal 98 ayat (2):
Apabila
perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan orang luka dan/atau
bahaya kesehatan manusia, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4
(empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan denda paling sedikit
Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah) dan paling banyak Rp12.000.000.000,00
(dua belas miliar rupiah).
3.
Pasal 98 ayat (3) :
Apabila
perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan orang luka berat
atau mati, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan
paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling sedikit Rp5.000.000.000,00
(lima miliar rupiah) dan paling banyak Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar
rupiah).
4.
Pasal 99 ayat (1) :
Setiap
orang yang karena kelalaiannya mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara
ambien, baku mutu air, baku mutu air laut, atau kriteria baku kerusakan
lingkungan hidup, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun
dan paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00
(satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
5.
Pasal 99 ayat (2) :
Apabila
perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan orang luka dan/atau
bahaya kesehatan manusia, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua)
tahun dan paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling sedikit
Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) dan paling banyak Rp6.000.000.000,00
(enam miliar rupiah).
6.
Pasal 99 ayat (2) :
Apabila
perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan orang luka berat
atau mati, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan
paling lama 9 (sembilan) tahun dan denda paling sedikit Rp3.000.000.000,00
(tiga miliar rupiah) dan paling banyak Rp9.000.000.000,00 (sembilan miliar
rupiah).
7.
Pasal 112 UUPPLH:
Setiap
pejabat berwenang yang dengan sengaja tidak melakukan pengawasan terhadap
ketaatan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan terhadap peraturan
perundang-undangan dan izin lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 dan
Pasal 72, yang mengakibatkan terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan
lingkungan yang mengakibatkan hilangnya nyawa manusia, dipidana dengan pidana
penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp500.000.000,00
(lima ratus juta rupiah).
DELIK FORMIL TINDAK PIDANA LINGKUNGAN
HIDUP
1. Pasal 100 ayat (1) UUPPLH:
Setiap
orang yang melanggar baku mutu air limbah, baku mutu emisi, atau baku mutu
gangguan dipidana, dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda
paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
Tindak
pidana sebagaimana dimaksud pada Pasal 100 ayat (1) hanya dapat dikenakan
apabila sanksi administratif yang telah dijatuhkan tidak dipatuhi atau
pelanggaran dilakukan lebih dari satu kali (Pasal 100 ayat (2) UUPPLH)
2. Pasal 101 UUPPLH:
Setiap
orang yang melepaskan dan/atau mengedarkan produk rekayasa genetik ke media
lingkungan hidup yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan atau
izin lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1) huruf g, dipidana
dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga)
tahun dan denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan
paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
3. Pasal 102 UUPPLH:
Setiap
orang yang melakukan pengelolaan limbah B3 tanpa izin sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 59 ayat (4), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu)
tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling sedikit
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp3.000.000.000,00
(tiga miliar rupiah).
4. Pasal 103 UUPPLH:
Setiap
orang yang menghasilkan limbah B3 dan tidak melakukan pengelolaan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 59, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu)
tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling sedikit
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp3.000.000.000,00
(tiga miliar rupiah).
5. Pasal 104 UUPPLH:
Setiap
orang yang melakukan dumping limbah dan/atau bahan ke media lingkungan hidup
tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60, dipidana dengan pidana penjara
paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga
miliar rupiah).
6. Pasal 105 UUPPLH
Setiap
orang yang memasukkan limbah ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1) huruf c dipidana dengan
pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas)
tahun dan denda paling sedikit Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah) dan
paling banyak Rp12.000.000.000,00 (dua belas miliar rupiah).
7. Pasal 106 UUPPLH
Setiap
orang yang memasukkan limbah B3 ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1) huruf d, dipidana dengan pidana
penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan
denda paling sedikit Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan paling banyak
Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah).
8. Pasal 107 UUPPLH
Setiap
orang yang memasukkan B3 yang dilarang menurut peraturan perundang–undangan ke
dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 69 ayat (1) huruf b, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5
(lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling sedikit
Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan paling banyak Rp15.000.000.000,00
(lima belas miliar rupiah).
9.
Pasal 108 UUPPLH
Setiap
orang yang melakukan pembakaran lahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat
(1) huruf h, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan
paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling sedikit Rp3.000.000.000,00
(tiga miliar rupiah) dan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar
rupiah).
10. Pasal 109 UUPPLH
Setiap
orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan tanpa memiliki izin lingkungan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara
paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling
sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak
Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
11. Pasal 110 UUPPLH
Setiap
orang yang menyusun amdal tanpa memiliki sertifikat kompetensi penyusun amdal
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1) huruf i, dipidana dengan pidana
penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp3.000.000.000,00
(tiga miliar rupiah).
12. Pasal 111 ayat (1) UUPPLH
Pejabat
pemberi izin lingkungan yang menerbitkan izin lingkungan tanpa dilengkapi
dengan amdal atau UKL-UPL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) dipidana
dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak
Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
13. Pasal 111 ayat (2) UUPPLH
Pejabat
pemberi izin usaha dan/atau kegiatan yang menerbitkan izin usaha dan/atau
kegiatan tanpa dilengkapi dengan izin lingkungan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 40 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan
denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
14. Pasal 113 UUPPLH
Setiap
orang yang memberikan informasi palsu, menyesatkan, menghilangkan informasi,
merusak informasi, atau memberikan keterangan yang tidak benar yang diperlukan
dalam kaitannya dengan pengawasan dan penegakan hukum yang berkaitan dengan
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal
69 ayat (1) huruf j dipidana dengan pidana penjara paling
lama
1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
15. Pasal 114 UUPPLH
Setiap
penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang tidak melaksanakan paksaan
pemerintah dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda
paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
16. Pasal 115 UUPPLH
Setiap
orang yang dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi, atau menggagalkan
pelaksanaan tugas pejabat pengawas lingkungan hidup dan/atau pejabat penyidik
pegawai negeri sipil dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun
dan denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Penerapan
sanksi pidana penjara dan denda tersebut di atas bersifat komulatif bukan
alternatif, jadi sanksinya diterapkan keduanya yaitu sanksi pidana penjara dan
pidana denda, bukan salah satu dintaranya, pemberatan sanksi dapat dikenakn
bagi pemberi perintah atau pemimpin tindak pidana yaitu diperberat sepertiga
Selain
ancaman pidana, terhadap badan usaha dapat dikenakan pidana tambahan atau
tindakan tata tertib berupa:
Ø Perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak
pidana;
Ø Penutupan seluruh atau sebagian tempat usaha dan/atau
kegiatan;
Ø Perbaikan akibat tindak pidana;
Ø Pewajiban mengerjakan apa yang dilalaikantanpa hak;
dan/atau
Ø Penempatan perusahaan di bawah pengampuan paling lama
3 (tiga) tahun. (Pasal 119 UU No. 32/2009)
Mungkin
sahabat bertanya tanya dimana Pasal
ketentuan pidana terkait perbuatan yang mengakibatkan pencemaran lingkungan
hidup dan/atau perusakan lingkungan hidup sebagaimana dulu diatur dalam Pasal
41 dan 42 UUPLH 1997.
Dalam
UUPPLH 2009 memang tidak disebutkan secara inplisit ancaman pidana bagi
perbuatan yang mengkibatkan pencemaran lingkungan hidup, ketentuan tersebut
tidak dibuang, tetapi diperjelas menjadi perbuatan yang mengakibatkan
dilampauinya baku mutu udara ambien, baku mutu air, baku mutu air laut, atau
kriteria baku kerusakan lingkungan hidup implikasi hukumnya sama aja karena
pencemaran lingkungan hidup dan/atau perusakan lingkungan hidup sama dengan
dilampauinya baku mutu atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup
Glosarium dalam rumusan delik tindak
pidana lingkungan hidup di UUPPLH 2009
Pencemaran lingkungan hidup
Pencemaran lingkungan hidup adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat,
energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia
sehingga melampaui baku mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan
Analisis
mengenai dampak lingkungan hidup (AMDAL)
Amdal adalah: kajian mengenai dampak penting suatu usaha dan/atau
kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses
pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan.
Bahan
Berbahaya dan Beracun (B3)
B3 adalah: zat, energi, dan/atau komponen lain yang karena
sifat, konsentrasi, dan/atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak
langsung, dapat mencemarkan dan/atau merusak lingkungan hidup, dan/atau
membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, serta kelangsungan hidup manusia dan
makhluk hiduplain.
Baku Mutu Air adalah: ukuran batas atau kadar makhluk hidup, zat,
energi,atau komponen yang ada atau harus ada,dan/atau unsur pencemar yang
ditenggang keberadaannya di dalam air.
Baku Mutu Air Limbah adalah: ukuran batas atau kadar polutan yang ditenggang
untuk dimasukkan ke media air .
Baku mutu air laut adalah: ukuran batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi,
atau komponen yang ada atau harus ada dan/atau unsur pencemar yang ditenggang
keberadaannya di dalam air laut.
Baku mutu gangguan adalah ukuran batas unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya
yang meliputi unsur getaran, kebisingan, dan kebauan.
baku
mutu udara ambien
Baku mutu udara ambien adalah: ukuran batas atau kadar zat, energi, dan/atau
komponen yang seharusnya ada, dan/atau unsur pencemar yang ditenggang
keberadaannya dalam udara ambien.
baku
mutu emisi
Baku mutu emisi adalah ukuran batas atau kadar polutan yang ditenggang untuk
dimasukkan ke media udara.
Baku mutu lingkungan hidup adalah: "ukuran batas atau kadar makhluk hidup, zat,
energi, atau komponen yang ada atau harus ada dan/atau unsur pencemar yang
ditenggang keberadaannya dalam suatu sumber daya tertentu sebagai unsur
lingkungan hidup"
Dumping (pembuangan) adalah kegiatan membuang, menempatkan, dan/atau
memasukkan limbah dan/atau bahan dalam jumlah, konsentrasi, waktu, dan lokasi
tertentu dengan persyaratan tertentu ke media lingkungan hidup tertentu.
Izin lingkungan adalah izin yang diberikan kepada setiap orang yang
melakukan usaha dan/atau kegiatan yang wajib amdal atau UKL-UPL dalam rangka
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sebagai prasyarat untuk
memperoleh izin usaha dan/atau kegiatan.
Lingkungan hidup adalah: "kesatuan ruang dengan semua benda, daya,
keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi
alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta
makhluk hidup lain."
Limbah adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan,
Limbah B3 adalah sisa suatu usaha
dan/atau kegiatan yang mengandung B3.
Kerusakan lingkungan hidup
Kerusakan lingkungan hidup adalah: "perubahan langsung dan/atau tidak
langsung terhadap sifat fisik, kimia, dan/atau hayati lingkungan hidup yang
melampaui kriteria baku kerusakan lingkungan hidup."
Perusakan lingkungan hidup
Perusakan lingkungan hidup adalah: "tindakan orang yang menimbulkan perubahan
langsung atau tidak langsung terhadap sifat fisik, kimia, dan/atau hayati
lingkungan hidup sehingga melampaui kriteria baku kerusakan lingkungan
hidup."
Setiap
orang adalah orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbadan hukum maupun
yang tidak berbadan hukum .
Gambar : 001
peta Kediri
Raya.